Cerita tentang dunia intelijen cenderung membetot perhatian banyak orang. Tengok saja film-film James Bond yang umumnya box office atau cerita mengenai organisasi intelijen Israel Mossad yang pernah menjadi best seller pada masanya.
Menyadari keingintahuan banyak orang tentang dunia intelijen, dengan cerdik Kang Pepih Nugraha, administrator Kompasiana, menyatukan tulisan-tulisan Pak Prayitno Ramelan yang berlatarbelakang intelijen di blog Kompasiana dalam sebuah buku dengan judul menggelitik “Intelijen Bertawaf: Teroris Malaysia dalam Kupasan”. Bagaimana tidak menggelitik, cerita tentang intelijen saja sudah merangsang keingintahuan, apalagi kemudian dibubuhi kata “tawaf” yang merupakan ritual umat muslim mengelilingi Kabah.
Resminya hari ini 5 Desember 2009 buku Intelijen Bertawaf akan diluncurkan di Apartemen Essence, Jalan Darmawangsa XI. Namun belum lagi buku ini beredar, berbagai pertanyaan dan analisis sudah mengemuka dalam berbagai tulisan di blog. Ada pembaca yang mempertanyakan mengenai etika mengaitkan tawaf dengan terorisme. Ada juga seorang pendesain grafis yang menafsirkan pemilihan huruf tawaf berwarna merah darah sebagai imej yang menakutkan. Sehingga tercitrakan suatu tawaf yang berdarah-darah dan menakutkan.
Sah-sah saja dan tidak ada yang keliru jika ada pemerhati, yang meskipun menurut pengakuannya belum membaca buku ini, mempertanyakan dan menafsirkan judul buku Pak Pray seperti di atas. Bagi saya yang menarik justru adalah keberhasilan dan kepiawaian Kang Pepih dalam memilih judul buku dari sekitar 30-an judul tulisan Prayitno Ramelan yang diterbitkan kali ini dan membuat calon pembacanya penasaran. Sama seperti halnya judul buku Chappy Hakim “Cat Rambut Orang Yahudi” yang merupakan gabungan dari 2 buah tulisan Pak Chappy di Kompasiana, judul buku ini juga diambil dari beberapa tulisan Prayitno Ramelan di Kompasiana yaitu “Intelijen Bertawaf, Session 1 dan 2 (diunggah 10 dan 11 Agustus 2009) dan “Awas, Teroris Dilepas Di Malaysia (diunggah 26 September 2009).
Seperti diungkapkan sendiri oleh Penulis dalam kesempatan bincang-bincang di rumahnya, sebetulnya ada sekitar 200 tulisan beliau di Kompasiana. Selain topik tentang intelijen, yang sesuai dengan latar belakangnya sebagai mantan Kepala Dinas Pengamanan dan Sandi TNI AU, terdapat pula topik tentang partai politik yang telah dipilih untuk diterbitkan. Namun oleh penerbit Grasindo dipandang perlu untuk memisahkannya, agar perhatian lebih terfokus.
Kembali ke soal Intelijen bertawaf, apa hubungan antara tawaf dan Intelijen? Kenapa intelijen harus bertawaf? Dalam tulisannya di Kompasiana tanggal 10 Agustus 2009, penulisnya bilang begini, hakikat tawaf adalah “gerak.” yang teratur dan terstruktur, baik yang sudah menjadi ketentuan Tuhan, seperti gerak jagad raya, maupun yang masih bisa ditentukan oleh manusia sendiri. Dengan bertawaf, dunia intelijen bisa bergerak teratur dan terstrukutr dalam menjaga dan memberi rasa aman dan nyaman ke masyarakat. Untuk itu, intelijen bahkan harus lebih pro aktif bertawaf. Saat ini masalah yang menghantui sisi keamanan adalah teror bom, Fungsi intelijen, untuk menangkal beberapa ancaman, harus terfokus pada manajemen dan proses pengelolaan inteljien pada tiga isu kunci yaitu pertama, pola penggalangan; kedua, komando, kendali dan koordinasi dan ketiga, ketiga aplikasi teknologi.
Ditambahkan oleh si penulis buku bahwa bila Intelijen bertawaf (dalam arti memanfaatkan pola penggalan sistematis dan terstruktur) ketahanan moral dan mental bangsa Indonesia akan semakin kuat. Semua pihak akan menjadi “indra” sebagai komponen sistem pertahanan rakyat semesta. Dengan kondisi ideal ini, tidak akan ada lagi celah persembunyian bagi para teroris.
