15.1.09

Melongok Teladan Pemimpin Negeri Paman Sam

Semakin dekat pemilu, semakin banyak pula orang yang mempertanyakan prilaku para calon wakil rakyat ataupun presiden dalam memberikan keteladanan bagi rakyat, dalam hal ini sikap ksatria untuk mengakui kekalahan. Pengalaman pemilu 2004 memperlihatkan bahwa meskipun pemilu usai, tapi perseteruan antar calon masih terus berlangsung.

Dalam tulisan sebelumnya, Belajar dari John McCain, saya sudah menyinggung masalah ini. Secara kebetulan pula, beberapa hari yang lalu 3 mantan Presiden AS, Presiden George W Bush Jr dan presiden terpilih Barack Obama berkumpul bersama. Dua pristiwa sangat menarik perhatian dan kiranya perlu juga disimak dengan seksama oleh para calon wakil rakyat dan presiden di Indonesia. Tentu saja akan timbul polemik, kenapa AS, memangnya demokrasi mereka yang paling baik?

Hanya dalam hitungan hari, Presiden George W Bush Jr akan mengakhiri jabatannya dan meninggalkan Gedung Putih. Namun sebelum saat itu tiba, Bush mengadakan makan siang dengan 3 mantan Presiden AS dan presiden terpilih Obama. Meski usulan pertemuan tersebut datang dari Obama saat bertemu pada November 2008, namun kesediaan Bush untuk bereuni sambil makan siang tentu saja layak diapresiasi. Boleh jadi Bush Jr dipandang memiliki kinerja buruk saat memimpin AS, tapi dalam hal memelihara silahturahmi dan jejaring dengan mantan dan calon presiden mendatang tampak tidak kalah dengan para pendahulunya.

Dari foto-foto pertemuan, terlihat para mantan presiden, presiden incumbent dan presiden terpilih tersenyum penuh arti dalam suasana penuh keakraban. Dalam pertemuan tersebut mereka saling bertukar pengalaman dalam hal mengelola dan memimpin negara. Pertukaran pengalaman yang menarik dan tentu saja sangat bermanfaat bagi Obama yang akan meneruskan estafet kepemimpinan di AS untuk 4 tahun ke depan.

Melihat suasana pergantian presiden di AS dan menoleh ke suasana pergantian presiden di Indonesia, tampak adanya perbedaan yang sangat jelas. Soekarno meninggalkan Istana Negara dengan tergesa-gesa pasca G-30-S/PKI dan oleh penggantinya ditempatkan di dalam tahanan rumah hingga ajal menjemput. Soeharto meninggalkan Istana Negara segera setelah mengumumkan pengunduran dirinya dan sampai akhir hayatnya tidak pernah terlihat adanya perjumpaan dengan BJ Habibie yang menjadi penggantinya. BJ Habibie sendiri pun meninggalkan Istana Negara tanpa sempat mengadakan “pesta perpisahan”. Gus Dur nasibnya juga tidak lebih baik, meninggalkan istana dengan tergesa-gesa setelah “dilengserkan” DPR. Sementara Megawati yang kalah dari SBY, meninggalkan Istana Negara tanpa sempat berjabat tangan dengan SBY, bahkan hingga kini.

Bicara tentang kekalahan, John McCain dapat digunakan sebagai contoh yang baik. Segera setelah mengetahui bahwa ia gagal membendung Obama ke Gedung Putih, McCain menghubungi Obama untuk mengakui kekalahannya dan mengucapkan selamat. Tidak hanya itu, McCain pun meminta para pendukungnya untuk melupakan perseteruan saat kampanye dan mendukung Obama sebagai pemimpin masyarakat AS yang baru. Sementara di Indonesia, calon presiden yang kalah tetap tidak mau mengakui kekalahannya, bahkan hingga kini.

Orang boleh bilang bahwa Bush ataupun McCain bisa bersikap seperti tersebut di atas, karena kehidupan berdemokrasi di AS telah berlangsung lama, sehingga sikap dan kehidupan berdemokrasi telah menjadi bagian dalam kehidupan bermasyarakat.

Kalau saja pandangan di atas dipergunakan sebagai pembenaran, berarti kita masih memerlukan waktu puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun lagi untuk hanya sekedar bersikap kesatria. Pertanyaannya kemudian adalah apakah memang harus demikian?

