Jika sebagian besar anggota masyarakat ditanyakan kemana menghabiskan waktu di akhir pekan, saya yakin sebagian besar jawabannya adalah “di rumah saja” atau “pergi ke mall”. Mereka yang memilih di rumah saja beralasan kalau keluar khawatir terserempet mobil, macet, panas, berdebu dan tidak aman jika berjalan sendirian. Sementara yang pergi ke mall beralasan karena bosan terus menerus di rumah, perlu jalan-jalan agar bisa cuci mata, melihat-lihat keramaian dan tentu saja bisa ngadem karena sebagian besar mall menggunakan pendingin gedung/ruangan.
Jarang sekali atau bahkan mungkin tidak ada yang menjawab akan memanfaatkan sebagian waktunya untuk mengunjungi tempat terbuka seperti taman sambil berolahraga, duduk-duduk dan membaca buku. Kalau pun ada yang menjawab ke taman, pasti mengunjungi taman berbayar seperti taman rekreasi,taman buah atau kebun raya.
Tidak ada yang keliru dengan jawaban di atas, karena memang pilihan tempat yang tersedia bagi masyarakat untuk berekreasi (nyaman dan gratis) memang terbatas. Hampir sebagian besar kota di Indonesia belum memiliki taman atau hutan kota yang dapat digunakan warganya untuk berekreasi di akhir pekan dengan nyaman. Kalaupun ada taman, umumnya kotor dan tidak terawat. Hal ini bisa terjadi karena Pemerintah daerah/kota sepertinya lebih cenderung mengedepankan pembangunan fisik yang cepat memberikan keuntungan finansial seperti mall.
Padahal dengan lebih banyaknya warga yang enggan keluar rumah, lebih senang menghabiskan waktu di mall, atau menikmati jalan-jalan dengan mobil sebenarnya menjadikan kota tidak sehat dan tidak memunculkan interaksi antar warga. Pada gilirannya tidak memunculkan inspirasi yang mencerahkan bagi kehidupan warganya. Karena itu patut disimak apa yang dikatakan mantan Walikota Bogota, Kolombia, Enrique Penelosa, bahwa “kota yang baik adalah kota yang bisa merangsang warganya keluar rumah dengan sukarela dan ceriah”.
Dalam konteks kota Bekasi, apakah kota ini telah menjadi kota yang baik seperti yang dikatana Penelosa?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari sejenak menelusuri keadaan di kota Bekasi. Dari gerbang masuk ke kota Bekasi seperti tol Pondok Gede Barat, Bekasi Barat ataupun Timur, maka akan mulai tampak deretan bangunan beton seperti halnya yang terdapat di ibu kota Jakarta. Sebagai daerah penyanggah Jakarta dan dengan sebagian besar warganya mencari nafkah di Jakarta, maka Bekasi pun tumbuh dan berkembang mengikuti Jakarta. Tengok saja pertumbuhan fisik di kanan kiri pintu tol Bekasi Barat dan Timur yang dipenuhi mall, supermarket, gedung perkantoran dan apartemen.
Jalan-jalan utama dan penghubung lainnya terus dibangun dan ditata. Lihat saja ruas jalan utama di kota Bekasi yaitu Jalan Achmad Yani pun telah diperlebar dan diperhalus. Selain itu proyek ruas jalan baru sepanjang Kalimalang mulai dibangun dan nantinya menambah ruas jalan Kalimalang yang sudah ada selama ini. Semua upaya di atas harus diakui telah memberikan gambaran wajah kota Bekasi yang lebih tertata rapih dan bersih.
Sayang pembangungan dan pembenahan yang dilaksanakan tersebut baru terbatas fisik, keramahan dan kenyamanan belum sepenuhnya menyentuh ruang publik yang menjadi kebutuhan warga. Tengok saja kebutuhan warga pejalan kaki di sepanjang Jalan Achmad Yani misalnya, meski trotoar sudah diperbaiki, namun belum didukung pepohonan rindang yang meneduhkan pejalan kaki. Sebagian kantor dan pusat pertokoan telah mulai melakukan penanaman pohon, tapi sebagian lainnya belum melakukan. Bahkan beberapa instansi terlihat sudah tidak memiliki tempat lagi untuk menanam pohon. Kalau saja setiap kantor yang ada di jalan tersebut menanam pohon-pohon yang akan tumbuh besar, termasuk penanaman pohon di jalur tengah jalan oleh Pemerintah Kota, maka dalam 4-5 tahun kedepan akan didapati jalan Achmad Yani yang teduh dan nyaman untuk pejalan kaki. Setidaknya kita akan mendapatkan suasana seperti di jalan Dipenogoro Jakarta.
Namun untuk saat ini, jangan coba-coba anda berjalan kaki dari ujung jalan depan kantor walikota menuju ujung jalan satunya dimana terdapat jembatan yang melintasi Kalimalang. Kalau itu dilakukan, dijamin peluh yang menetes akan bercampur dengan debu yang berterbangan.