Dengan penjelasan gamblang seperti yang dikemukakan si penulis tersebut di atas, mungkin rasa penasaran terhadap buku Intelijen Bertawaf dapat dialihkan ke pertanyaan bagaimana intelijen akhirnya bertawaf dalam praktik yang sesungguhnya di masyarakat? Apakah ancaman rasa aman dan nyaman hanya berasal dari tindak terorisme ? Bukankah ketidak adilan hukum dan kisruh antar lembaga penegak hukum misalnya, juga menyebabkan hilangnya rasa aman dan nyaman di masyarakat? Bisakah hal-hal semacam itu membuat intelijen bertawaf?
Jawabannya mungkin bisa kita temukan (dan mungkin tidak) dalam acara peluncuran buku tersebut yang rencananya akan dihadiri banyak tokoh penting. Selain Mantan Kepala Badan Intelijen Negara A.M Hendropriyono dan Mantan KASAU Chappy Hakim yang hadir sebagai pembahas buku, rencananya akan hadir pula Menkopolhukam Marsekal (Purn) Djoko Suyanto, KSAU Marsekal Imam Sufaat, Kabareskrim Polri Ito Sumardi, Pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto, mantan petinggi-petinggi TNI dan tentu saja para blogger Kompasiana. Terdengar kabar pula kalau beberapa menteri kemungkinan juga akan hadir sebagai teman penulis.
Akan sangat menyenangkan melihat para tokoh nasional bertawaf di Essence dan mendengarkan suara merdu Yuni Shara. Saya sendiri merasa senang bisa bantu-bantu Pak Prayitno Ramelan sebagai Ketua tidak resmi dalam perhelatan ini dan berharap acara Sabtu ini berjalan lancar. Harapan lebih lanjut tentu saja, selain buku Intelijen Bertawaf laris di pasaran, para blogger juga bisa tertular semangat beliau dalam menulis yang baik dan benar serta bermanfaat bagi banyak orang. Siapa tahu ada penerbit yang melirik tulisan-tulisan kita, sehingga bisa menerbitkan buku seperti Pak Prayitno Ramelan.
Menyadari keingintahuan banyak orang tentang dunia intelijen, dengan cerdik Kang Pepih Nugraha, administrator Kompasiana, menyatukan tulisan-tulisan Pak Prayitno Ramelan yang berlatarbelakang intelijen di blog Kompasiana dalam sebuah buku dengan judul menggelitik “Intelijen Bertawaf: Teroris Malaysia dalam Kupasan”. Bagaimana tidak menggelitik, cerita tentang intelijen saja sudah merangsang keingintahuan, apalagi kemudian dibubuhi kata “tawaf” yang merupakan ritual umat muslim mengelilingi Kabah.
Resminya hari ini 5 Desember 2009 buku Intelijen Bertawaf akan diluncurkan di Apartemen Essence, Jalan Darmawangsa XI. Namun belum lagi buku ini beredar, berbagai pertanyaan dan analisis sudah mengemuka dalam berbagai tulisan di blog. Ada pembaca yang mempertanyakan mengenai etika mengaitkan tawaf dengan terorisme. Ada juga seorang pendesain grafis yang menafsirkan pemilihan huruf tawaf berwarna merah darah sebagai imej yang menakutkan. Sehingga tercitrakan suatu tawaf yang berdarah-darah dan menakutkan.
Sah-sah saja dan tidak ada yang keliru jika ada pemerhati, yang meskipun menurut pengakuannya belum membaca buku ini, mempertanyakan dan menafsirkan judul buku Pak Pray seperti di atas. Bagi saya yang menarik justru adalah keberhasilan dan kepiawaian Kang Pepih dalam memilih judul buku dari sekitar 30-an judul tulisan Prayitno Ramelan yang diterbitkan kali ini dan membuat calon pembacanya penasaran. Sama seperti halnya judul buku Chappy Hakim “Cat Rambut Orang Yahudi” yang merupakan gabungan dari 2 buah tulisan Pak Chappy di Kompasiana, judul buku ini juga diambil dari beberapa tulisan Prayitno Ramelan di Kompasiana yaitu “Intelijen Bertawaf, Session 1 dan 2 (diunggah 10 dan 11 Agustus 2009) dan “Awas, Teroris Dilepas Di Malaysia (diunggah 26 September 2009).
