Ini masih soal cerita yang terkait dengan angka seribu, tapi tentu saja bukan tentang seribu alasan ngeblog, melainkan cerita yang terkait dengan uang seribu rupiah. Ceritanya sendiri berasal dari kehadiran saya pada peluncuran program menabung akhir pekan yang diadakan pihak pemerintah kota Bekasi pada tanggal 23 Januari 2010.
Bagi orang berpunya, duit seribu rupiah sepertinya memang tidak memiliki arti sama sekali. Duit segitu cuma recehan yang keberadaannya antara ada dan tiada. Saking kecilnya, bahkan untuk sekedar membayar parkir pun tidak cukup. Beda dengan orang yang tidak berpunya, duit seribu rupiah akan sangat bermanfaat dan bisa menjadi penyambung nyawa. Duit seribu rupiah bisa memberikan sebuah kekuatan untuk mendapatkan seribu rupiah lagi pada keesokan harinya.
Dari sini kita bisa melihat bahwa ada makna berbeda dibalik suatu nilai mata uang. Arti uang akan tergantung untuk apa dan siapa yang mempergunakannya. Uang menjadi akan lebih bermanfaat jika jatuh pada orang yang membutuhkannya.
“Coba kalau setiap akhir pekan setiap orang di Bekasi menabung paling tidak seribu rupiah saja, berapa banyak uang yang akan terkumpul dalam seminggu, sebulan dan setahun? Kemudian dari jumlah uang terkumpul tersebut, jika sebagian digunakan untuk membantu modal usaha para pengusaha kecil atau rakyat miskin yang ingin memulai usaha, maka akan banyak orang yang akan terbantu. Pada gilirannya, tingkat kemiskinan di kota Bekasi pun akan ikut menurun” begitu disampaikan Walikota Bekasi H. Mochtar Mohammad saat meluncurkan gerakan “Sabtu-Minggu Hemat Menabung Seribu Rupiah (Sagu Hemat Seribu).
Program Sagu hemat Seribu merupakan program baru pemerintah Kota Bekasi yang didukung Bank Indonesia dan dijadikan sebagai suatu pilot project sebelum nantinya diterapkan secara nasional.
Dengan program ini, pada tahap awal semua pegawai negeri sipil (PNS) daerah di Pemkot Bekasi, jumlahnya sekitar 13 ribu pegawai, diwajibkan untuk memiliki tabungan yang diberi nama “Tabunganku” dan dikelola oleh PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Bekasi. Setiap Jumat, staf yang ditugaskan akan menagih ke seluruh pegawai untuk menabung.
Dengan instruksi walikota yang mewajibkan stafnya untuk menabung, maka dengan mudah kita akan mendapatkan angka bahwa jika setiap pegawai menabung minimal seribu rupiah per minggu, maka dalam 1 minggu akan diperoleh Rp. 13 juta, sebulan menjadi Rp. 52 juta dan setahun menjadi Rp. 624 juta. Suatu jumlah yang tidak kecil.
Kalau kemudian jumlah tabungan tersebut disalurkan untuk memberikan bantuan kredit usaha kepada pengusaha kecil atau masyarakat miskin di Bekasi yang baru akan memulai usaha, dengan masing-masing mendapatkan pinjaman sebesar Rp. 5 Juta, maka dalam setahun akan terdapat setidaknya 600 orang pengusaha kecil atau rakyat miskin yang terbantu.
Lalu jika semua duit tabungan disalurkan untuk kredit pengusaha kecil dan masyarakat miskin, maka si nasabah akan mendapatkan apa? Apa jaminannya bahwa uang si nasabah tidak akan hilang karena dikemplang peminjam?
Seperti halnya menabung di bank syairah, selain dijamin hak-haknya, nasabah pun tetap memeproleh hak bagi hasil. Walikota bahkan menjamin bahwa uang yang berada di tabungan dikelola dengan prinsip-prinsip perbankan dan menggunakan sistem syariah. Dana nasabah dijamin sepenuhnya oleh Pemkot yang telah menggelontorkan deposit sebesar Rp. 10 Milyar dari dana APBD ke BPRS. Bank Jawa Barat sebagai pemeritah daerahpun tidak ketinggalan memberikan dukungan.
