18.9.06

Ketika Sri Paus Mudik

Bagi masyarakat Indonesia, mudik merupakan hal yang akrab dengan kebiasaan pulang kampung menjelang idul fitri. Di saat itu, sebagian besar masyarakat Indonesia yang tinggal di perkotaan berbondong-bondong kembali ke kampung halamannya untuk bertemu dengan dengan orang tua, sanak saudara ataupun teman-teman lama. Selain itu pemudik juga berkesempatan mengenang ”sejarah” diri barang sejenak dan bernostalgia tentang masa lalu serta merasakan kembali nilai-nilai kebersamaan yang jarang ditemukan di kota tempat tinggal si pemudik.

Fenomena mudik ini selain terdapat di Indonesia, ternyata lazim pula dilakukan masyarakat Eropa, umumnya saat menjelang natal dan tahun baru. Tidak terkecuali Sri Paus Benedictus XVI yang baru-baru ini mudik ke kampung halamannya di Bavaria, Jerman. Namun berbeda dengan masyarakat pada umumnya yang melakukan mudik menjelang hari besar agama atau tahun baru, mudik yang dilakukan Paus pada tanggal 9-14 September 2006 tidak terlepas dari kegiatan gereja dan aturan protokol yang menyertainya, termasuk pengaturan waktu kunjungan. Sehingga selain mengunjungi tempat kelahirannya di Marktl am Inn, Bavaria, mengunjungi makam orangtua dan saudara perempuannya dan mengunjungi gereja dimana dia ditahbiskan menjadi pendeta, Paus juga memimpin misa di Munich dan memberikan ceramah di Universitas Regensburg.

Sampai disini cerita mudik Paus Benedictus XVI sebenarnya mulus-mulus saja, sampai kemudian dunia dihebohkan oleh pidatonya di hadapan Senat Universitas Regensburg pada tanggal 12 September 2006. Dalam pidato yang berjudul Faith, Reason and the University Memories and Reflections, Paus mengutip perkataan Kaisar Byzantium Manuel II Paleologus yang hidup pada tahun 1400-an: ”Show me just what Mohammed brought that was new, and there you will find things only evil and inhuman, such as his command to spread by the sword the faith he preached”. Hal ini tentu saja menimbulkan salah paham dan reaksi keras di berbagai belahan dunia, terutama di Turki, negara yang akan dikunjungi Paus Benedictus XVI dalam waktu dekat. Paus Benedictus XVI dinilai memiliki pemahaman keliru tentang Islam dan mendukung pandangan bahwa Islam disebarluaskan melalui kekerasan. Suatu pandangan yang identik dengan kejadian kartun nabi beberapa waktu yang lalu.

Syukur lah, sebelum kesalahpahaman semakin berkembang, akhirnya media massa memberitakan bahwa Paus Benedictus XVI pada Minggu (17/9) mau meminta maaf secara pribadi atas salah paham akibat pidatonya tentang Islam dan kekerasan. Paus sangat menyesalkan tanggapan atas pernyataannya dan kesalahpahaman sesudahnya. Paus juga menyatakan sekedar mengutip naskah zaman pertengahan tentang ajaran Islam dan kekerasan dan kutipan itu bukan kalimatnya pribadi. Selanjutnya Paus menyeru pembicaraan sungguh-sungguh dengan Islam, yang ditandai dengan rasa saling hormat.

Menurut saya, pernyataan Paus tersebut sudah cukup untuk meredakan polemik agar tidak berkepanjangan. Namun hendaknya pernyataan tersebut perlu didukung dan ditindaklanjuti dengan langkah-langkah nyata mengenai upaya peningkatan pemahaman antar agama melalui dialog antar agama dan kebudayaan. Dialog diperlukan sebagai salah satu upaya untuk menyingkap tirai kesalahapahaman dan ketidakpercayaan. Karenanya kegiatan semacam interfaith dialogue dan intermedia global dialogue yang digagas Indonesia merupakan salah satu tindakan nyata untuk meningkatkan saling pemahaman dan mencegah peristiwa semacam “kartun nabi” dan pidato Paus terulang kembali. Tindak lanjut pernyataan maaf Paus juga perlu dilakukan agar jangan sampai muncul pandangan bahwa pernyataan penyesalan pemimpin umat Katholik sedunia itu hanya sekedar untuk meredakan kemarahan umat Islam.

1 comment:

naya said...

aku suka banget 2 tulisan mas aris yang terakhir..keep up the good work,mas!