19.9.10

Mata-mata Israel di Bumi Cinta

Sebuah jaringan clandestein organisasi intelijen Israel, Mossad, yang berkedudukan di Moskow, Rusia, merencanakan sebuah aksi pengeboman di sebuah hotel yang terletak pusat keramaian kota. Dalam aksi pengemboman ini diskenariokan bahwa pelakunya adalah seorang muslim berhaluan keras. Tujuannya untuk memperburuk citra Islam di mata dunia dan lebih memudahkan perjuangan kaum Yahudi di Palestina.

Untuk menjalankan skenario tersebut, agen-agen intelijen Mossad di Moskow dibawah pimpinan Ben Solomon telah menyepakati bahwa orang Islam yang akan dijadikan kambing hitam adalah Mohammad Ayyas, seorang mahasiswa pasca sarjana asal Indonesia yang sedang melakukan penelitian mengenai Islam di Rusia.

Ayyas dipilih sebagai calon korban karena selain seorang muslim yang taat, secara kebetulan ia tinggal satu apartemen dengan salah satu agen Mossad yang cantik jelita bernama Lorna. Kebersamaan dalam satu apartemen memudahkan Ben Solomon dan kelompoknya mempersiapkan jebakan bagi Ayyas. Lewat Lorna, yang secara diam-diam memasang kamera tersembunyi di kamar Ayyas, setiap gerakan Ayyas dapat dipantau dan direkam. Selain itu Lorna pun dapat dengan mudah menyusupkan bahan pembuat bom di kamar Ayyas sebagai barang bukti yang memperkuat kesan bahwa Ayyas lah pelakunya.

Untuk mematangkan aksinya, Ben Solomon dan kawan-kawan juga mengkondisikan segala sesuatunya, misalnya menampilkan kehadiran Ayyas palsu di hotel (yang dibuat berdasarkan rekaman yang dibuat Lorna) serta menjalin hubungan dengan pihak keamanan dan kalangan media Rusia. Sehingga ketika peledakan terjadi, tidak lama kemudian pihak keamanan Rusia bisa langsung menuding Ayyas sebagai pelakunya dan media langsung memberitakan bahwa gerakan teroris muslim lah yang berada dibalik aksi pengeboman.

Dengan segala jebakan yang telah tersusun rapih tersebut, apakah Ayyas mampu lolos dan terhindar dari marabahaya yang mengancamnya? Apakah Ayyas akhirnya mengetahui jika Lorna yang tinggal satu apartemen dengannya ternyata agen dinas rahasia Mossad? Sebagai orang bujangan, apakah Ayyas juga mampu menghindarkan diri godaan Lorna yang jelita dan seksi? Dan pertanyaan yang juga tidak kalah pentingnya adalah apakah Ayyas mampu menyelesaikan penelitiannya dengan baik?

Semua pertanyaan di atas tentu saja memerlukan jawaban. Dan jawaban untuk semua pertanyaan itu terdapat dalam novel karya Habiburrahman El Shirazy “Bumi Cinta”. Novel ini merupakan karya terbaru Habiburrahman El Shirazy (HES), setelah dua novelnya terdahulu “Ayat-ayat Cinta (AAC)” dan “Ketika Cinta Bertasbih (KCB)” (keduanya sudah difilmkan dengan judul yang sama).

Seperti kedua novelnya terdahulu, dalam novelnya kali ini HES kembali mengeluarkan resep yang lazimnya dijumpai dalam novel dan film spionase khas James Bond 007 yaitu sang tokoh utama tampil dikelilingi wanita-wanita cantik di sekitarnya. Jika dalam novel dan film James Bond tokohnya utamanya adalah sosok agen rahasia Inggris yang tampan, maka dalam novel-novel HES tokoh utamanya adalah sosok pemuda muslim Indonesia yang pintar dan alim serta ulet. Tidak ada yang keliru dengan pemilihan resep ini karena bagaimanapun tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel-novel HES hanyalah medium untuk meneruskan pesan moral yang ingin disampaikannya.

Dalam AAC kita dapat melihat bahwa Fahri sang tokoh utama adalah pemuda muslim Indonesia yang sedang belajar di Kairo Mesir. Fahri digambarkan sebagai pemuda yang alim dan disukai banyak sahabat wanitanya. Beberapa wanita cantik yang berada di sekitar Fahri adalah Nurul, Noura, Aisha dan Maria Girgis. Sedangkan dalam KCB tokoh utamanya adalah Azzam seorang pemuda muslim Indonesia yang juga sedang belajar di Kairo, Mesir, yang selain pintar dan alim juga ulet dalam berusaha dengan berjualan tempe. Bahkan karena keuletannya berjualan tempe, Azzam mampu membiayai sekolah adik-adiknya di Indonesia. Dalam kehidupan kesehariannya, tokoh Azzam setidaknya dikelilingi tiga wanita cantik Anna, Elliana, dan Husna.

