Melongok pasar ikan tahunan Eropa
Mendengar kata pasar ikan, ingatan kita biasanya langsung tertuju pada suatu tempat dimana para pedagang dan pembeli bertemu di suatu tempat yang amis, basah dan terkadang becek. Pedagang menawarkan berbagai macam ikan laut, udang, kerang ataupun kepiting untuk konsumsi langsung ataupun kalau hendak dijual kembali, jumlahnya tidak terlalu besar. Lalu bagaimana dengan pasar ikan tahunan Eropa yang biasa disebut dengan European Seafood Exposition (ESE) ?
Berbeda dengan yang dibayangkan di atas, meskipun menggunakan kata Exposition tetapi ESE sesungguhnya merupakan pasar ikan, yang menghadirkan penjual dan pembeli produk perikanan dari 87 negara. Tempat penjualan merupakan ruang pamer besar di kawasan Heysel, yang sering dipergunakan untuk memamerkan berbagai macam produk lainnya.
Dengan nilai penjualan selama pameran sebesar lebih dari 2 juta euro (US$ 3,2 juta), merupakan pasar ikan terbesar yang menjual beraneka ragam produk perikanan, mulai dari ikan segar, ikan beku, ikan kaleng, produk berbahan baku ikan hingga mesin pengolah. Pedagang yang menjual tidak lagi mengasongkan ikannya, tetapi cukup memperlihatkan sample, katalog produk, tayangan visual dan nama perusahaan.
Melihat pasar perikanan Eropa yang sedemikian besar, beberapa pengusaha Indonesia tidak ketinggalan untuk ikut berpameran. Mereka ikut serta dalam ESE 2008 dibawah koordinasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Sebanyak 8 perusahaan menempati area seluas 100 m2 di hall 11. Sebagian merupakan perusahaan perikanan yang sudah seringkali turut serta dalam ESE, seperti Darma Samudera Fishing milik Bob Hasan, sebagian lagi merupakan perusahaan perikanan yang baru pertama kali ikut pameran di Brussel.
Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, jumlah perusahaan Indonesia yang ikut pameran cenderung menurun. Tahun 2007 lalu ikut serta sekitar 18 perusahaan perikanan dan tahun-tahun sebelumnya diatas 20 perusahaan. Tidak diketahui pasti alasan penurunan jumlah peserta asal Indonesia. Namun diperkirakan akibat ketatnya penerapan standarisasi di UE, dan terdapatnya sejumlah temuan Komisi Eropa mengenai produk perikanan Indonesia yang tidak memenuhi standar UE, sejumlah perusahaan perikanan Indonesia memilih untuk mengurangi produk ekspornya ke Eropa atau kalaupun tetap mengekpor ke Eropa dilakukan lewat negara ketiga.
Mendengar kata pasar ikan, ingatan kita biasanya langsung tertuju pada suatu tempat dimana para pedagang dan pembeli bertemu di suatu tempat yang amis, basah dan terkadang becek. Pedagang menawarkan berbagai macam ikan laut, udang, kerang ataupun kepiting untuk konsumsi langsung ataupun kalau hendak dijual kembali, jumlahnya tidak terlalu besar. Lalu bagaimana dengan pasar ikan tahunan Eropa yang biasa disebut dengan European Seafood Exposition (ESE) ?
Berbeda dengan yang dibayangkan di atas, meskipun menggunakan kata Exposition tetapi ESE sesungguhnya merupakan pasar ikan, yang menghadirkan penjual dan pembeli produk perikanan dari 87 negara. Tempat penjualan merupakan ruang pamer besar di kawasan Heysel, yang sering dipergunakan untuk memamerkan berbagai macam produk lainnya.
Dengan nilai penjualan selama pameran sebesar lebih dari 2 juta euro (US$ 3,2 juta), merupakan pasar ikan terbesar yang menjual beraneka ragam produk perikanan, mulai dari ikan segar, ikan beku, ikan kaleng, produk berbahan baku ikan hingga mesin pengolah. Pedagang yang menjual tidak lagi mengasongkan ikannya, tetapi cukup memperlihatkan sample, katalog produk, tayangan visual dan nama perusahaan.
Melihat pasar perikanan Eropa yang sedemikian besar, beberapa pengusaha Indonesia tidak ketinggalan untuk ikut berpameran. Mereka ikut serta dalam ESE 2008 dibawah koordinasi Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Sebanyak 8 perusahaan menempati area seluas 100 m2 di hall 11. Sebagian merupakan perusahaan perikanan yang sudah seringkali turut serta dalam ESE, seperti Darma Samudera Fishing milik Bob Hasan, sebagian lagi merupakan perusahaan perikanan yang baru pertama kali ikut pameran di Brussel.
Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, jumlah perusahaan Indonesia yang ikut pameran cenderung menurun. Tahun 2007 lalu ikut serta sekitar 18 perusahaan perikanan dan tahun-tahun sebelumnya diatas 20 perusahaan. Tidak diketahui pasti alasan penurunan jumlah peserta asal Indonesia. Namun diperkirakan akibat ketatnya penerapan standarisasi di UE, dan terdapatnya sejumlah temuan Komisi Eropa mengenai produk perikanan Indonesia yang tidak memenuhi standar UE, sejumlah perusahaan perikanan Indonesia memilih untuk mengurangi produk ekspornya ke Eropa atau kalaupun tetap mengekpor ke Eropa dilakukan lewat negara ketiga.
4 comments:
duhh..sayang banget ya. Kok peserta Indonesia bisa drop gitu jumlahnya. Padahal kalau saya jalan ke daerah Timur Indonesia, produksi perikanan mereka itu melimpah ruah. Bahkan ikan tuna yang ada di perairan Maluku SUlawesi Utara termasuk yang terbaik di Dunia. Mungkin sudah saatnya pemda setempat dan pemerintah pusat serius menolehkan perhatian ke masalah perikanan ini. Yaahhh ..daripada ikannya dicuri nelayan asing... hhhh (gemes deh jadinya)
#Mbak Susan: iya sayang sekali. Kuncinya sebenarnya adalah komitmen pemerintah (pusat dan daerah) utk selalu menjaga standar yg diterapkan. Selama ini produk perikanan Indonesia seperti tergadaikan, yg mengambil untung justru negara seperti Singapura. Negara kecil tsb merupakan eksportir ikan air tawar (utk sekedar menyebut salah satu contoh produk), padahal berapa sich penduduk Singapura yg jadi nelayan dan berapa luas wilayah laut/tambak negara tsb? ...
Aduh, bangkitlah Indonesia-ku!
Masa mo ekspor ikan aja ribet banget? Padahal Indonesia kan terkenal dengan ikan lautnya ...
Memang betul, yang beruntung adalah Singapura.Orang Indonesia sulit untuk menerapkan standar agar bisa diekspor (mungkin berpikirnya udah lumayan deh penghasilannya...ga coba untuk meningkatkan kualitas)...dulu pernah cukup bagus, tapi kena isu antibiotik....anehnya kenapa isu itu tak muncul di Singapura ya...padahal kan ikan-ikannya antara lain dari Indonesia.
Post a Comment