Nasabah pun tidak perlu khawatir bahwa dana tabungannya di BPRS tidak kembali karena si kreditor, yang dalam hal ini adalah pengusaha kecil dan rakyat miskin, tidak mampu mengembalikan pinjamannya. Pemberian pinjaman kepada pengusaha kecil dan masyarakat miskin dilakukan bukan hanya sekedar memberi seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), tapi berupa pinjaman yang harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu. Dan calon pengusaha kecil atau orang miskin yang mendapatakn pinjaman tersebut telah diberikan pemahaman dan pelatihan serta praktik magang kewirausahaan oleh praktisi kewirausahaan yang telah terbukti keberhasilannya. Sehingga ada kesinambungan perputaran duit simpanan dan pada saat bersamaan proses pengentasan kemiskinan dapat terus berlangsung.
Jika program “Sagu Hemat Seribu” dapat berjalan dengan baik, maka secara tidak langsung anggota masyarakat miskin akan terus berkurang karena sebagian dari mereka sudah dapat hidup mandiri. Dari segi anggaan pun, Walikota tidak akan dipusingkan dengan APBD karena pada hakekatnya dana deposit tetap utuh. Dana APBD untuk pos pengentasan kemiskinan pada tahun-tahun beriokutnya pun dapat dimanfaatkan untuk pos lainnya seperti pendidikan atau asuransi kesehatan warga masyarakat.
Dengan keyakinan akan keberhasilan program “Sagu Hemat Seribu”, Walikota berani menargetkan agar setiap kecamatan setidaknya dapat mengumpulkan dana tabungan minimal Rp. 1 Milyar per tahun dan menjaring sebanyak mungkin penabung di luar staf pemkot. Kalau di Kota Bekasi terdapat 12 kecamatan, maka dalam setahun minimal akan terkumpul dana sebesar Rp. 12 Milyar per tahun. Bayangkan berapa orang yang bisa tertolong dengan anggaran sebesar Rp. 12 milyar ini?.
Untuk mencapai target tersebut walikota menginstruksikan dengan tegas kepada para camat, lurah dan kepala dinas beserta stafnya untuk menabung di BPRS dan mengajak masyarakat luas untuk ikut serta seperti PKK, karang taruna, Kelompok-kelompok pengajian dan sebagainya. Instruksi ini sangat perlu karena sampai saat ini baru 5.750 orang dari 13 ribu staf Pemkot yang terdaftar sebagai penabung di BRPS, dengan total dana tabungan baru sebesar Rp. 152 juta. Warga masyarakat Kota Bekasi pun banyak yang belum mengerti program ini.
Sebagai upaya jemput bola, Walikota pun meminta agar di setiap kelurahan disiapkan sebuah ruangan untuk kantor kas BPRS, tujuannya untuk memudahkan anggota masyarakat menyetorkan tabungannya.
Untuk memperlihatkan kesungguhannya dalam menabung, Walikota Mochtar Mohammad pun turut serta dalam kegiatan ini dengan membuka rekening “Tabunganku” dan berupaya menabung setiap akhir pekan. Sambil bergurau Pak Wali menyatakan bahwa baginya menabung itu sangat penting, bukan saja untuk mengurangi sikap konsumtif tetap juga sebagai upaya mengumpulkan modal untuk persiapan pilkada 2013.
Kembali ke program “Sagu Hemat Seribu”, dari sisi konsep program ini cukup baik, khususnya sebagai suatu kegiatan yang ditujukan untuk menggerakan masyarakat agar gemar menabung dan mengurangi pola konsumtif di akhir pekan. Namun tentu saja dalam implementasinya diperlukan suatu kesungguhan, terutama oleh pegawai Pemkot. Sudah menjadi kelaziman, bila suatu program yang ditetapkan oleh seorang pemimpin ekskutif daerah seperti walikota, akan mengalami kelambatan birokrasi di level bawahnya. Tanpa instruksi dan arahan yang jelas dari pimpinan, suatu program kegiatan bisa jadi akan tersendat-sendat.