Yang membedakan antara AAC dan KCB dengan Bumi Cinta adalah lokasi cerita yang tidak lagi di Kairo tetapi di ibukota Rusia, Moskow. Tokoh utama dalam Bumi Cinta adalah Ayyas, seorang pemuda muslim Indonesia yang sedang menempuh pendidikan S-2 di New Delhi, India dan berada di Moskow atas permintaan pembimbingnya guna melakukan penelitian bagi penulisan tesisnya mengenai Islam di Rusia. Perbedaan lainnya adalah wanita-wanita cantik yang hadir di sekeliling tokoh utama adalah wanita-wanita bule non-muslim. Sehingga jangan dibayangkan jika wanita-wanita cantik dalam Bumi Cinta mengenakan jilbab sejak awal seperti dalam AAC dan KCB.

Pilihan Rusia sebagai setting cerita menurut saya merupakan pilihan yang cerdas dari penulisnya dalam menggabungkan latar belakang komunisme Rusia dengan syiar agama Islam. Apalagi bukan merupakan suatu rahasia jika sebagai mbahnya komunis, negeri beruang merah tersebut tidak terlalu menaruh hormat kepada ajaran-ajaran agama. Dan bagi Indonesia sendiri ajaran komunisme masih memiliki trauma yang berkepanjangan pasca pemberontakan G30S/PKI.

Bagi tokoh utamanya sendiri, kondisi Rusia yang komunis dan kebebasan pasca runtuhnya Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) menjadi tantangan tersendiri. Runtuhnya PKUS selain memporakporandakan Uni Soviet, juga menjadikan masyarakat Rusia kehilangan kendali dan berusaha mengekspresikan kebebasan sebebas-bebasnya termasuk dalam kehidupan seksual. Hal ini antara lain terlihat dari data pengakses situs porno di internet yang ternyata berasal dari Rusia. Selain itu pasangan kumpul kebo juga sangat banyak jumlahnya. Di tengah kondisi seperti ini Ayyas harus berjuang keras menghadapi godaan wanita-wanita cantik seperti Yelena, Linor dan Anastasia.

Cerita menjadi semakin menarik karena seperti telah disinggung di awal tulisan ini, HES mengikutsertakan keterlibatan Yahudi yang selalu ingin mendiskreditkan umat muslim di seluruh dunia. Meski tidak diceritakan secara detail operasi intelijen Mossad, kecuali yang terkait dengan Ayyas, pembaca dapat mengikuti bagaimana suatu operasi intelijen dijalankan, khususnya dalam menjebak calon korbannya. Tidak sampai disitu, HES pun menceritakan pergolakan bathin Lorna sebagai mata-mata Israel melawan Palestina dan pada bagian akhir terdapat kejutan-kejutan yang mungkin tidak diduga oleh pembacanya.

Hal lain yang juga menarik dari novel ini adalah cara HES menggambarkan detail kota Moskow dengan baik. Sehingga tidak terasa pembaca seolah sedang berada di kota tersebut. Salah satu tempat yang digambarkan dengan detail adalah suasana stasiun kereta bawah tanah yang sangat terkenal di Moskow. Berbeda dengan berbagai stasiun kereta bawah tanah di Eropa, stasiun kereta bawah tanah di Rusia bukan hanya bersifat fungsional tetapi juga sebagai show room karya seni. Stasiun dibangun dengan material kelas satu yang didatangkan dari berbagai tempat di dunia, misalnya untuk marmernya secara khusus didatangkan dari Italia. Sehingga ketika berada di stasiun kita seolah berada di bawah museum bawah tanah. Hal ini saya rasakan sendiri ketika berkunjung ke Moskow beberapa waktu yang lalu, rasanya saya ingin berlama-lama di stasiun kereta api yang kokoh dan berada di kedalaman sekitar 70 meter dibawah permukaan tanah.

Secara keseluruhan novel ini sangat menarik. Selain diajak mengenal kota Moskow, pembaca juga diajak membangun jiwa lewat percakapan-pecakapan bernas antar tokoh-tokohnya dan contoh-contoh yang digambarkan dalam novel tersebut. Ach rasanya sudah tidak sabar untuk menyaksikan versi layar lebarnya dan melihat apakah visualisasinya seindah novelnya.

1 comment:

seno said...

kalo di DKI JKTA ada stasiun bawah tanah takutnya ambles