20.1.11
Gayus Tambunan dan Tukul Arwana
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengakui kegayusannya” begitu bunyi sebuah kicauan di twitter yang memplesetkan kata-kata bijak “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya”. Bahwa nama Gayus Tambunan diplesetkan dalam kata-kata bijak tersebut tentunya tidak terlepas dari fenomena seorang Gayus yang benar-benar menyedot perhatian publik saat ini.
Setiap pagi, siang, sore dan malam hari, nama dan tampang Gayus dalam berbagai pemberitaan di media elektronik dan cetak. Bahkan di internet, jika kita mengetikkan kata “Gayus” di mesin pencari Google atau Yahooo, maka dapat dipastikan akan terdapat lebih dari 5 juta entry mengenai Gayus.
Bahwa seorang Gayus begitu fenomenal di mata publik tidak terlepas dari “prestasi”nya di bidang perpajakan dalam usianya yang masih sangat muda (31 tahun). Sebagai mantan pegawai negeri sipil (PNS) berpangkat Penata Muda/IIIA, ia diketahui memiliki kekayaan puluhan milyar. Suatu jumlah yang sangat fantastis dari seorang PNS yang hanya bergaji sekitar Rp. 10 juta per bulan (setelah mendapatkan renumerasi).
Kalau saja Guiness Book of Record atau Museum Rekor Indonesia (MURI) berminat mencatatkan rekor bagi Gayus, maka tersedia cukup data yang mendukung lainnya seperti kemampuannya menyuap polisi, hakim yang terlibat dalam penanganan kasusnya, jalan-jalan ke luar negeri dan Bali ketika dirinya sedang ditahan di ruang tahanan Markas Birgade Mobil Kelapa Dua, Depok atau penyuapan kepada petugas imigrasi sehingga bisa melenggang di Bandara Soekano-Hatta.
Sementara itu nama lainnya yang tidak kalah tenar dan fenomenalnya dengan Gayus Tambunan adalah Tukul Arwana (43 tahun). Tukul yang bernama asli Riyanto melejit namanya setelah menjadi host acara televisi “Empat Mata” dan “Bukan Empat Mata”. Tukul yang berwajah di bawah standar kegantengan mampu membuktikan bahwa tampang pas-pasan juga bisa sukses di bidang hiburan. Dari pendapatannya dalam melawak dan mengisi berbagai acara hiburan, bisa dikatakan kekayaan Tukul pun melejit dengan pesat, mungkin di luar apa yang dibayangkan Tukul sendiri.
Bahwa Tukul lucu sudah banyak yang mengakui, sehingga tidak mengherankan jika acara “Bukan Empat Mata” masih tetap bertahan dengan rating yang tetap tinggi. Dalam keseharian, Tukul pun tetap lucu. Salah satu contoh bahwa Tukul tetap lucu dalam keseharian dapat dilihat dari ceritanya ketika Tukul menghadiri suatu resepsi pernikahan. Karena tidak periksa tempat lagi, Tukul salah masuk ke tempat resepsi pernikahan dan terlanjur memberikan amplop kepada kedua mempelai. Tidak mau terlihat panik. Tukul pun tetap melanjutkan hadir dalam resepsi dan ikutan makan. “Tanggung sudah kasih amplop kondangan kalau gak ikutan makan”, ujar Tukul dengan santainya.
“Saya sudah memasukkan poundsterling ke kendi. Masak saya tarik lagi?” imbuhnya. Aih, gaya banget pakai poundsterling segala? “Lho, itu kan mata uang paling tinggi dan paling stabil di dunia,” jawabnya sambil tertawa. (sumber GATRA).
Lalu apa hubungannya Gayus Tambunan dan Tukul Arwana? Apakah Gayus dan Tukul bersaudara atau Gayus pernah menangani perusahaan milik Tukul agar tidak membayar pajak dalam jumlah besar?
Dua pertanyaan terakhir bisa dijawab dengan satu kata “tidak”. Dari namanya saja, Gayus Tambunan jelas orang Batak, sedangkan Tukul alias Riyanto adalah orang Jawa asal Semarang. Sebagai orang Jawa, Tukul pun tidak memiliki nama marga kehormatan seperti halnya Pak Presiden SBY dan istri yang diberi marga Siregar dan Pohan. Adapun terkait pembayaran pajak, tidak ada perusahaan milik Tukul (kalaupun ia memiliki perusahaan) yang pernah dibawah pengawasan Gayus saat aktif sebagai pegawai Ditjen Pajak.
Lalu apa donk kesamaan Gayus dan Tukul? Ehm … apa ya?
Baik lah kita santai saja mengidentifikasikan kesamaan-kesamaan antara Gayus dan Tukul. Pertama, dari segi fisik wajah, ada kesamaan di antara keduanya (lihat foto keduanya di atas). Kedua, Gayus dan Tukul merupakan orang yang aktif dibidangnya sehingga bisa membuat kesuksesan di luar kekurangan tampilan fisik. Dan ketiga, keduanya sama-sama menarik minat untuk dipolisikan yaitu keduanya ditampilkan dalam pakaian seragam polisi hasil olah digital. Untuk kesamaan lainnya, pembaca mungkin punya pendapat sendiri?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment