11.12.06

Tujuh Keajaiban Dunia Wisata

Pada tanggal 7 Juli 2007 (07-07-07) mendatang Yayasan Tujuh Keajaiban Dunia Baru (new7wonders) akan mengumumkan 7 keajaiban dunia baru yang ditentukan berdasarkan pilihan (voting) masyarakat dunia melalui telepon dan internet. Menurut Press Release Yayasan, kampanye pemilihan 7 situs keajaiban dunia tersebut telah dimulai sejak tahun 2000, dimulai dengan menerima masukan nama-nama seluruh situs bangunan di seluruh dunia. Dari sekian banyak situs bangunan yang diusulkan para pemilih di seluruh dunia, oleh suatu dewan juri yang diketuai oleh mantan Direktur Jenderal UNESCO, Prof Dr. Federico Mayor dan beranggotakan para pakar di bidangnya seperti arsitektur terkemuka Zaha Hadid dari Inggeris, Tadao Ando dari Jepang dan Cesar Pelli dari AS, ditentukan 77 situs bangunan unggulan. Selanjutnya pada tanggal 1 Januari 2006, dari 77 situs bangunan unggulan tersebut, sebanyak 21 bangunan diumumkan sebagai finalis. 21 finalis inilah yang kemudian divoting lebih lanjut dan ditetapkan sebagai 7 keajaiban dunia baru pada pada tanggal 7 Juli 2007 mendatang.

Yang menarik dalam proses pemilihan ini adalah dilibatkannya masyarakat dunia, pengguna internet dan telepon, untuk memilih situs bangunan yang dianggap layak untuk ditetapkan sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia baru, menggantikan tujuh keajaiban dunia kuno. Dua ribu tahun yang lalu, filosof Yunani Philon dari Byzantium memilih tujuh keajaiban dunia yang pertama, yaitu Taman Gantung Babilonia, Mercusuar Alexandria, Colossus of Rhodes, Mausoleum Halicarnassus, Piramida Giza, Patung Zeus dan Kuil Artemis. Selain Piramida Giza di Mesir, bangunan-bangunan lainnya sudah lama hilang. Karenanya Yayasan Tujuh Keajaiban Baru yang mengadakan jajak pendapat ini yakin bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk menetapkan tujuh keajaiban baru. Bahkan seperti dikutip BBC, pengelola Yayasan, Bernard Weber mengatakan "Hasil terbesar dari proyek ini adalah kita bisa menciptakan tujuh simbol dunia yang abadi dan menghormati keragaman budaya."

Hal kedua yang menarik bagi saya adalah tidak masuknya bangunan bersejarah peninggalan abad ke-8 Masehi di tanah air yaitu Candi Borobudur dalam daftar 77 keajaiban bangunan dunia. Jadi boro-boro masuk sebagai 21 finalis, masuk sebagai 77 unggulan saja tidak. Bagi saya ini tentu saja terasa ironis mengingat waktu sekolah dulu seringkali diberitahu bahwa Borobudur merupakan bangunan bersejarah yang masuk sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia. Terlepas dari maksud guru sekolah, pejabat di dunia pendidikan ataupun pembuat buku sekolah yang menyebutkan Borobudur adalah salah satu keajaiban dunia, saya melihat ironi bahwa ternyata Borobodur hanya dikenal oleh bangsa sendiri dan kurang populer di masyarakat internasional. Lebih ironis lagi kalau melihat bahwa beberapa bangunan di negara tetangga kita di Asia Tenggara justru masuk dalam daftar unggulan 77 yaitu Candi Angkor Wat Kamboja (bahkan masuk sebagai finalis 21), Menara kembar Kuala Lumpur, Candi Dammakaya Cetia Bangkok. Bahkan Opera House di Sidney pun masuk sebagai finalis 21.

Kenyataan bahwa Borobudur tidak disebut-sebut sebagai kandidat tujuh keajaiban baru tampaknya disikapi biasa-biasa saja. Simak ucapan Menteri Pariwisata Jero Wacik yang menilai bahwa voting tersebut diselenggarakan secara bebas dan kriteria pemilihan tujuh keajaiban dunia versi baru itu pun tidak jelas. "Belum tentu karena tidak terpilih dalam voting itu lantas Borobudur kurang populer. Kesan masyarakat dunia terhadap bangunan-bangunan yang bersejarah atau monumental juga tentu berbeda atau bergantung selera. Padahal, yang memasukkan calon-calon keajaiban dunia itu masyarakat langsung. Saya khawatir masyarakat Indonesia terkecoh dengan voting itu," katanya.

Atau juga simak komentar Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rachman, yang mencoba mengalihkan masalah voting dan popularitas dengan status Borobudur. Menurutnya posisi Borobudur sebagai salah satu warisan budaya dunia atau world culture heritages yang ditetapkan oleh UNESCO tidak tergoyahkan. "Sekali ditetapkan, maka status itu terus berlaku. Adapun pemungutan suara yang diadakan sebuah yayasan berbasis di Swiss terkait pemilihan tujuh keajaiban dunia versi baru tidak ada kaitannya dengan UNESCO."