Mungkinkah Pemilu tahun 2009 bisa dijadikan titik untuk lebih memperkokoh jalan demokrasi yang telah kita tempuh? Tidak ada lagi gontok-gontokan menjelang dan pasca pemilu? Yang kalah mengakui kekalahannya dan memberikan dukungan sepenuhnya. Adapun yang menang menghormati yang kalah ?

Harapannya adalah para calon yang bersaing dapat saling menghormati satu sama lain, baik saat menjelang pemilihan ataupun sesudahnya. Demikian pula para pendukungnya, saat mengetahui jagoannya kalah, mereka tidak saling adu jotos, apalagi sampai merusak. Dan yang juga tidak kalah indahnya, ketika pemilu berakhir, dengan penuh kesadaran para calon yang terpilih maupun yang tidak terpilih membersihkan kembali atribut-atribut yang pernah dipasangnya saat kampanye. Membersihkan kembali lingkungan di sekitarnya sehingga sedap dipandang mata. Semoga.

Karikatur oleh Prabu diambil dari SINI


9 comments:

Anonymous said...

Menarik sekali Pak Aris, salam kenal sebelumnya. Saya juga pernah menulis betapa saya terkagum2 dengan concession speechnya John McCain, benar2 hebat. Menyoal ketidakakraban antara Presiden Indonesia dan mantan2 Presiden Indonesia, saya rasa itu ada hal yang sangat memalukan, mereka bahkan tak tampak batang hidungnya di upacara peringatan kemerdekaan 17 Agustus. Saya melihat tiadanya semangat kebersamaan untuk membawa Indonesia ke masa depan yang lebih baik.

Eko Eshape said...

Aku pernah nulis di blogku
http://eshape.blogspot.com/search?q=kaji+manteb

begini bunyinya :

Barack Obama akhirnya menang, sesuai dengan prediksi banyak pihak. Di hari yang hampir sama Kaji Manteb di Jawa Timur tidak yakin menang/kalah.

Yang akan membedakan mereka adalah bagaimana menyikapi kekalahan yang terjadi. Bagaimana menjadi pemenang sejati, biasanya mudah dilaksanakan. Namun ketika disuruh menjadi the good loser, maka banyak yang tidak sanggup menjalaninya.

The good protes kali yang cocok.

====== ======== ======== dst

terbukti sesama "anak kandung PKB" itupun melanjutkan perseteruannya di tingkat lebih tinggi,
hasilnya?
kayaknya pemborosan uang saja
bener nggak nih?
CMIIW

Salam

Wijaya kusumah said...

Bangsa yang besar adalah bangsa yang dipimpin oleh pemimpin yang berjiwa besar. Kita harus belajar banyak dari Amerika dan negara lainnya.

Anonymous said...

aihh... andaikan saja para pemain politik di Indonesia bisa belajar dari pesta demokrasinya AS ya.. Terus terang saya malu kalau lihat salah satu kandidat capres pidato dan menuding ketidak becusan pemimpin ini. Yang lucu, sp sekarang dia sepertinya masih menyimpan dendam kesumat di hatinya.. Belum lagi pilgub di jatim..kini hanya dendam dan hawa panas sepertinya yg ada di sana.. kenapa ya bisa begitu? Apakah situasi spt itu krn mrk dihantui kewajiban yg tak mungkin dilakukan jika ia gagal dipilih?? Saya jadi ingat pertengkaran saat saya masih di sekolah dasar...

Anonymous said...

This Nice post I like it..........

Anonymous said...

This is an Excellent post Thanks for Such a nice post superb information.....

first aid cabinet

Anonymous said...

luar biasa....salam kenal pak...lagi belajar nulis ne....bugus baget punyaan pak aris....

Anonymous said...

Demokasi di Amrik memang sudah sampai pada tahap kematangan, beda dengan Indonesia yang baru "memulainya" sejak era reformasi. Mudah2xan masyarakat kita cepat belajar dan semakin matang berdemokrasi, jadi nggak ada ribut pukul2xan lagi antar pendukung, gitu ...
Nice post, salam kenal Mas ...

Anonymous said...

Mudah2an Indonesia juga punya pemimpin2 yg legowo baik dan menang,supaya kepemimpinan bisa berkelanjutan dengan saling tukar pengalaman