18.4.08

UE dan Boikot China

Ketika geliat kemerdekaan masyarakat Tibet dihadapi pemerintah China dengan tindakan refresif, sontak berbagai kecaman dari negara-negara UE berdatangan. Bukan hanya kecaman, namun diikuti dengan ancaman boikot pembukaan Olimpiade Beijing. Maksud dan tujuannya jelas, mendukung kebebasan masyarakat Tibet dan menekan China agar menghormati dan menerapkan HAM. Tapi bukan China namanya kalau ngeper dengan kecaman dan ancaman UE. Alih-alih keder dengan ancaman UE, justru UE lah yang kemudian berupaya mempertimbangkan kembali keputusannya.

Adalah Komisioner Perdagangan Komisi Eropa Peter Mandelson yang merasa perlu mengingatkan UE untuk mempertimbangkan kembali ancaman memboikot olimpiade. Menurutnya, boikot tidak akan efektif untuk menekan China, kemungkinan malah UE sendiri yang akan rugi. Data statistik memperlihatkan bahwa China merupakan mitra dagang terbesar kedua bagi UE dan gangguan terhadap kepentingan China berpotensi mengganggu hubungan dagang UE-China.

Alasan lainnya adalah kekhawatiran UE bahwa China akan ngambek dan membatalkan rencana pembentukan lembaga kerjasama perdagangan UE-China, yang saat ini sedang dalam proses perundingan. Kalau sampai kejadian, tertunda pula keinginan UE untuk dapat mengikuti jejak AS yang telah terlebih dahulu memiliki lembaga sejenis. Artinya pula, kesempatan UE untuk melebarkan pasarnya di China akan berkurang.

Ah ternyata memang tidak mudah menggertak China, coba kalau yang diancam negara lain, mungkin ceritanya akan beda.

Gambar diambil dari SINI


UPDATE:

China tampaknya sudah mulai menggertak UE dengan mengancam balik untuk memboikot produk Perancis. Hal ini dilakukan antara lain dengan melakukan demonstrasi besar-besaran terhadap jaringan hypermarket Carrefour di China (yang memiliki 112 outlet dan lebih dari 2 juta pelanggan). Khawatir boikot China akan berdampak lebih luas, Pemerintah Perancis selama seminggu terakhir ini sibuk mengirimkan 3 orang pejabat tingginya sebagai utusan khusus untuk membujuk Beijing. Ketiga utusan khusus tersebut adalah Ketua Senat Christian Poncelet, yang tiba di Shanghai tanggal 21 April 2008 untuk membawa surat berisi permintaan maaf Presiden Nicolas Sarkozy atas insiden yang terjadi saat obor olimpiade melewati Paris. Sementara pada tanggal 24-25 April 2008 giliran mantan PM Jean-Pierre Raffarin dan Penasihat Diplomatik Presiden Perancis, Jean-David Levitte yang berkunjung ke China.


3 comments:

Anonymous said...

hehehe .. memang hidup bermasyarakat itu ada unsur kepentingan yah ..?? masih ada unsur tirani .. dah ada lom yah negara yang sudah mandiri ..?? :)

Anonymous said...

AS aja digertak balik ama Cina ngeper.
UE lagi, biarpun keroyokan (gabungan) tetep aja gak sekuat AS, pasti lebih jiper. Tapi Cina belum gertak balik ke UE kayaknya.

Seandainya para pemimpin Indonesia seperti para pemimpin Cina 1o thn belakangan ini, pasti negara2 lain juga jiper....

jangan kata pencurian pulau, jiplak lagu aja pasti jiper....

Anonymous said...

hahaha... mana ada yang berani melawan komunitas terbesar di dunia ini?Kalau gak salah mereka yang memegang perekonomian dunia. Coba saja lihat, merk yang di Itali harganya setinggi langit, di Cina cuma 1/4 nya... kalau sudah begitu, siapa yang tak melirik mereka.. Salut sama Cina.. Andaikan saja Indonesia punya kebanggaan seperti mereka...