Pernyataan Pak Menteri Kebudayaan dan Pejabat UNESCO Indonesia, yang menyalahkan mekanisme voting yang melibatkan masyarakat internasional dan mengalihkan masalah ke status Borobudur, menurut saya patut disesalkan karena terkesan sebagai upaya untuk menghindar dari kenyataan mengenai ketidak berhasilan dunia pariwisata Indonesia dalam mempromosikan Borobudur dan berbagai obyek wisata lain di Indonesia ke dunia internasional. Kalau saja Pak Menteri bukan pejabat publik, mungkin tidak apa-apa. Beliau bisa berkomentar bebas dan santai seperti yang saya baca di beberapa blog, misalnya saja ada yang berkomentar ”ach pacar saya lebih ajaib (dibanding Borobudur)”, ”kenapa harus tujuh keajaiban” atau ”kenapa gak Prambanan aja yang diusulkan, kan lebih ajaib karena candi 999 (plus satu) dibangun dalam semalam”.

Pak Menteri mestinya tidak bisa mengabaikan peran responden yang memilih kandidat situs bangunan keajaiban dunia. Jumlah 19 juta responden dalam voting ini bagi saya bukan hal yang kecil karena jumlah tersebut hanya merupakan yang tercatat dan aktif menyatakan pendapatnya. Di luar itu ada aa, teteh, opa, oma, om, tante, tetangga, teman dan lainnya. Mereka ini semua berpotensi untuk menggerakan arus wisatawan ke berbagai penjuru dunia. Untuk itu mestinya sejak awal Departemen Pariwisata justru mempromosikan kepada masyarakat pengguna internet, setidaknya di Indonesia, untuk mengusulkan dan memilih Borobudur sebagai kandidat tujuh keajaiban dunia wisata. Dan tentunya mengarahkan masyarakat agar tidak terkecoh seperti diindikasikan Pak Menteri.

Kalau kita melongok website Yayasan pembuat proyek tujuh keajaiban dunia, jelas bahwa kegiatan ini sangat erat terkait dengan bisnis dunia wisata. Karenanya pula dalam proyek ini terdapat tour dunia ke 21 tempat yang dinyatakan sebagai finalis. Dimulai dari tanggal 26 September 2006 di Colloseum Roma Italia dan berakhir tanggal 6 Maret 2007 di Patung Liberty AS. Perjalanan wisata ini diliput dan disiarkan ke jaringan televisi di seluruh dunia. Tujuannya jelas, agar masyarakat internasional lebih mengenal daerah tujuan wisata (DTW) tersebut dan mengunjunginya. DTW tentu saja akan sangat diuntungkan dengan kampanye internasional tersebut, selain tentunya menguntungkan Yayasan juga.

Coba bayangkan kalau Borobudur masuk sebagai finalis 21, jelas-jelas akan diperoleh bantuan promosi wisata, bukan hanya Borobudur tapi bisa dikembangkan ke DTW lainnya. Dunia pariwisata Indonesia akan semakin diperhitungkan dan tentu saja akan terdapat peningkatan jumlah wisatawan yang masuk ke Indonesia. Jumlah wisatawan ke Indonesia yang sebesar 4,07 juta (tahun 2005) ada kemungkinan akan meningkatkan pesat. Syukur-syukur bisa menyaingi jumlah wisatawan asing ke Malaysia sebanyak 16,43 juta (tahun 2005) atau Thailand yang sebesar 11,52 juta (tahun 2005). Sayang peluang tersebut telah lewat dan kita harus kembali membayar sangat mahal iklan pariwisata di media semacam CNN.

3 comments:

Anonymous said...

Komen bapak2 itu memang lucu dan ajaib...gak merasa
risi sama sekali....
Mungkin pelaku urusan wisata atau benda purba kita
lupa mendaftarkan borobudur, prambanan etc, karena
terlalu yakin dipilih orang sebagai yang ajaib. jangan
heran kalau twin tower petronas/kl masuk daftar ajaib
karena pelaku wisatanya (terutama kementerian
pelancongan) selalu berusaha meningkatkan jumlah
wisman ke malaysia terutama terkait visit malaysia
year 2007, suatu yang strategis untuk malaysia.

Alex Ramses said...

Komen bapak2 itu bukan lucu, tapi menyedihkan dan bodoh. JElas2 itu kegagalan pemerintah RI dalam mempromosikan potensi wisata kita. Kenapa sih dari dulu yang jadi pejabat di Indoensia kok selalu binatang2 kaya gitu. Ya Binatang.

Kok bisaa,,,,,, borobudur kalah sama menara petronas? gak masuk akal.

Selain itu menurut saya voting dalam hal ini tidak tepat sama sekali. menentukan mana bangunan yang patut disebut sebagai keajaiban dunia seharusnya dilakukan oleh pakar yang berkompeten di bidangnya.

Borobudur dan petronas misalnya,, kalau orang waras ya gak mungkin mengunggulkan petronas dari borobudur. Borobudur memiliki nilai arsitektur yang sangat tinggi dibandingkan dengan petronas karena borobudur dibuat ribuan taun yang lalu dimana teknologi masih belom berkembang seperti sekarang.

Dari segi ketahanan misalanya,, gedung petronas bisa bertahan berapa ratus tahun? Nilai sejarahnya bagaimana? Ini bener yang ngadain UNESCO apa bukan sih?

KOk UNESCO bisa sebodoh itu.

paket liburan Bali said...

wow keren kapan ya bisa kesana... kalo bisa tampilkan poto bos biar kita merasa dekat disana hehe