Ruang publik lainnya adalah taman kota atau hutan kota yang idealnya bisa menjadi paru-paru kota dan ruang bersama bagi warga untuk berkumpul. Sebagai paru-paru kota, taman yang baik bisa mendinginkan kota dari teriknya matahari dan polusi kota. Sebagai ruang berkumpul warga, taman berguna untuk tempat berolahraga, tempat berkumpulnya berbagai anggota masyarakat dan tempat bertukar pikiran. Dimana semua ini pada gilirannya bisa memunculkan berbagai inspirasi dan kreativitas warga.
Sejauh ini taman kota yang bisa dijadikan benchmark kota adalah taman di alun-alun kota Bekasi yang dibangun bersama oleh Pemerintah Kota dan salah satu perusahaan otomotif. Taman kota yang dikelilingi Masjid Agung Al-Barokah, kantor Kodim, RSUD Bekasi, Polres, dan Kejaksaan ini memang terlihat teduh dinaungi berbagai pohon besar. Namun sayang keteduhan taman tidak diikuti dengan perawatan taman, dimana rumput dan ilalang tumbuh liar dan merusak pemandangan. Jogging track yang ada disekelilingnya tidak berfungsi karena mulai tertutup rumput-rumput, selain bau yang datang dari kotoran hewan dan manusia yang buang hajat seenaknya. Keadaan ini tentu membuat masyarakat enggan berkunjung ke taman.
Sementara itu, trotoar yang mengelilingi taman dan alun-alun kota sebagian mengalami kerusakan dan sebagian lainnya ditempati pedagang kaki lima. Kondisi ini tentu saja tidak memungkinkan bagi warga berjalan nyaman di sepanjang trotoar karena memang tidak ada tanaman pelindung yang bisa meneduhi pejalan kaki. Jadi memang amat disayangkan, jika taman yang semestinya bisa dimanfaatkan bagi kepentingan warga, setidaknya untuk berolahraga di pagi hari tidak termanfaatkan secara maksimal. Kalau untuk berolahraga bersama saja tidak nyaman, bagaimana bisa untuk sekedar duduk-duduk, berbincang santai , membaca dan mendapatkan ide-ide kreatif.
Bicara tentang ruang publik untuk menumbuhkan budaya kreatif, penataan taman tentu saja bukan satu-satunya cara. Namun pembenahan taman sebagai ruang publik yang dapat dimanfaatkan warganya bisa dikedepankan oleh Pemerintah Kota Bekasi. Jika ini dilaksanakan dengan baik, maka Bekasi bukan hanya bisa meraih Piala Adipura di tahun 2010 tetapi juga membudayakan warga untuk kreatif dan aktif mendorong proses pembangunan dan hidup bersih di lingkungannya. Untuk itu pula Pemerintah Kota kira dapat mendorong berbagai proses kreatif dan program yang diajukan oleh berbagai komunitas masyarakat di Bekasi seperti Komunitas Blogger Bekasi, Tangan Di Atas, Bike 2 Work, Forum Masyarakat Bekasi, masyarakat Penggemar Kuliner, Gerakan Masyarakat Peduli Adipura, Pengamen dan Anak Jalanan dan lain-lain.
Khusus Komunitas Blogger Bekasi sejauh ini para blogger telah turut serta mendukung program Pemerintah kota Bekasi seperti sosialisasi gerakan penghijauan dan lingkungan ke masyarakat di Bekasi melalui penyebarluasan opini dan informasi di internet serta aksi nyata di lapangan. Kalau saja pemahaman masyarakat semakin tinggi dan diikuti upaya penataan taman yang bisa menyentuh kebutuhan masyarakat Bekasi, penataan bukan hanya di taman kota alun-alun tetapi di seluruh taman yang ada di Bekasi termasuk di perumahan-perumahan, dapat dibayangkan bagaimana tumbuh dan besarnya kecintaan dan gairah masyarakat untuk ikut serta memajukan Bekasi. Pada gilirannya tentu saja Bekasi akan semakin maju. Semoga.
Jarang sekali atau bahkan mungkin tidak ada yang menjawab akan memanfaatkan sebagian waktunya untuk mengunjungi tempat terbuka seperti taman sambil berolahraga, duduk-duduk dan membaca buku. Kalau pun ada yang menjawab ke taman, pasti mengunjungi taman berbayar seperti taman rekreasi,taman buah atau kebun raya.
Tidak ada yang keliru dengan jawaban di atas, karena memang pilihan tempat yang tersedia bagi masyarakat untuk berekreasi (nyaman dan gratis) memang terbatas. Hampir sebagian besar kota di Indonesia belum memiliki taman atau hutan kota yang dapat digunakan warganya untuk berekreasi di akhir pekan dengan nyaman. Kalaupun ada taman, umumnya kotor dan tidak terawat. Hal ini bisa terjadi karena Pemerintah daerah/kota sepertinya lebih cenderung mengedepankan pembangunan fisik yang cepat memberikan keuntungan finansial seperti mall.
