Terlepas dari hasil pertandingan semifinal Piala ASEAN Football Federation (AFF) antara Indonesia dan Filipina pada Minggu malam nanti, kemenangan yang diraih tim nasional (timnas) Indonesia pada empat pertandingan terakhir telah kembali meningkatkan kepercayaan masyarakat yang selama ini merosot hingga pada titik terendah. Terlepas pula dari kehadiran seorang pemain naturalisasi (Christian Gonzales), masyarakat mulai yakin bahwa tim nasional Indonesia pada akhirnya bisa berprestasi dan menjadi jawara di kawasan Asia Tenggara.
Masyarakat sejenak melupakan kegagalan kepemimpinan Nurdin Halid di PSSI (walau di stadion Gelora Bung Karno (GBK) teriakan “Nurdin turun Nurdin Turun” selalu menggema). Masyarakat juga sejenak melupakan ketidakmampuan Pemerintah c.q Menpora mendongkel Nurdin Halid sebagai ketua PSSI. Masyarakat juga seolah tidak peduli bahwa dalam waktu dekat akan ada kompetisi tandingan Liga Super Indonesia yang diberi nama Liga Primer Indonesia yang digagas dan didanai Arifin Panigoro.
Yang dipedulikan masyarakat adalah adanya hiburan baru yang mampu memuaskan dahaga dari keringnya prestasi timnas sepakbola Indonesia (terakhir Indonesia menjadi juara di Asia Tenggara ketika meraih medali emas Sea Games tahun 1991 di Manila, Filipina, setelah mengalahkan Thailand lewat adu penalti). Saking hausnya menyaksikan prestasi timnas Indonesia di tingkat internasional, masyarakat pun rela datang pagi-pagi untuk antri berdesak-desakan dan membayar tiket jauh lebih mahal untuk dapat menyaksikan para punggawa kesebelasan Indonesia bermain dan menaklukkan lawan-lawannya. Tidak mau kalah dengan anggota masyarakat, Presiden SBY pun menyempatkan diri untuk hadir ditengah kesibukannya.
Di Stadion GBK penonton bersatu padu menyemangati timnas sepakbola Indonesia secara terus menerus, bahkan sejak pertandingan belum dimulai. Ketika lagu kebangsaan “Indonesia Raya” diperdengarkan, tanpa dikomando para penonton bernyanyi bersama (termasuk Presiden SBY yang duduk di kursi VVIP) dengan penuh semangat dan penuh kebanggaan sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Bagi saya, momen menyanyikan lagu kebangsaan memiliki atmosfir tersendiri yang berbeda dengan saat menyanyikan lagu tersebut di upacara resmi atau acara lainnya. Jika pada upacara resmi para peserta upacara menyanyikan lagu kebangsaan dengan penuh keteraturan dibawah arahan seorang dirigen, di stadion GBK semua orang bisa menyanyikan lagu kebangsaan dengan penuh semangat, bebas dan penuh kebanggaan. Tidak ada kekhawatiran bahwa suara sumbang atau cempreng kita mengganggu penonton di sebelah, tidak ada pula kekhawatiran ditegur pimpinan karena kita menyanyi tidak sesuai dengan arahan dirigen. Pokoknya bernyanyi lepas dan penuh semangat dan setelahnya bisa teriak dan bertepuk tangan.
Berbeda dengan cabang olah raga lain, sepakbola memang memilki keunikan tersendiri. Tidak sedikit yang mengatakan bahwa sepakbola telah menjadi seperti agama baru yang mampu menumbuhkan fanatisme tinggi serta mewujudkan persaudaraan dan persatuan dari para pendukungnya. Olah raga yang dimainkan oleh sebelas orang setiap timnya ini juga lebih dari sekedar permainan, sepakbola merefleksikan adanya sportivitas dalam meraih prestasi dan kerjasama tim dalam mencapai tujuan. Kemenangan yang diperoleh bukan hadiah yang jatuh dari langit tetapi melalui perjuangan dan kerjasama tim.