Seperti diungkapkan sendiri oleh Penulis dalam kesempatan bincang-bincang di rumahnya, sebetulnya ada sekitar 200 tulisan beliau di Kompasiana. Selain topik tentang intelijen, yang sesuai dengan latar belakangnya sebagai mantan Kepala Dinas Pengamanan dan Sandi TNI AU, terdapat pula topik tentang partai politik yang telah dipilih untuk diterbitkan. Namun oleh penerbit Grasindo dipandang perlu untuk memisahkannya, agar perhatian lebih terfokus.
Kembali ke soal Intelijen bertawaf, apa hubungan antara tawaf dan Intelijen? Kenapa intelijen harus bertawaf? Dalam tulisannya di Kompasiana tanggal 10 Agustus 2009, penulisnya bilang begini, hakikat tawaf adalah “gerak.” yang teratur dan terstruktur, baik yang sudah menjadi ketentuan Tuhan, seperti gerak jagad raya, maupun yang masih bisa ditentukan oleh manusia sendiri. Dengan bertawaf, dunia intelijen bisa bergerak teratur dan terstrukutr dalam menjaga dan memberi rasa aman dan nyaman ke masyarakat. Untuk itu, intelijen bahkan harus lebih pro aktif bertawaf. Saat ini masalah yang menghantui sisi keamanan adalah teror bom, Fungsi intelijen, untuk menangkal beberapa ancaman, harus terfokus pada manajemen dan proses pengelolaan inteljien pada tiga isu kunci yaitu pertama, pola penggalangan; kedua, komando, kendali dan koordinasi dan ketiga, ketiga aplikasi teknologi.
Ditambahkan oleh si penulis buku bahwa bila Intelijen bertawaf (dalam arti memanfaatkan pola penggalan sistematis dan terstruktur) ketahanan moral dan mental bangsa Indonesia akan semakin kuat. Semua pihak akan menjadi “indra” sebagai komponen sistem pertahanan rakyat semesta. Dengan kondisi ideal ini, tidak akan ada lagi celah persembunyian bagi para teroris.
Dengan penjelasan gamblang seperti yang dikemukakan si penulis tersebut di atas, mungkin rasa penasaran terhadap buku Intelijen Bertawaf dapat dialihkan ke pertanyaan bagaimana intelijen akhirnya bertawaf dalam praktik yang sesungguhnya di masyarakat? Apakah ancaman rasa aman dan nyaman hanya berasal dari tindak terorisme ? Bukankah ketidak adilan hukum dan kisruh antar lembaga penegak hukum misalnya, juga menyebabkan hilangnya rasa aman dan nyaman di masyarakat? Bisakah hal-hal semacam itu membuat intelijen bertawaf?
Jawabannya mungkin bisa kita temukan (dan mungkin tidak) dalam acara peluncuran buku tersebut yang rencananya akan dihadiri banyak tokoh penting. Selain Mantan Kepala Badan Intelijen Negara A.M Hendropriyono dan Mantan KASAU Chappy Hakim yang hadir sebagai pembahas buku, rencananya akan hadir pula Menkopolhukam Marsekal (Purn) Djoko Suyanto, KSAU Marsekal Imam Sufaat, Kabareskrim Polri Ito Sumardi, Pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto, mantan petinggi-petinggi TNI dan tentu saja para blogger Kompasiana. Terdengar kabar pula kalau beberapa menteri kemungkinan juga akan hadir sebagai teman penulis.
Akan sangat menyenangkan melihat para tokoh nasional bertawaf di Essence dan mendengarkan suara merdu Yuni Shara. Saya sendiri merasa senang bisa bantu-bantu Pak Prayitno Ramelan sebagai Ketua tidak resmi dalam perhelatan ini dan berharap acara Sabtu ini berjalan lancar. Harapan lebih lanjut tentu saja, selain buku Intelijen Bertawaf laris di pasaran, para blogger juga bisa tertular semangat beliau dalam menulis yang baik dan benar serta bermanfaat bagi banyak orang. Siapa tahu ada penerbit yang melirik tulisan-tulisan kita, sehingga bisa menerbitkan buku seperti Pak Prayitno Ramelan.
3 comments:
menarik artikelnya bang,,.
mohon bimbingan(lho,,.)
cuman mau nanya:
harga itu buku, mahal tidak?
susah sekali untuk membeli buku bagus (berdasarkan review diatas, buku ini pasti bagus) di Indonesia. Tak heran, jika banyak orang Indonesia yg SDMnya masih rendah, termasuk saya :(
@Indra, ayo beli bukunya ...
@torasham, buku tsb harganya rp. 50 ribu. kalau beli online lewat gramedia kayaknya adanya diskon 10-20%. Insya Allah gak bakalan kecewa, tulisan blogger dibukukan ... mantab
Post a Comment