30.4.10

Diplomasi Musik 60 Tahun Hubungan Indonesia-Filipina

Musik merupakan sesuatu yang indah dan memiliki sifat universal. Melalui musik seseorang dapat mengekspresikan segala perasaan yang tidak dapat disampaikan lewat kata-kata. Musik dapat dinikmati dengan penuh kebebasan, tanpa dibatasi jarak dan waktu. Lewat musik seseorang bisa menghibur orang lain dan lewat musik pula seseorang dapat membina hubungan baik.

Memahami hal tersebut di atas, Kedutaan Besar Filipina di Jakarta menggelar acara “An Evening of Philippine Strings with Alfonso Bolipata & the Pundaquit Virtuosi” di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), 29 April 2010. Acara yang digelar guna memperingati 60 tahun hubungan Indonesia-Filipina, yang jatuh pada tanggal 24 Nopember 2009, menghadirkan Alfonso Bolipata, seorang violis ternama Filipina yang juga pendiri dan pemimpin Kelompok Paduan Alat Musik Gesek Pundaquit Virtuosi.

Mengawali pertunjukkan, diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia dan Filipina yaitu Indonesia Raya dan Lupang Hinirang. Kemudian secara bergantian Duta Besar Filipina untuk Indonesia, H.E. Vidal Erpe Querol dan Direktur Jenderal Asia Pasifik Kementerian Luar Negeri (Dirjen Aspasaf Kemlu) RI, M. Hamzah Thayeb menyampaikan sambutannya.

Dalam sambutannya, Duta Besar Querol mengemukakan bahwa penyelenggaraan pertunjukkan musik klasik di GKJ merupakan bagian dari upaya untuk lebih meningkatkan kontak dan komunikasi antara anggota masyarakat kedua negara (people to people contact) lewat seni musik. Di pilihnya Alfonso Bolipata karena selain yang bersangkutan merupakan salah satu artis terkemuka Filipina, ia juga seorang aktivitis pemberdayaan masyarakat yang berhasil mengembangkan Pundaquit Virtuosi.

Menanggapi apa yang disampaikan Duta Besar Querol tersebut, Dirjen Aspasaf Kemlu RI menyambut baik kegiatan yang diselenggarakan Kedutaan Besar Filipina sebagai suatu implementasi dari kalimat bijak yang berbunyi “When words fail, music speaks”. Musik bisa menjadi instrumen pengganti percakapan verbal. Dalam dunia diplomasi, musik bisa menjadi instrumen yang bisa mewarnai dinamika hubungan antar negara.

Di nomor pembuka, Alfonso Bolipata dan Pundaquit Virtousi memainkan “concerto for 4 violins”, karya terbaik Antonio Vivaldi yang diciptakan pada tahun 1723. Di nomor perdana ini penonton langsung dihanyutkan oleh alunan dan keindahan gesekan violin dan kombinasi cello anggota Pundaqui Virtuosi yang malam itu berjumlah 14 orang. Penonton pun semakin terhanyut ketika pada nomor-nomor selanjutnya Alfonso Bolipata dan Pundaquit Virtuosi semakin memperlihatkan keterpaduan dalam memainkan alat music geseknya, terutama saat memainkan “Double Concero, 1st Movement” karya Johan Sebastian Bach.

Secara keseluruhan apa yang ditampilkan Alfonso Bolipata dan Pundaquit Virtuosi cukup apik dan enak didengar, bahkan bagi orang yang awam musik klasik seperti saya. Apresiasi layak diberikan kepada mereka dan Kedutaan Besar Filipina di Jakarta yang telah mengedepankan penampilan musik klasik dibanding musik tradisional mereka. Ini bukan kali pertama Kedutaan Besar Filipina menghadirkan musik klasik dalam kegiatan diplomasinya. Beberapa waktu sebelumnya dan dalam beberapa kesempatan menghadiri undangan Kedutaan Besar Filipina saat saya bertugas di Brussel, mereka pun selalu konsisten menampilkan pertunjukkan musik klasik baik berupa konser mini ataupun penampilan kelompok paduan suara.

Kedutaan-kedutaan Besar Filipina di luar negeri tampaknya memiliki pandangan sama bahwa musik klasik dapat lebih diterima oleh sebagian besar masyarakat dimana Kedutaan Besarnya berada, terutama masyarakat menengah ke atas. Disini Kedutaan Besar Filipina terlihat telah dengan tegas menetapkan kelompok masyarakat yang dibidik untuk melakukan P to P contact. Sementara itu dari segi pembiayaan, mendatangkan rombongan musisi klasik atau paduan suara akan lebih efisien karena tidak direpotkan dengan perangkat musik yang beragam dan berat.

Bagaimana dengan Indonesia? Sejauh ini Indonesia memiliki pendekatan yang berbeda dengan Filipina. Jika Filipina sudah mulai dengan diplomasi musik, maka Indonesia masih tetap dengan diplomasi budaya dalam arti luas, dimana musik hanyalah satu dari sekian instrumen diplomasi budaya. Sesuatu yang wajar saja mengingat Indonesia banyak memiliki keragaman budaya yang perlu diperkenalkan ke dunia internasional. Namun kalau saja mau memfokuskan pada kegiatan diplomasi musik, maka berbagai Kelompok Musik Orkestra ataupun kelompok-kelompok paduan suara di Indonesia dapat diikutsertakan dalam mempromosikan Indonesia di fora internasional.

Persoalannya sekarang adalah kalau Filipina telah memilih diplomasi musik klasiknya, apakah Indonesia juga perlu melakukan diplomasi musik atau cukup diplomasi budaya saja? Bagaimana menurut anda?


4 comments:

Ambon Kaart said...

Menurut pendapat pribadi saya sih, diplomasi musik yang dijalankan Indonesia masih dikomandoi swasta atau perguruan tinggi; sepertinya pemerintah mempunyai keengganan menjalankan diplomasi jenis ini. Mungkin karena pemerintah lebih concern menampilkan sesuatu yang "asli Indonesia", ketimbang musik klasik atau paduan suara yang "asli Eropa." Sebuah persepsi yang patut dipatahkan oleh karena banyaknya komposisi musik dan nyanyian indah hasil karya anak bangsa.

Dari Kemlu sendiri bagaimana Mas?

Aris Heru Utomo said...

@Ambon Kaart, Kemlu sangat mendukung dan memfasilitasi berbagai inisiatif P to P contact. Dalam beberapa kesempatan beberapa Perwakilan RI telah mengadakan konser2 klasik, baik tunggal maupun group, bahkan di Eropa yg merupakan tempat kelahiran musik klasik.

Ambon Kaart said...

Oya? Woow, baguslah kalau ternyata saya salah. Hehehehe. Semoga diplomasi musik Indonesia terus berlanjut :)

fajargoth said...

salam kenal...
artikelnya menarik sekali gan...
senang gw bisa berjunjung ke blog agan ini :)

ditunggu kunjungan baliknya ya :)