8.10.06

Mengenal Visa Schengen

Suatu ketika seorang pejabat eselon satu salah satu departemen di Jakarta bermaksud untuk melakukan kunjungan kerja ke markas Uni Eropa di Brussel. Karena tidak ada penerbangan langsung menuju Brussel, yang bersangkutan harus terlebih dahulu transit di Frankfurt, Jerman. Saat transit di bandara Frankfurt, sesuai prosedur bandara, untuk menuju Brussel yang bersangkutan harus keluar terlebih dahulu dari bandara internasional dan beralih ke bandara domestik.

Permasalahan muncul saat si pejabat diperiksa petugas imigrasi bandara Frankfurt, ternyata pejabat tersebut tidak memiliki visa Schengen ataupun visa Jerman. Si pejabat tersebut hanya memiliki visa masuk ke Belanda, Belgia dan Luxemburg (biasa disingkat Benelux). Tentu saja petugas imigrasi menolak si pejabat tersebut keluar dari bandara internasional menuju bandara domestik, meskipun itu hanya untuk transit beberapa jam saja. Akibatnya bisa diduga, si pejabat tersebut tidak dapat melanjutkan perjalanan ke Brussel. Kalau ingin tetap ke Brussel, si pejabat tersebut harus merubah rute penerbangan melalui negara non-Schengen dan non-UE seperti Swiss (Zurich), tentunya dengan membeli tiket baru.

Kejadian yang menimpa sang pejabat eselon satu tersebut bukan yang pertama dan terakhir, karena sebelum dan sesudahnya banyak juga pejabat Indonesia dan juga warga Indonesia lainnya yang ditolak melanjutkan perjalanan ke Belgia oleh petugas bandara Frankfurt karena tidak memiliki visa Schengen atau visa negara yang dijadikan tempat transit (dalam hal ini Jerman). Beberapa orang beruntung bisa diijinkan untuk tetap melanjutkan perjalanan ke Brussel dari Frankfurt setelah yang bersangkutan menunjukkan dokumen lengkap mengenai alasannya berkunjung ke Brussel, seperti adanya undangan untuk menghadiri konperensi, seminar dan berbagai pertemuan. Namun itupun sangat diwanti-wanti untuk tidak melebihi batas waktu kegiatan yang harus dihadirinya.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan visa Schengen? Visa Schengen merupakan visa kunjungan singkat berupa kunjungan wisata, keluarga, usaha dan transit, yang diperlukan seseorang untuk dapat memasuki wilayah 15 negara anggota Schengen yaitu Austria, Belgia, Belanda, Denmark, Finlandia, Jerman, Islandia, Italia, Luxemburg, Norwegia, Perancis, Portugal, Spanyol Swedia dan Yunani. Seseorang yang telah memiliki visa Schengen diperkenankan untuk memasuki semua wilayah negara tersebut dengan bebas tanpa harus melalui pemeriksaan imigrasi saat melintasi perbatasan satu negara dengan negara lain. Jangka waktu yang diberikan bagi seorang pemegang visa Schengen, untuk tinggal dan melakukan perjalanan, adalah maksimum 90 hari dalam kurun waktu 6 bulan. Untuk dapat mengajukan permohonan visa, pemohon diwajibkan antara lain mengisi formulir permohonan untuk diajukan di kedutaan negara Schengen yang akan menjadi tujuan utama tinggal dan melampirkan persyaratan lain yang ditentukan seperti pas foto, paspor yang masih berlaku dan alasan kunjungan serta membayar biaya visa sebesar 35 euro.

Berdasarkan keanggotaannya, sebanyak 13 negara anggota Schengen merupakan negara Eropa, sementara 2 negara lainnya (Islandia dan Norwegia) bukan merupakan anggota UE. Keanggotan Schengen sendiri didasarkan pada Perjanjian Schengen yang awalnya ditandatangani oleh 5 negara anggota UE yaitu Perancis, Jerman, Belgia, Luxemburg dan Belanda pada tahun 1985 di kota Schengen, Luxemburg. Tujuannya untuk menciptakan suatu kawasan tanpa perbatasan internal yang memungkinkan kemudahan pergerakan barang dan orang dari satu negara ke negara lain. Seiring dengan perkembangan di kawasan Eropa, termasuk berlangsungnya perluasan keanggotaan UE, bergabung pula 8 negara anggota UE lainnya dan 2 negara non-anggota UE, sehingga saat ini keseluruhan negara anggota Schengen adalah sebanyak 15 negara. Dengan bergabung dalam satu kesatuan berdasarkan perjanjian Schengen, negara anggotanya secara bersama-sama dapat melakukan peningkatan kerjasama keimigrasian, kepabeanan, keamanan dan kerjasama lainnya dengan membentuk database terpusat, membuat prosedur dan kriteria yang sama dalam pengeluaran visa serta, dan menggunakan sticker visa yang lebih terjamin keamanannya.

Kembali ke cerita di awal tulisan, ketiadaan visa Schengen yang harus diperoleh seseorang untuk berkunjung ke negara-negara Eropa, sebenarnya bukan semata-mata kesalahan yang bersangkutan atau petugas yang menguruskan permintaan visanya. Dalam kasus pejabat Indonesia yang akan berkunjung ke luar negeri, biasanya karena alasan kesibukan ataupun ijin dari pimpinan dan Setneg baru diperoleh pada saat-saat terakhir, permohonan visa baru bisa diajukan sekitar seminggu sebelum tanggal keberangkatan. Padahal untuk memproses persetujuan mendapatkan visa Schengen setidaknya dibutuhkan waktu tiga minggu sebelumnya guna mendapatkan waktu yang cukup bagi pihak kedutaan untuk melakukan koordinasi dengan negara anggota Schengen lainnya. Namun dengan waktu yang mendesak, pejabat konsuler suatu kedutaan negara anggota Schengen yang akan dikunjungi seolah di-fait accompli untuk memberikan persetujuan. Akibatnya, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, pihak kedutaan hanya memberikan visa nasional negaranya. Dalam contoh di atas adalah pemberian visa Benelux dan bukan visa Schengen oleh Kedutaan Belgia di Jakarta.

Belajar dari kejadian di atas, maka bagi seseorang yang akan berkunjung ke negara anggota Schengen sebaiknya mengajukan permohononan visa jauh-jauh hari sebelumnya. Kalaupun ternyata permohonan diajukan saat-saat menjelang keberangkatan dan pada akhirnya terdapat kemungkinan tidak memperoleh visa Schengen, hendaknya dipertimbangkan pula pengaturan rute penerbangannya dengan tidak melalui negara yang menjadi anggota Schengen. Untuk ke Belgia misalnya, kota lain yang bisa dijadikan transit selain Frankfurt adalah Amsterdam, Zurich atau Ankara. Segitu saja sekilat info mengenai visa Schengen, semoga bermanfaat dan bon voyage.

1 comment:

Anonymous said...

Wah infonya sangat membantu sekali...thanks yah. Mo tanya katanya untuk apply visa, qta sudah harus melampirkan copy tiketnya dulu, jika saya bli tiketnya setelah dpt visa-nya, apakah bisa?