Hari Kamis (30 April 2009) kemarin kami sebenarnya dijadwalkan bertemu dengan Ketua KPK Antasari Anhar atau disingkat AA di kelas pendidikan dan pelatihan (diklat) diplomat tingkat madya di Deplu. AA diundang Pusdiklat Deplu untuk menyampaikan paparan mengenai “Good governance in Indonesia and the role of KPK”. Pada awalnya terdapat kabar bahwa beliau akan hadir dan menyampaikan sendiri paparannya. Namun sehari menjelang pertemuan, terdengar kabar bahwa beliau tidak bisa hadir dan menugaskan stafnya untuk mewakili. Pada akhirnya Antasari memang batal datang dan hanya diwakili stafnya, itupun terlambat datang karena adanya miskomunikasi di Sekretarian Pimpinan KPK.
Terus terang saja para peserta diklat kecewa dengan ketidakhadiran AA. Namun demikian saya dan teman-teman mencoba memahami alasan ketidakhadirannya yaitu kesibukan selaku ketua KPK. Tidak ada dugaan lain yang terkait dengan ketidakhadirannya. Namun betapa kagetnya ketika Jumat paginya kami membaca berita di media massa kalau pada hari Kamis tersebut Ketua KPK lebih memilih tinggal di rumahnya di BSD ketimbang harus ke kantor. Kabarnya beliau sedang tidak enak badan, sehingga lebih baik menyelesaikan tugas-tugas di rumah, termasuk memimpin rapat KPK.
Namun yang lebih mengagetkan adalah berita bahwa AA di cekal Kejaksaan untuk bepergian ke luar negeri dan dijadikan tersangka kasus penembakan Direktur PRB Nasrudin Zulkarnaen. Yang lebih heboh lagi adalah adanya berita bahwa beliau tersangkut pembunuhan karena masalah wanita.
Wah mau dibawa kemana negeri ini kalau sangkaan keterlibatan AA dalam tewasnya Nasrudin memang terbukti kebenarannya. Bagaimanapun hal ini menjadi sebuah tragedi tersendiri bagi AA dan masyarakat Indonesia. AA bukan sekedar Ketua sebuah orgtanisasi. Ia merupakan Ketua lembaga anti korupsi yang sedang menjadi tumpuan harapan masyarakat indonesia dalam menindak pelaku tindak pidana korupsi. Dalam menduduki jabatannya tersebut pun, AA dan para pemimpin KPK lainnya dipilih melalui fit and proper test di DPR. Kalau pemimpinnya saja kurang memiliki integritas, maka integritas pimpinan KPK lainnya pun dipertanyakan. Adalah wajar pula jika masyarakat berharap bahwa para pemimpin KPK memiliki integritas tinggi. Tanpa integritas, jangan harap KPK bisa menindak pelaku tindak pidana korupsi.
Dalam kaitan ini, tampak bahwa integritas AA selaku Ketua KPK sedang dipertaruhkan. Jika AA memang terbukti melakukan apa yang dituduhkan, maka integritasnya akan terjun bebas ke jurang terdalam. Bisa saja nasib AA akan seperti Irawady Joenoes, anggota Mahkamah Konstitusi, yang kedapatan menerima suap dalam kasus pengadaan barang. Ia juga bisa senasib dengan seorang mantan penyidik KPK yang kedapatan memeras seorang tersangka korupsi. Untuk itu tampaknya hanya hukuman yang sangat berat yang layak untuk seseorang yang tidak memiliki integritas dalam memimpin organisasi seperti KPK.
Gambar dicomot dari situs Visual Editors. Tks utk Toni Malakian atas pembuatan gambarnya.
Tulisana ini juga dapat dibaca di Kompasiana.com
Terus terang saja para peserta diklat kecewa dengan ketidakhadiran AA. Namun demikian saya dan teman-teman mencoba memahami alasan ketidakhadirannya yaitu kesibukan selaku ketua KPK. Tidak ada dugaan lain yang terkait dengan ketidakhadirannya. Namun betapa kagetnya ketika Jumat paginya kami membaca berita di media massa kalau pada hari Kamis tersebut Ketua KPK lebih memilih tinggal di rumahnya di BSD ketimbang harus ke kantor. Kabarnya beliau sedang tidak enak badan, sehingga lebih baik menyelesaikan tugas-tugas di rumah, termasuk memimpin rapat KPK.
Namun yang lebih mengagetkan adalah berita bahwa AA di cekal Kejaksaan untuk bepergian ke luar negeri dan dijadikan tersangka kasus penembakan Direktur PRB Nasrudin Zulkarnaen. Yang lebih heboh lagi adalah adanya berita bahwa beliau tersangkut pembunuhan karena masalah wanita.
Wah mau dibawa kemana negeri ini kalau sangkaan keterlibatan AA dalam tewasnya Nasrudin memang terbukti kebenarannya. Bagaimanapun hal ini menjadi sebuah tragedi tersendiri bagi AA dan masyarakat Indonesia. AA bukan sekedar Ketua sebuah orgtanisasi. Ia merupakan Ketua lembaga anti korupsi yang sedang menjadi tumpuan harapan masyarakat indonesia dalam menindak pelaku tindak pidana korupsi. Dalam menduduki jabatannya tersebut pun, AA dan para pemimpin KPK lainnya dipilih melalui fit and proper test di DPR. Kalau pemimpinnya saja kurang memiliki integritas, maka integritas pimpinan KPK lainnya pun dipertanyakan. Adalah wajar pula jika masyarakat berharap bahwa para pemimpin KPK memiliki integritas tinggi. Tanpa integritas, jangan harap KPK bisa menindak pelaku tindak pidana korupsi.
Dalam kaitan ini, tampak bahwa integritas AA selaku Ketua KPK sedang dipertaruhkan. Jika AA memang terbukti melakukan apa yang dituduhkan, maka integritasnya akan terjun bebas ke jurang terdalam. Bisa saja nasib AA akan seperti Irawady Joenoes, anggota Mahkamah Konstitusi, yang kedapatan menerima suap dalam kasus pengadaan barang. Ia juga bisa senasib dengan seorang mantan penyidik KPK yang kedapatan memeras seorang tersangka korupsi. Untuk itu tampaknya hanya hukuman yang sangat berat yang layak untuk seseorang yang tidak memiliki integritas dalam memimpin organisasi seperti KPK.
Gambar dicomot dari situs Visual Editors. Tks utk Toni Malakian atas pembuatan gambarnya.
Tulisana ini juga dapat dibaca di Kompasiana.com
2 comments:
menyedihkan sekaligus mengagetkan. kamis malam saya sedang di luar kota sewaktu bapak saya menelpon untuk memberitahukan AA dicekal karena kasus pembunuhan, saya langsung mengecek kebenaran berita itu dari hp.
beliau telah menjadi semacam idola kecil-kecilan bagi sekelompok kaum muda terpelajar, sepak terjangnya telah mempermalukan beberapa pejabat ternama. sungguh memalukan apabila beliau terlibat dalam kematian nasaruddin.
kelanjutan berita ini akan sengat menarik ditunggu.
tukeran link yuk http://ahmadzainul.wordpress.com/
Post a Comment