Dalam kaitan ini, blogger memiliki peran penting, bukan hanya untuk mensosialisasikan dan membantu program hemat dan mari menabung lewat berbagai tulisan di blog, tetapi juga berperan dalam mengawasi dan mengkritisi setiap pelaksanaan dari program ini. Independensi blogger sangat membantu bagi kelancaran program ini dan program-program pembangunan lainnya.
Dari sini kita bisa melihat bahwa ada makna berbeda dibalik suatu nilai mata uang. Arti uang akan tergantung untuk apa dan siapa yang mempergunakannya. Uang menjadi akan lebih bermanfaat jika jatuh pada orang yang membutuhkannya.
“Coba kalau setiap akhir pekan setiap orang di Bekasi menabung paling tidak seribu rupiah saja, berapa banyak uang yang akan terkumpul dalam seminggu, sebulan dan setahun? Kemudian dari jumlah uang terkumpul tersebut, jika sebagian digunakan untuk membantu modal usaha para pengusaha kecil atau rakyat miskin yang ingin memulai usaha, maka akan banyak orang yang akan terbantu. Pada gilirannya, tingkat kemiskinan di kota Bekasi pun akan ikut menurun” begitu disampaikan Walikota Bekasi H. Mochtar Mohammad saat meluncurkan gerakan “Sabtu-Minggu Hemat Menabung Seribu Rupiah (Sagu Hemat Seribu).
Program Sagu hemat Seribu merupakan program baru pemerintah Kota Bekasi yang didukung Bank Indonesia dan dijadikan sebagai suatu pilot project sebelum nantinya diterapkan secara nasional.
Dengan program ini, pada tahap awal semua pegawai negeri sipil (PNS) daerah di Pemkot Bekasi, jumlahnya sekitar 13 ribu pegawai, diwajibkan untuk memiliki tabungan yang diberi nama “Tabunganku” dan dikelola oleh PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Bekasi. Setiap Jumat, staf yang ditugaskan akan menagih ke seluruh pegawai untuk menabung.
Dengan instruksi walikota yang mewajibkan stafnya untuk menabung, maka dengan mudah kita akan mendapatkan angka bahwa jika setiap pegawai menabung minimal seribu rupiah per minggu, maka dalam 1 minggu akan diperoleh Rp. 13 juta, sebulan menjadi Rp. 52 juta dan setahun menjadi Rp. 624 juta. Suatu jumlah yang tidak kecil.
Kalau kemudian jumlah tabungan tersebut disalurkan untuk memberikan bantuan kredit usaha kepada pengusaha kecil atau masyarakat miskin di Bekasi yang baru akan memulai usaha, dengan masing-masing mendapatkan pinjaman sebesar Rp. 5 Juta, maka dalam setahun akan terdapat setidaknya 600 orang pengusaha kecil atau rakyat miskin yang terbantu.
Lalu jika semua duit tabungan disalurkan untuk kredit pengusaha kecil dan masyarakat miskin, maka si nasabah akan mendapatkan apa? Apa jaminannya bahwa uang si nasabah tidak akan hilang karena dikemplang peminjam?
Seperti halnya menabung di bank syairah, selain dijamin hak-haknya, nasabah pun tetap memeproleh hak bagi hasil. Walikota bahkan menjamin bahwa uang yang berada di tabungan dikelola dengan prinsip-prinsip perbankan dan menggunakan sistem syariah. Dana nasabah dijamin sepenuhnya oleh Pemkot yang telah menggelontorkan deposit sebesar Rp. 10 Milyar dari dana APBD ke BPRS. Bank Jawa Barat sebagai pemeritah daerahpun tidak ketinggalan memberikan dukungan.
Nasabah pun tidak perlu khawatir bahwa dana tabungannya di BPRS tidak kembali karena si kreditor, yang dalam hal ini adalah pengusaha kecil dan rakyat miskin, tidak mampu mengembalikan pinjamannya. Pemberian pinjaman kepada pengusaha kecil dan masyarakat miskin dilakukan bukan hanya sekedar memberi seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), tapi berupa pinjaman yang harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu. Dan calon pengusaha kecil atau orang miskin yang mendapatakn pinjaman tersebut telah diberikan pemahaman dan pelatihan serta praktik magang kewirausahaan oleh praktisi kewirausahaan yang telah terbukti keberhasilannya. Sehingga ada kesinambungan perputaran duit simpanan dan pada saat bersamaan proses pengentasan kemiskinan dapat terus berlangsung.
