7.8.07

Indonesia Raya

Seandainya saja pakar telematika itu juga pembalap F1, sudah pasti dia akan dikenakan hukuman seperti Fernando Alonso saat berlomba di sirkuit F1 Hungaroring, Hungaria tanggal 5 Agustus 2007. Meski meraih waktu tercepat pada sesi kualifikasi, juara bertahan balap mobil tahun 2006 ini dikenakan hukuman tidak boleh start dari posisi terdepan, dan harus start dari posisi keenam. Begitu pun halnya jika pembalap nyolong start, ia bisa dikenakan hukuman start mundur seperti kasus memperlambat parkir atau bahkan disuruh start dari posisi paling belakang. Lalu bagaimana dengan hukuman di luar balap mobil, misalnya masalah sang pakar yang nyolong start dengan mempublikasikan data yang dicopy dari orang lain?

Di cabang olah raga atletik atau renang, jika ada atlit yang nyolong start, maka start harus dilakukan ulang. Namun jika seorang atlit nyolong start berulang-ulang, bisa saja yang bersangkutan dilarang ikut berlomba. Di luar cabang olah raga, umumnya hukuman yang dikenakan adalah peringatan seperti yang diterapkan cabang atletik dan renang. Lihat saja saat kampanye pilkada DKI, ketika seorang calon gubernur nyolong start melalui kampanye terselubung, panitia pengawas hanya bisa mengingatkan tidak menghukum. Apalagi pembuktian seorang calon menyolong start atau tidak selalu bisa diperdebatkan, karena suatu kampanye terselubung bisa dikemas dalam bentuk kunjungan kerja.

Karena tidak ada hukuman berat bagi orang yang nyolong start, maka orang tergoda untuk melakukannya. Tujuannya adalah agar bisa melangkah terlebih dahulu dan berharap tidak terkejar dari pesaing-pesaingnya. Sehingga yang bersangkutan bisa menjadi yang terdepan dan tentunya bisa memperoleh publikasi terlebih dahulu. Dengan dasar pemikiran seperti ini, tidak mengherankan jika sang pakar telematika menyolong start publikasi klip Indonesia Raya dari tim Air Putih. Padahal menurut tim Air Putih, sang pakar hanya mengcopy dari harddisk mereka.

Meski disalip sang pakar telematika, tim Air Putih tampaknya tidak ingin membawa hal ini menjadi masalah hukum. Mereka membiarkan publik untuk menilainya dan memberikan "hukuman" kepada sang pakar telematika, jika memang bersalah. Dan mengutip angka ajaib sang pakar sendiri, setidaknya 68% blogger telah "menghukum" dengan berbagai tulisan dan komentarnya di berbagai blog. Mudah-mudahan "hukuman" tersebut bisa menjadi pembelajaran kembali bagi sang pakar untuk tidak nyolong start, apalagi kemudian asal berbicara. Kalau hal tersebut tidak juga membuat jera, hukuman lainnya apa yang kiranya lebih tepat ?

2 comments:

Anang said...

Hi Roy! ™

Arief said...

Menurut Saya_text Indonesia Raya tak perlu diubah. Karena telah banyak Warga Negara Indonesia yang telah hafal lagu Kebangsaan ini...