Sebelum memulai tulisan ini saya mesti memberikan testimoni bahwa meski sering ke area Gelanggang Olah Raga (GOR) Bekasi, tapi baru pertama kali inilah saya memasuki Stadion Bekasi dan menonton pertandingan sepakbola. Sebelumnya setiap kali memasuki kawasan GOR saya hanya numpang lewat saja di samping Stadion Patriot.
Karena belum pernah masuk ke Stadion Patriot, saya tidak tahu mana bagian depan dan belakang dari stadion tersebut. Akibatnya sempat terjadi salah pengertian ketika pada hari Minggu (06/02) saya janjian bertemu dengan Juru Bicara Liga Primer Indonesia (LPI) mas Abi Hasantoso di depan pintu masuk utama stadion. Saya mengira pintu masuk utama adalah pintu yang di sebelah timur yang terlihat dari jalan Achmad Yani. Padahal pintu masuk utamanya adalah yang terletak di sebelah barat yang berhadapan dengan lapangan parkir.
Di pintu timur ini terlihat paling kurang satu peleton brimob sudah berjaga-jaga di pintu masuk. Sementara itu rombongan supporter Batavia Union dan pendukung Persipasi (Soebex) terlihat berkerumun di pintu masuk. Mereka belum bisa masuk karena memang belum membeli tiket yang dijual seharga Rp. 10.000 dan Rp. 5.000 per orang.
Setelah memutar sejenak, akhirnya saya sampai di pintu utama di sebelah barat. Mas Abi sudah menunggu disana bersama putranya Ammar dan beberapa teman-teman mas Abi. Tidak menunggu lama kami pun masuk ke stadion karena pertandingan antara Batavia Union vs PSM Makassar memang sudah dimulai. Sebagai undangan, saya dan putra saya Rifcky tidak perlu membeli tiket seharga Rp. 20.000/orang untuk tribun barat.
Setibanya di dalam stadion, saya segera memilih tempat duduk di bagian kiri tribun barat. Di lapangan terlihat pemain dari kedua kesebelasan sedang berjibaku berebut bola dan saling serang ke gawang lawan masing-masing. Perlu waktu sejenak untuk bisa mengetahui posisi Batavia Union dan PSM Makassar yang sedang bertanding di lapangan. Apalagi saya enggak hapal nama-nama pemain kedua kesebelasan. Mau bertanya ke penonton di sebelah agak gengsi, takut dibilang “nonton bola kok enggak tahu posisi kesebelasan yang ditontonnya”.
Akhirnya untuk melacak posisi tim, saya dan anak saya mencoba mengidentifikasikan pemain yang mungkin dikenal, salah satunya adalah De Poras. Setelah beberapa saat menelusuri nama yang tercantum di punggung pemain, ternyata tidak ada pemain yang bernama belakang Poras. (belakangan diketahui bahwa De Poras bukan bermain untuk Batavia Union melainkan Jakarta 1928 FC). Gagal dengan cara ini, kami mencoba mencari-cari penonton yang kemungkinan memakai seragam yang mirip di tim yang bertanding. Untung didapat seorang penonton yang mengenakan kaos putih dengan strip merah hitam di lengan serta logo Batavia Union di dada. Dengan metode ini akhirnya saya tahu kalau Batavia Union berada di kiri dan PSM Makassar di kanan. Ya akhirnya saya bisa menonton pertandingan dengan baik dan benar.
Di lapangan yang becek dan agak sedikit tergenang, terlihat pemain kedua kesebelasan sedang mempertontonkan aksinya dengan penuh semangat. Kedua kesebelasan pun menurunkan formasi lengkap, termasuk pemain-pemain asingnya. Di Batavia Union terlihat ada Javier Rocha yang aktif mengatur serangan dan Juan Cortez yang rajin ke depan. Sementara di PSM Makassar terdapat mantan pemain Ajax Amsterdam Richard Knopper dan Mitrovic Srecko.
Awalnya permainan terlihat lamban, namun setelah Knopper membobol gawang Batavia Union pada menit ke-31, pertandingan mulai terlihat seru dan saling serang. Namun hingga babak pertama berakhir, kedudukan tetap 1-0 untuk keunggulan PSM Makassar.
Di babak kedua Batavia Union mampu membalas setelah wasit memberikan hadiah penalti setelah pemain belakang PSM Makassar Kwon Jun melakukan handsball pada menit ke-50. Juan Cortez memanfaatkan dengan baik tendangan penalti yang diberikan ketika ia berhasil membobol gawang PSM Makassar yang dijaga Deni Marcel. Sejak itu, meski serangan-serangan dari kedua belah pihak terus mengalir, tidak ada gol tambahan sehingga kedudukan akhir imbang 1-1.
Empat menit menjelang bubaran sempat terjadi keributan ketika Javier Rocha dan Strecko Mitrovic bermain kasar. Untung wasit bersikap tegas dan mengusir kedua pemain dengan kartu merah.
Secara keseluruhan pertandingan berjalan dengan baik dan lancar serta tidak ada kerusuhan. Banyaknya polisi yang menjaga pertandingan membuat potensi kerusuhan berkurang. Para penonton yang datang ke stadion, termasuk anak-anak ABG yang datang berombongan juga ngeri untuk memulai kerusuhan. Untuk itu tidak heran jika banyak penonton yang datang ke stadion bersama-sama dengan anak dan istri.
Saya sendiri sangat menikmati pertandingan yang baru saya saksikan. Walau ketrampilan individu yang dipertontonkan masih jauh dari aksi-aksi pemain internasional yang biasa disaksikan di layar televisi (ya iyalah jangan bandingkan dulu dengan mereka), namun permainannya cukup menghibur. Sayang lapangan becek menggangu pergerakan bola, kalau saja lapangannya tidak becek, bisa jadi pertandingan bisa lebih menarik lagi. Satu hal lagi, kalau saja ada papan petunjuk mengenai posisi kesebelasan yang bermain, maka kebingunan seperti yang saya hadapi tidak bakal terjadi.
Satu lagi yang membuat saya senang dan mungkin juga warga kota Bekasi, menurut informasi dari Juru Bicara LPI mas Abi Hasantoso, Stadion Patriot akan dijadikan home based Batavia Union. Sehingga setiap pertandingan kandang Batavia Union akan dilakukan di Bekasi. Artinya tidak tertutup kemungkinan masyarakat kota Bekasi akan menyaksikan lebih banyak lagi bintang-bintang LPI seperti Irfan Bachdim dan Kim Kurniawan (Persema) serta Lee Hendrie (Bandung FC) merumput di Bekasi.
1 comment:
Pengalaman yang menarik, Pak. Saya sekarang makin suka nonton bola di Stadion Manahan semenjak ada LPI. Permainan Solo FC memanjakan mata.
Post a Comment