20.6.11

Anarkisme Pengguna KRL

“Cinta ditolak dukun bertindak”, begitu candaan yang sering kita dengar ketika seseorang ditolak cintanya. Nah entah terinspirasi oleh kata-kata tersebut, para pengguna KRL yang menolak pola baru kereta rel listrik (KRL) melakukan tindakan anarkis dengan merusak gerbong KRL yang dikelola PT Kereta Api Commuter Jabodetabek (PT KCJ) pada hari Sabtu lalu (18/06/11). Sejumlah gerbong KRL dilempari batu sehinga memecahkan kaca-kaca gerbong dan merusak sebagian kursi.

Dari obrolan dengan para pengguna KRL, diketahui bahwa salah satu alasan penolakan kebijakan baru PT KCJ adalah karena adanya pelonjakan harga karcis dari yang semula Rp.4.500/Rp. 5.500 menjadi Rp. 8.000/Rp. 9.000. Kenaikan harga sebesar Rp. 2.500 merupakan jumlah yang cukup besar bagi penumpang KRL ekonomi AC yang umumnya pegawai rendahan dan pedagang kecil. Karenanya disarankan agar PT KCJ lebih baik meningkatkan pelayanan daripada sekedar menaikkan harga.

Keberatan-keberatan di atas mestinya diperhatikan dengan seksama oleh PT KCJ, termasuk pola perilaku pengguna KRL ekspres dan KRL ekonomi, sehingga tidak sampai perusakan. Bukan rahasia lagi bahwa pengguna KRL sebenarnya telah tersegmentasi menjadi penumpang KRL ekspres AC, KRL ekonomi AC dan KRL Ekonomi non-.AC Penumpang KRL ekspres AC umumnya lebih teratur dan tertib serta wangi, mulai dari antri tiket hingga saat berada di dalam gerbong. Sementara pengguna KRL ekonomi AC dan non-AC cenderung lebih bebas. Nach bisa dibayangkan jika karakter berbeda bersatu dalam satu gerbong KRL yang jumlahnya terbatas, yang terjadi adalah kesemrawutan dan saling berebut untuk sekedar bisa masuk gerbong. Akibatnya pula, tidak ada lagi sedikit kenyamanan yang dapat diperoleh, meski hanya sekedar celah digerbong.

Untuk itu langkah yang tepat bagi PT KCJ adalah membenahi standar layanannya dengan antara lain menambah gerbong dan menambah jalur kereta, khususnya jalur khusus KRL. Jika selama ini hanya ada 2 jalur KRL dari stasiun Manggarai ke Kota, maka untuk menambah kapasitas sebaiknya mulai direncanakan untuk menambah jalur KRL, misalnya menambah 2 jalur lagi sehingga menjadi 4 jalur. Dengan penambahan jalur tersebut, maka KRL tidak perlu berebut dengan kereta jarak jauh saat masuk Jakarta.

Jika upaya di atas bisa dilakukan, bukan hanya waktu tempuh KRL menjadi lebih cepat, jumlah penumpang yang diangkut pun otomatis bisa menjadi lebih banyak. Dan niscaya tidak akan ada lagi aksi anarkis oleh masyarakat yang berakibat rusaknya sejumlah gerbong. Akhirnya Balada kereta rakyat pun akan happy ending.

1 comment:

Andy said...

Itu mah moral masyarakat kita yang masih kurang terdidik