Jika program “Sagu Hemat Seribu” dapat berjalan dengan baik, maka secara tidak langsung anggota masyarakat miskin akan terus berkurang karena sebagian dari mereka sudah dapat hidup mandiri. Dari segi anggaan pun, Walikota tidak akan dipusingkan dengan APBD karena pada hakekatnya dana deposit tetap utuh. Dana APBD untuk pos pengentasan kemiskinan pada tahun-tahun beriokutnya pun dapat dimanfaatkan untuk pos lainnya seperti pendidikan atau asuransi kesehatan warga masyarakat.
Dengan keyakinan akan keberhasilan program “Sagu Hemat Seribu”, Walikota berani menargetkan agar setiap kecamatan setidaknya dapat mengumpulkan dana tabungan minimal Rp. 1 Milyar per tahun dan menjaring sebanyak mungkin penabung di luar staf pemkot. Kalau di Kota Bekasi terdapat 12 kecamatan, maka dalam setahun minimal akan terkumpul dana sebesar Rp. 12 Milyar per tahun. Bayangkan berapa orang yang bisa tertolong dengan anggaran sebesar Rp. 12 milyar ini?.
Untuk mencapai target tersebut walikota menginstruksikan dengan tegas kepada para camat, lurah dan kepala dinas beserta stafnya untuk menabung di BPRS dan mengajak masyarakat luas untuk ikut serta seperti PKK, karang taruna, Kelompok-kelompok pengajian dan sebagainya. Instruksi ini sangat perlu karena sampai saat ini baru 5.750 orang dari 13 ribu staf Pemkot yang terdaftar sebagai penabung di BRPS, dengan total dana tabungan baru sebesar Rp. 152 juta. Warga masyarakat Kota Bekasi pun banyak yang belum mengerti program ini.
Sebagai upaya jemput bola, Walikota pun meminta agar di setiap kelurahan disiapkan sebuah ruangan untuk kantor kas BPRS, tujuannya untuk memudahkan anggota masyarakat menyetorkan tabungannya.
Untuk memperlihatkan kesungguhannya dalam menabung, Walikota Mochtar Mohammad pun turut serta dalam kegiatan ini dengan membuka rekening “Tabunganku” dan berupaya menabung setiap akhir pekan. Sambil bergurau Pak Wali menyatakan bahwa baginya menabung itu sangat penting, bukan saja untuk mengurangi sikap konsumtif tetap juga sebagai upaya mengumpulkan modal untuk persiapan pilkada 2013.
Kembali ke program “Sagu Hemat Seribu”, dari sisi konsep program ini cukup baik, khususnya sebagai suatu kegiatan yang ditujukan untuk menggerakan masyarakat agar gemar menabung dan mengurangi pola konsumtif di akhir pekan. Namun tentu saja dalam implementasinya diperlukan suatu kesungguhan, terutama oleh pegawai Pemkot. Sudah menjadi kelaziman, bila suatu program yang ditetapkan oleh seorang pemimpin ekskutif daerah seperti walikota, akan mengalami kelambatan birokrasi di level bawahnya. Tanpa instruksi dan arahan yang jelas dari pimpinan, suatu program kegiatan bisa jadi akan tersendat-sendat.
Dalam kaitan ini, blogger memiliki peran penting, bukan hanya untuk mensosialisasikan dan membantu program hemat dan mari menabung lewat berbagai tulisan di blog, tetapi juga berperan dalam mengawasi dan mengkritisi setiap pelaksanaan dari program ini. Independensi blogger sangat membantu bagi kelancaran program ini dan program-program pembangunan lainnya.
3 comments:
seribu walikota..
klo sejuta walikota ada g???
seribu itu mungkin kecil...tapi kalu dikumpulkan dari sekian banyak akan merupakan sebuah gerakan yang besar. toh mr yusup dari gramen bank aja bisa, kenapa kita tidak ?
tionggal kesungguhan
Ya, 1000 jangan dianggap remeh. Punya seribuan uang 50ribu aja udah lumayan. Halah! Itu mah sudah lebih dari cukup ... ^_^
Post a Comment