1.12.10

Diplomasi Tintin

Bagi para penggemar komik, tentunya tidak asing lagi dengan yang namanya Tintin. Tintin adalah tokoh rekaan karya komikus Belgia Georges Remi atau Herge (1907-1983). Tokoh ini digambarkan sebagai seorang wartawan muda asal Belgia berwajah kekanak-kanakan dengan jambul di kepalanya, giat melakukan penyelidikan kasus-kasus kriminal internasional, senang melakukan petualangan ke berbagai tempat, mulai dari Rusia hingga ke bulan, dan dalam setiap petualangannya ditemani seekor anjing jenis fox terrier bernama Milou.

Lewat imajinasinya yang kuat dan didukung riset yang baik, meski belum pernah mengunjungi tempat-tempat yang diceritakan dalam komiknya, Herge mampu mengisahkan setiap petualangan Tintin ke berbagai tempat di dunia, bahkan hingga ke bulan dengan cukup detail dan akurat. Lewat tangan Herge, Tintin bukan sekedar komik anak-anak yang memperlihatkan kekuatan otot, tetapi memperlihatkan pandangan dan sikap Tintin terhadap suatu permasalahan yang sedang mengemuka saat itu.

Cerita petualangan Tintin berawal dari diterbitkannya Les Aventures de Tintin, reporter du Petit "Vingtième", au pays des Soviets (Petualangan Tintin di Uni Soviet) sebagai komik strip dalam sisipan Koran Vingtieme yang terbit di Belgia pada tahun 1929-1930 dan dijadikan album tersendiri pada tahun 1930. Sejak itu mulai kurun waktu 1930-1986 muncul album-album komik berikutnya yang menceritakan petualangan Tintin di Kongo, Amerika, Mesir, China, Tibet, Australia hingga ke bulan. Total keseluruhan album Petualangan Tintin adalah sebanyak 23 buah plus sebuah karya terakhir Herge yang belum diselesaikan yaitu Tintin and Alph-Art tahun 1986.

Dari 24 buku komik Petualangan Tintin yang menceritakan kehadiran Tintin dan Milou di berbagai belahan dunia, salah satunya menceritakan kehadiran Tintin di Indonesia. Kehadiran Tintin di Indonesia diceritakan dalam komik terbitan tahun 1968 yang berjudul Flight 714 to Sydney (di Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Indira tahun 1975 dengan judul Penerbangan 714 Ke Sydney). Saat itu Tintin, dan dua tokoh lainnya dalam serial Tintin yaitu Kapten Haddock dan Profesor Calculus sedang dalam perjalanan menuju Sydney ketika pesawat yang ditumpanginya singgah di Bandara Kemayoran Jakarta untuk mengisi bahan bakar.

Di bandara Kemayoran tersebut Tintin bertemu dengan seorang sahabat lamanya yang menjadi pilot seorang jutawan. Cerita kemudian berkembang ketika pesawat yang ditumpangi Tintin dibajak dan terdampar di suatu tempat di Indonesia. Pada buku ini Herge menuliskan beberapa percakapan dalam bahasa Indonesia, termasuk penyebutan sambal bajak (ulek) untuk menyebut makanan dari Jawa.

Kita tentu saja senang bahwa Indonesia menjadi salah satu setting cerita dari komik yang telah mendunia tersebut. Penyebutan nama Indonesia tersebut merupakan bukti nyata bahwa sudah sejak lama Indonesia dikenal oleh masyarakat Belgia. Lewat komik Tintin masyarakat Belgia mengenal kota Jakarta, bandara internasional Kemayoran, bahasa Indonesia, komodo dan sambal bajak.

