10.4.09

KPU Tanggung Dosa Golput Kategori Dua

PhotobucketApa yang saya khawatirkan sebelumnya ternyata menjadi kenyataan. Hingga hari akhir menjelang pencontrengan, saya dan istri tidak mendapatkan surat undangan untuk memilih. Ibu Ketua RT yang dulu mendata nama kami berdua pun tidak pernah menjelaskan kenapa kami tidak mendapatkan surat undangan.

Namun dengan semangat 45 dan keinginan untuk tidak golput, di hari pemilihan saya mendatangi 3 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ada di lingkungan kami di Perumahan Persada Kemala, Jaka Sempurna, Bekasi Barat. Berharap bahwa nama kami tercantum di salah satu Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS yang ada lingkungan kami tersebut. Namun apa mau dikata, dari 3 TPS yang didatangi yaitu TPS 66, 67 dan 144, nama kami berdua memang tidak tercantum dalam DPT. Karena tidak tercantum dalam DPT tentu saja kami tidak dapat memilih. Ya akhirnya kami menjadi golput, tepatnya masuk golput kategori kedua yaitu orang yang tidak memilih bukan karena keinginannya sendiri tapi karena namanya tidak tercantum dalam DPT.


PhotobucketLalu salah siapakah kalau ada orang-orang seperti saya, yang telah memenuhi persyaratan untuk ikut pemilu tapi kehilangan hak suaranya hanya karena tidak tercantum dalam DPT? Kesalahan siapa pula ketika nama-nama orang yang sesungguhnya tidak berhak memilih, seperti orang yang sudah meninggal, anggota TNI/Polri dan anak-anak, justru tercantum dalam DPT?. Dan pada akhirnya siapakah yang harus bertanggungjawab ketika akhirnya jumlah pemilih golput jumlahnya menjadi semakin besar?

PhotobucketPerhitungan hasil pemilu legislatif memang masih terus berlangsung dan hasil resminya baru akan diketahui beberapa hari ke depan, namun dari pengamatan sepintas di beberapa TPS diketahui kalau jumlah pemilih golput ternyata lebih besar dari pemilih partai pemenang pemilu. Sebagai contoh di TPS 144 yang saya kunjungi diketahui bahwa dari 310 orang yang tercantum dalam DPT, hanya 187 orang yang akhirnya ikut memilih. Itu pun 6 diantaranya sengaja tidak mencontreng alias membiarkannya kosong, bahkan ada yang dengan sengaja menuliskan kata-kata “yang terjadi biarlah terjadi” di lembar suara.

Dengan demikian dari nama-nama yang tercantum dalam DPT saja terdapat 223 orang atau sekitar 35% yang tidak menggunakan hak pilihnya. Jumlah tersebut jauh lebih dibesar dibanding 69 suara pemilih Partai Demokrat, yang menang di TPS tersebut. Data yang kurang lebih sama juga terjadi di TPS 66 dan 67, dimana dari sekitar 300-an nama yang terdapat dalam DPT, hanya sekitar 180-190 orang saja yang menggunakan hak pilihnya, sementara partai yang memenangkan pemilu hanya meraih suara maksimal 70-an suara.

Banyak yang menilai bahwa kesemrawutan yang terkait dengan pelaksanaan pemilu kali ini tidak terlepas dari kerja KPU yang amburadul. KPU kurang mampu menyusun dan mendata pemilih dengan baik serta lemahnya koordinasi dengan instansi terkait. Kalau orang seperti saya saja, yang penduduk tetap dan memiliki status jelas tidak terdaftar, bagaimana dengan orang yang karena pekerjaannya harus sering berpindah tempat atau orang yang karena kondisi kesehatan sedang dirawat di rumah sakit.

Saya tentu saja tidak akan menyalahkan sepenuhnya kinerja KPU yang kurang baik, karena bagaimanapun pemilu kali ini terlaksana berkat kerja keras mereka. Namun untuk menciptakan kesempurnaan untuk pemilihan mendatang, khususnya pemilihan presiden, kiranya KPU perlu berbenah diri sejak dini. Mulailah pekerjaan untuk mendata mulai dari sekarang ini, ingat pemilihan presiden tinggal 3 bulan lagi. Umumkan segera DPT ke seluruh anggota masyarakat. Jangan ditunda-tinda seperti kemarin. Biarkan masyarakat luas yang melakukan cek dan ricek mengenai kebenaran DPT. Sosialisasikan dengan seksama kepada seluruh masyarakat, khususnya mereka yang belum tercantum dalam DPT, bagaimana cara mendaftar sebagai pemilih dan mengetahui bahwa mereka tercantum dalam DPT.