Dalam konteks ini, terlihat munculnya kembali dukungan bagi timnas sepakbola Indonesia bukan sekedar fanatisme buta tetapi sebagai suatu keinginan merefleksikan pencapaian dari suatu kerjasama tim. Memang kemenangan di empat pertandingan terakhir belum bisa dijadikan tolok ukur bahwa pembinaan sepakbola di Indonesia sudah berhasil, namun melalui kemenangan-kemenangan tersebut setidaknya ada alasan untuk sejenak meredakan berbagai ketegangan dan konflik yang terjadi, terutama di kalangan elit-elit politik yang sedang bertikai karena kepentingan politik. Kemenangan timnas sepakbola Indonesia (apalagi jika akhirnya menjadi juara) akan menjadi obat penawar dari ketidakberhasilan memenangi isu-isu besar seperti pemberantaan korupsi, penciptaan lapangan pekerjaan dan upaya memenuhi kebutuhan pangan.
Pencapaian ini tentu saja layak diapresiasi dan dijadikan modal berharga bagi semua pemangku kepentingan untuk bersatu dan bekerjasama membuat lingkungan yang kondusif bagi persepakbolaan Indonesia. Dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk kekurangan bakat-bakat pesepakbola handal. Siapapun yang mengelola dan melakukan pembinaan sepakbola di Indonesia, mereka adalah pengurus persatuan sepakbola Indonesia yang bersatu untuk mampu menyediakan sistim kompetisi yang baik yang memungkinkan setiap pemain untuk berprestasi dan prestasi tersebut terpantau hingga ke timnas.
Untuk itu pula kemauan politik pemerintah dan berbagai pihak terkait sangat diperlukan. Selama ini kita sepertinya kekurangan kemauan politik yang antara lain terlihat dari kurangnya tempat pembinaan olahraga yang layak, termasuk lapangan sepakbola. Bukan hal yang aneh lagi bahwa sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak memiliki tempat yang layak untuk berolahraga secara gratis. Sebagian besar tanah kosong telah dijadikan bangunan perkantoran, hotel dan pusat perbelanjaan.
Dengan kondisi ini, sepakbola tidak lagi menjadi olah raga masyarakat yang bisa dimainkan banyak orang. Sepakbola menjadi olah raga mahal karena untuk menjadi pesepakbola, anak-anak muda harus rela membayar iuran bulanan yang tinggi agar bisa berlatih di sekolah-sekolah sepakbola lokal maupun franchise klub seakbola dunia yang terdapat di beberapa daerah
Akhirnya jika ingin teriakan-teriakan “Indoooooonesia … dung dung (kalau ini bunyi genderang)… Indooooonesia dung dung” terus bergemuruh dan membahana setiap timnas sepakbola Indonesia bertanding, maka mau tidak mau timnas harus terus berprestasi, bukan hanya di Asia Tenggara tatapi juga di tingkat global. Perjuangan masih panjang untuk bisa membuktikan diri sebagai tim yang tangguh. Dan untuk itu tidak diperlukan dukun-dukun dengan segala jampi-jampinya, yang diperlukan adalah persatuan dan perjuangan bersama dari semua elemen masyarakat dan pemerintah dalam mendukung terciptanya dan terlaksananya pembinaan olah raga yang terpadu dan terarah. Tanpa itu, seperti kata-kata dalam syair lagu Bondan Prakoso … Ketika mimpimu yang begitu indah, tak pernah terwujud.. ya sudahlah. Saat kau berlari mengejar anganmu, dan tak pernah sampai… ya sudahlah (hhmm)
1 comment:
Sepakbola memang ajaib, kita sampai melupakan setiap perbedaan yang ada dan fokus mendukung timnas. Entah mungkin rencana Tuhan, Indonesia dipertemukan dengan Malaysia, fiercest rival, yang sebelumnya sempat dipermalukan, ternyata kita kalah. Walaupun kalah, tapi bangsa kita "menang", perubahan besar sepakbola mungkin dimulai dari kemarin.
Post a Comment