21.8.06

17an 2006 di KBRI Brussels (2)

Rasa lega menyelimuti benak panitia, petugas dan masyarakat Indonesia yang datang ke KBRI ketika sepanjang hari cuaca cerah menghiasi rangkaian kegiatan HUT Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2006. Kelegaan yang tampak antara lain diwajah Pak Hussein sang Ketua Panitia, Pak Sjarif yang bertugas sebagai Perwira Upacara, Om Jay (staf KBRI yang berasal dari Bali dan mengaku dapat berperan sebagai pawang hujan) ataupun Ucok (nach yang ini orang Batak yang istrinya ikutan bazaar berjualan bakso Malang), kiranya cukup beralasan karena mengingat selama pekan-pekan terakhir cuaca di Brussel diwarnai oleh curah hujan yang cukup tinggi. Apalagi kegiatan gladi kotor pada tanggal 14 Agustus tidak dapat dilaksanakan sesuai rencana, karena turunnya hujan dan mendung yang menyelimuti sejak pagi hingga petang.

Dukungan cuaca yang bersahabat dan kesiapan panitia menjadikan rangkaian kegiatan dapat berjalan dengan baik dan lancar, termasuk puncak acara kegiatan berupa upacara pengibaran bendera. Sejak pukul 09.00 pagi, staf KBRI, masyarakat dan mahasiswa/pelajar Indonesia di Belgia dengan penuh antusias telah mulai berdatangan untuk mengikuti kegiatan upacara. Bahkan agar tidak tertinggal kegiatan tersebut, masyarakat dan mahasiswa/pelajar Indonesia yang tinggal di luar Brussel, seperti di Antwerpen dan Ghent telah berangkat dari kediamannya sejak pukul 06.30 pagi. Hal ini mengingat bahwa jarak dari kediaman mereka ke KBRI cukup jauh, selain itu pula tanggal 17 Agustus merupakan hari kerja, sehingga mereka khawatir akan mengalami kemacetan.

Tepat pukul 10.00 acara dimulai ketika Komandan Upacara Mayor Airlangga, Pembantu Atase Pertahanan KBRI Den Haag, mulai menyiapkan barisan upacara yang terdiri dari staf KBRI, masyarakat dan mahasiswa/pelajar Indonesia. Sebanyak kurang lebih 200 orang peserta upacara berdiri dan berbaris dengan rapih, siap untuk mengikuti rangkaian kegiatan upacara. Tak lama kemudian Inspektur Upacara, Duta Besar Abdurrachman Mattalitti, memasuki mimbar upacara. Acara kemudian dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih oleh tim paskibra yang beranggotakan 9 orang pelajar. Setelah mendengarkan dentuman ”meriam” sebanyak 17 kali, yang menandai peringatan detik-detik proklamasi, acara diteruskan dengan pembacaan naskah teks Proklamasi oleh Pak Iljas Hediarto dan Pembukaan UUD 1945 oleh saya sendiri.

Sebelum mengakhiri kegiatan upacara, Inspektur Upacara menyampaikan sambutannya yang antara lain mengajak seluruh peserta upacara merefleksikan kembali sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Para peserta upacara juga diajak untuk memperkuat semangat kebangsaan dan kebersamaan yang lebih kokoh dan membangun rasa saling percaya dengan ketegaran dan kepercayaan diri yang tinggi. Dimana hal tersebut diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia. Untuk sambutan ini saya tidak mempunyai komentar, hanya saja saya mendengar keluhan dari beberapa peserta upacara yang menilai sambutan dubes kepanjangan, selain itu tidak ada sedikit pun terjemahan untuk peserta upacara yang bukan orang Indonesia.

Selesai kegiatan upacara, kegiatan tambahan yang pertama ditampilkan adalah menyanyikan lagu-lagu perjuangan oleh kelompok aubade anak-anak Indonesia. Penampilan kelompok aubade anak-anak ini sangat menarik perhatian karena dengan kepolosannya, anak-anak tersebut menyanyikan lagu-lagu perjuangan seperti berkibarlah benderaku, hari merdeka, dari Sabang sampai Merauke, Indonesia Pusaka dan dirgahayu Indonesiaku. Dengan penuh semangat mereka menyanyikan lagu-lagu perjuangan tersebut, meski banyak dari mereka yang tidak mengerti maknanya.

Tak kenal maka tak sayang, begitu kata pepatah. Bagi saya, kegiatan kelompok aubade anak-anak ini sangat bagus sebagai upaya sejak dini untuk mengenalkan dan membangun semangat kebangsaan melalui lagu-lagu perjuangan. apalagi mengingat sebagian besar anak-anak Indonesia tersebut dibesarkan di luar negeri dan memperoleh pendidikan setempat, yang tentu saja berbeda dengan pendidikan di tanah air. Akan tetapi sangat disayangkan maksud baik tersebut tampaknya tidak dipahami dengan baik oleh beberapa orang tua yang enggan mendorong anak-anaknya untuk berpatisipasi dalam kelompok aubade. Alasannya pun terdengar sederhana sekali: "lagu-lagu yang dinyanyikan sama seperti tahun lalu". Wah .. wah, kalau memang sama, usulkan dong agar lagunya diganti biar lebih bervariasi, bukan lantas begitu saja mengikuti keinginan si anak untuk tidak ikut aubade.

Selain mendengarkan nyanyian lagu-lagu perjuangan, selesai kegiatan upacara kegiatan dilanjutkan dengan pembagian hadiah bagi pemenang kegiatan olah raga, bazaar dan hiburan. Pada saat kegiatan pembagian hadiah olah raga, salah satu pemenang yang sangat berbahagia adalah Ketua Panitia HUT RI tahun ini, Pak Hussein dan Ibu Ina dari Fungsi Penerangan KBRI. Mereka berdua sangat senang karena menjadi juara pertama gaple. Dengan menjadi juara, membuktikan bahwa pengalaman dan latihan-latihan individual yang mereka jalani baik saat ikut bis jemputan, naik KA Jabotabek ataupun saat ronda malam sangat mendorong keberhasilan untuk menumbangkan jawara gaple lainnya.

Kegiatan bazaar dan hiburan pun tidak kalah serunya. Pada bazaar tahun ini, yang pesertanya dibatasi hanya 18 peserta (karena keterbatasan tempat), para pengunjung yang jumlahnya semakin banyak pada saat jam makan siang, dimanjakan dengan sejumlah makanan khas berbagai daerah di tanah air seperti siomay, gudeg yogya, bakso malang, sate madura, soto ayam, mpek-mpek palembang, gado-gado ataupun otak-otak ikan.

Bagi saya kesempatan ini dipergunakan untuk berburu makanan khas yang sudah lama tidak dicicipi atau jarang muncul seperti otak-otak ikan dan sate madura. Untuk otak-otak ikan, walau menurut saya masih kurang rasa cukanya, tapi secara keseluruhan masih okelah rasanya. Namun untuk sate madura, saya agak kecewa karena tidak berhasil menemukan cita rasa yang pas seperti sate madura yang dijajakan di tanah air. Bumbu kacangnya hambar, demikian pula sambal kecapnya tidak jelas rasanya. Yang membuat saya lebih kecewa juga adalah sate yang dijual (ayam) ternyata beli jadi di supermarket, bukan olahan sendiri. Padahal semestinya si pedagang (yang katanya orang Madura) bisa lebih kreatif dengan membuat racikan sendiri. Yang agak lumayan adalah si pedagang tersebut memakai kaos garis-garis seperti pedagangan sate madura sungguhan. Meskipun ya .. tetap saja tidak ada hubungannya dengan rasa sate yang dijual.

Pada acara hiburan, ditampilkan kesenian tari tradisional yang ditarikan oleh pelajar dan anggota masyarakat Indonesia yang berdiam di Belgia dan atraksi pencak silat oleh kelompok pencak silat masyarakat Belgia di Liege. Selain itu ditampilkan kelompok musik rayuan yang dimotori Yulinar dari Belanda. Acara ini cukup sukses untuk lebih mengenalkan seni dan budaya Indonesia di Belgia. Acara ini juga cukup sukses menghibur masyarakat Indonesia yang hadir. Masyarakat tampaknya merasa terhibur dengan sajian musik yang mendorong untuk berdangdut dan berpoco-poco ria. Bahkan bule-bule pun, yang diantaranya beristrikan wanita Indonesia, tidak mau kalah untuk bergoyang untuk menyemarakkan suasana. Saking asyik dan terlenanya hadiran dalam berdangdut dan berpoco-poco, hingga tak terasa waktu sudah menjelang pukul 18.00. Maka dengan berat hati Pak Ketua Panitia menutup kegiatan acara hiburan dan berharap dapat bertemu lagi dalam acara yang lebih semarak di tahun mendatang. Merdeka!!!

3 comments:

Anonymous said...

acara 17 di kbri brussel lebih oke nih. di tempat saya kayaknya pas-pasan aje hik :)-antz-

Anonymous said...

Dear mas Aris,

Wah, terima kasih liputannya, saya jadi bernostalgia
suasana 'pesta rakyat' seusai upacara penaikan
bendera. Saya banyangkan tentunya meriah seperti dulu,
apalagi ada sejumlah makanan yang menggoda
selera.Bagaimana dengan baksonya Zaim serta pempeknya
bu Made ? Masih laris ?

Memang benar lagu aubade perlu pembaharuan di masa
mendatang, supaya tidak bosan yang mendengarkan.
Bayangkan, anak-anak saya 4 tahun berturut-turut
menyanyikan lagu yang sama. Adi sempat berkomentar
waktu itu, koq lagunya sama. Sekedar info, lagu-lagu
aubade di istana tahun ini banyak berubah apalagi
aransemennya yang lebih full orchestra dengan
conductor Dwiki Darmawan.

Mungkin bisa dipertimbangkan,agar partisipasi anggota
warga masyarakat Indonesia dalam mengisi acara
kesenian dapat lebih banyak. Jauh-jauh hari mereka
sudah diberi tahu, sehingga bisa mempersiapkan diri
secara lebih baik. Saya lihat potensi mereka ada,
hanya perlu perhatian dan pembinaan yang lebih
intensif. Dengan demikian, bisa kita hindari
'pengulangan acara hiburan' seperti tahun-tahun
sebelumnya. Tentu saja ini tugas bagian diplomasi
publik, bukan !

Ada baiknya, perlombaan anak-anak dipertandingkan
seusai upacara, sehingga bisa diikuti lebih banyak
lagi peserta anggota masyarakat. Tentunya akan jauh
lebih meriah. Sehingga bisa dihindari kesan, kalau
pemenangnya orang-orangnya itu-itu juga.

Sekian dulu mas komentar saya. Salam buat keluarga dan
temans semua. Wass.


widyarka ryananta

Anonymous said...

Her, thanks atas liputannya. Cukup menjadi obat pelepas kangen terhadap Brussel dan KBRI. Kok fotonya dikit amat? Justru dengan foto2 itu kita bisa lepas kangen kan? Dari sajian foto2, kok gak ada foto Inspektur Upacara dan barisan kehormatan yang berdiri di depan? Aku mencium ada aroma "sentimen struktural" nih, hehehehe. Ok Her, keep it up. Good luck dan sukses.
Salam,
D.Djumala