Selain itu kiranya perlunya dipikirkan untuk menyempurnakan pemilihan anggota KPU dengan antara lain tidak mengganti seluruh anggota KPU dengan anggota baru seperti yang dilakukan sekarang ini. Digantinya seluruh anggota KPU mengakibatkan tidak terjadinya kesinambungan tugas antara anggota KPU sebelumnya (yang menangani pemilu 2004) dengan anggota KPU saat ini. Ada baiknya dilakukan pengaturan dimana dalam setiap pergantian anggota KPU, hanya separuh saja yang diganti sementara yang separuhnya tetap menjalankan tugas yang diemban. Harapannya adalah setengah anggota KPU yang masih menjabat dapat menularkan pengalaman tugasnya kepada anggota yang baru, sehingga anggota baru pun tidak harus memulai pekerjaan dari nol.

Akhirnya, karena Majelis Ulama Indonesia sudah terlanjur memfatwakan bahwa golput itu haram dan melakukan perbuatan haram itu hukumnya dosa, maka biarlahdosa yang dilakukan pemilih golput kategori dua ditanggung KPU. Bagaimanapun tindakan pemilih golput kategori kedua bukan disebabkan niat dan kehendak si pemilih sendiri tapi justru diakibatkan kesalahan administrasi yang dilakukan KPU.

6 comments:

bung tobing said...

wah sayang sekali tidak bisa mencontreng mas. beberapa mahasiswa Indonesia di sini pun tidak bisa mencontreng karena namanya tidak terdaftar, bahkan ada teman saya yang terdaftar dua kali.

saya kira, kesalahan harus dilimpahkan juga ke kantor kecamatan/kelurahan setempat mengingat KPU juga mengambil data pemilih dari instansi tersebut. kita memang payah soal administrasi

susan said...

wah .. tragis banget ya... padahal,tahu ga dapat kartu, aku kirim deh kartu saya.. hehe.. anyway, mungkin karena yang membuat data pemilih, mengira mas Aris masih tinggal di Brussel... :-)

Aris Heru utomo said...

@Bung Tobing: memang amat disayangkan. Mudah2an dalam pilpres mendatang akan lebih baik lagi kerja KPU dalam segala hal terkait pemilu.

@Mbak Susan: Wah kalau tahu mbak punya dua saya akan telpon tuch. Soal keberadaan saya, sebenarnya gak ada alasan bahwa saya masih tinggal di Brusssel sich, karena kan bu RT sudah mendatanya waktu saya baru tiba. Tapi memang hasil pendataan tidak digunakan nampaknya.

Blog Watcher said...

KPU MEMBLE!! GANTI SEMUA ANGGOTANYA

Pemilu ialah saluran penting bagi pembimbing demokrai Indonesia di 5 tahun mendatang. Dan dari sekian banyak kisah dalam kehidupan demokrasi, yang mengambil peranan penting adalah KPU. Oleh karena itu KPU menepati urutan pertama dalam segala rumusan kesalahan. KPU bertanggung jawab atas segala kesalahan yang di buatnya.

KPU, lembaga independen di tunjuk pemerintah dalam penyelenggaraan pemilu. Dalam pergaulan sehari-hari ia menjadi poros demokasi. Masyarakat menaruh harapan besar pada KPU.

Berhari-hari, hingga berbulan-bulan, KPU bekerja. Sekian lama, waktu yang dibutuhkan tapi yang terjadi jauh dari sempurna. Mulai kisruh DPT, tertukarnya surat suara, ketidak independenan KPU membuat tanda tanya besar dalam masyarakat. Ada apa dengan KPU??? KPU tidak becus menyelenggarakan pemilu. KPU tidak bercermin dari kesalahannya yang lalu.

Oleh karena itu , aku berharap semoga presiden memberi peringatan keras dan memecat semua anggota KPU. Sebelum kita semua celaka karena nya.

Anonymous said...

sby boediono menang maka nasinb para usaha kecil akan semakin terpuruk lihat saja sekarang dibidang telekomunikasi dan usaha kecil sby dan boediono menerapkan ekonomi neo liberal maka semakin rugilah usaha kecil seperti wartel warnet dan pkl nmemeang bangsat pemimpin negeri ini tak punya otak dan hati

Anonymous said...

sby dan boediono telah merugikan rakyat kecil. dengan menerapkan ekonomi neo liberal lihatlah dibidang telekomunikasi dan usaha kecil sby dan boediono telah menerapkan ekonomi neoliberal sehingga sangat merugikan usaha wartel warnet dan pkl wai rakyat kecil mari kita bersatu untuk menghancurkan sby dan boediono dan mari kita ganyang sby dan boediono sampai titrk darakh penghabisan jangan takut jangan jadi penjilat