Tiga puluh lima tahun setelah kehadiran Tintin di Indonesia lewat Flight 714, sosok Tintin dalam hubungan Indonesia-Belgia kembali mengemuka ketika Duta Besar Indonesia yang baru untuk Kerajaan Belgia, Arif Havaz Oegroseno, menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada Raja Albert II pada tanggal 25 November 2010. Usai menyerahkan surat-surat kepercayaan, Dubes Havaz Oegroseno selain menjelaskan berbagai perkembangan di Indonesia, termasuk peran Indonesia di G-20 dan sebagai Ketua ASEAN 2011, ia juga menyerahkan beberapa cinderamata yang salah satunya adalah buku komik Tintin dalam bahasa Indonesia yang berjudul Penerbangan 714 ke Sydney.

Penyerahan komik Tintin dalam bahasa Indonesia tersebut tentu saja unik dan bukan merupakan suatu kebetulan. Dubes Havaz Oegroseno melihat bahwa Tintin bukan lagi tokoh imajiner tetapi telah menjadi suatu ikon tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Belgia. Karena itu penyerahan buku komik Tintin sebagai cinderamata merupakan bagian dari diplomasi budaya yang diharapkan dapat mengawali upaya peningkatan hubungan kerjasama yang lebih erat antara Indonesia dan Kerajaan Belgia.

Raja Albert II sendiri menyampaikan ungkapan terima kasihnya atas cinderamata yang disampaikan serta penjelasan singkat Dubes RI Brussel yang diberikan mengenai Indonesia dan menyambut baik harapan agar hubungan akrab kedua negara dapat lebih ditingkatkan.

Bahwa tokoh Tintin sendiri telah menjadi icon Belgia antara lain dapat dilihat dari dipasangnya patung Tintin di pintu kedatangan Bandara Zaventem, Brussels. Meski tidak sebesar patung Bung Karno dan Bung Hatta di Bandara Soekarno-Hatta, namun pemasangan patung Tintin di dalam lobi kedatangan mengisyaratkan bahwa setiap orang yang datang ke Belgia lewat Bandara Zaventem disambut hangat oleh Tintin. Selain d bandara, kehadiran Tintin sebagai Icon Belgia juga tampak di kawasan Centrum Brussels dimana di tempat tersebut terdapat sebuah gedung bergaya Horta yang dijadikan sebagai Museum komik Tintin. Di museum ini ditampilkan proses pembuatan komik Tintin dan berbagai komik karya komikus Belgia lainnya seperti Lucky Luke. Masih di gedung ini terdapat pula toko cinderamata yang menjual berbagai cinderamata mata Tintin.

Keberadaan dan kepopuleran Tintin di seluruh dunia ternyata mampu menyatukan para penggemar Tintin di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tidak sedikit dari para penggemar Tintin yang kemudian melakukan kegiatan kumpul-kumpul dan bergabung dalam suatu komunitas untuk saling saling bertukar cerita tentang petualangan Tintin, berburu koleksi Tintin dan banyak pula yang berkunjung ke Brussels untuk melihat museum Tintin.

Saya sendiri beruntung pernah tinggal di Brussel selama 4 tahun saat penugasan di Perutusan RI untuk Masyarakat Eropa (PRIME)/KBRI Brussels (2004-2008). Selama kurun waktu tersebut berulang kali saya berkunjung ke museum Tintin, baik sendiri maupun bersama tamu dari Indonesia yang sedang berkunjung ke Brussels. Saya pun sempat mengumpulkan beberapa koleksi Tintin seperti jam tangan, mobil-mobilan ataupun kaos, termasuk tentu saja seluruh komik Tintin dalam bahasa Perancis.

3 comments:

indobrad said...

menarik sekali cara diplomasi yg dilakukan Pak Dubes. Tintin sendiri dulu merupakan kegemaran anak2 era 80-an yang sampai sekarang masih dicari komiknya. Memang sih Gramedia sudah menerbitkan ulang komiknya, tapi saya masih merasa lebih sreg dengan terjemahan dari penerbit lama, Indira.

Btw apa kabar Asean Blogger :D

bison said...

tintin adalah tontonan fafvorit saya dulu,sekarang dimana ya bisa di tinton lagi?

Anonymous said...

Hi, i just want to say hello to the community