Padahal dengan lebih banyaknya warga yang enggan keluar rumah, lebih senang menghabiskan waktu di mall, atau menikmati jalan-jalan dengan mobil sebenarnya menjadikan kota tidak sehat dan tidak memunculkan interaksi antar warga. Pada gilirannya tidak memunculkan inspirasi yang mencerahkan bagi kehidupan warganya. Karena itu patut disimak apa yang dikatakan mantan Walikota Bogota, Kolombia, Enrique Penelosa, bahwa “kota yang baik adalah kota yang bisa merangsang warganya keluar rumah dengan sukarela dan ceriah”.
Dalam konteks kota Bekasi, apakah kota ini telah menjadi kota yang baik seperti yang dikatana Penelosa?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari sejenak menelusuri keadaan di kota Bekasi. Dari gerbang masuk ke kota Bekasi seperti tol Pondok Gede Barat, Bekasi Barat ataupun Timur, maka akan mulai tampak deretan bangunan beton seperti halnya yang terdapat di ibu kota Jakarta. Sebagai daerah penyanggah Jakarta dan dengan sebagian besar warganya mencari nafkah di Jakarta, maka Bekasi pun tumbuh dan berkembang mengikuti Jakarta. Tengok saja pertumbuhan fisik di kanan kiri pintu tol Bekasi Barat dan Timur yang dipenuhi mall, supermarket, gedung perkantoran dan apartemen.
Jalan-jalan utama dan penghubung lainnya terus dibangun dan ditata. Lihat saja ruas jalan utama di kota Bekasi yaitu Jalan Achmad Yani pun telah diperlebar dan diperhalus. Selain itu proyek ruas jalan baru sepanjang Kalimalang mulai dibangun dan nantinya menambah ruas jalan Kalimalang yang sudah ada selama ini. Semua upaya di atas harus diakui telah memberikan gambaran wajah kota Bekasi yang lebih tertata rapih dan bersih.
Sayang pembangungan dan pembenahan yang dilaksanakan tersebut baru terbatas fisik, keramahan dan kenyamanan belum sepenuhnya menyentuh ruang publik yang menjadi kebutuhan warga. Tengok saja kebutuhan warga pejalan kaki di sepanjang Jalan Achmad Yani misalnya, meski trotoar sudah diperbaiki, namun belum didukung pepohonan rindang yang meneduhkan pejalan kaki. Sebagian kantor dan pusat pertokoan telah mulai melakukan penanaman pohon, tapi sebagian lainnya belum melakukan. Bahkan beberapa instansi terlihat sudah tidak memiliki tempat lagi untuk menanam pohon. Kalau saja setiap kantor yang ada di jalan tersebut menanam pohon-pohon yang akan tumbuh besar, termasuk penanaman pohon di jalur tengah jalan oleh Pemerintah Kota, maka dalam 4-5 tahun kedepan akan didapati jalan Achmad Yani yang teduh dan nyaman untuk pejalan kaki. Setidaknya kita akan mendapatkan suasana seperti di jalan Dipenogoro Jakarta.
Namun untuk saat ini, jangan coba-coba anda berjalan kaki dari ujung jalan depan kantor walikota menuju ujung jalan satunya dimana terdapat jembatan yang melintasi Kalimalang. Kalau itu dilakukan, dijamin peluh yang menetes akan bercampur dengan debu yang berterbangan.
Ruang publik lainnya adalah taman kota atau hutan kota yang idealnya bisa menjadi paru-paru kota dan ruang bersama bagi warga untuk berkumpul. Sebagai paru-paru kota, taman yang baik bisa mendinginkan kota dari teriknya matahari dan polusi kota. Sebagai ruang berkumpul warga, taman berguna untuk tempat berolahraga, tempat berkumpulnya berbagai anggota masyarakat dan tempat bertukar pikiran. Dimana semua ini pada gilirannya bisa memunculkan berbagai inspirasi dan kreativitas warga.
Sejauh ini taman kota yang bisa dijadikan benchmark kota adalah taman di alun-alun kota Bekasi yang dibangun bersama oleh Pemerintah Kota dan salah satu perusahaan otomotif. Taman kota yang dikelilingi Masjid Agung Al-Barokah, kantor Kodim, RSUD Bekasi, Polres, dan Kejaksaan ini memang terlihat teduh dinaungi berbagai pohon besar. Namun sayang keteduhan taman tidak diikuti dengan perawatan taman, dimana rumput dan ilalang tumbuh liar dan merusak pemandangan. Jogging track yang ada disekelilingnya tidak berfungsi karena mulai tertutup rumput-rumput, selain bau yang datang dari kotoran hewan dan manusia yang buang hajat seenaknya. Keadaan ini tentu membuat masyarakat enggan berkunjung ke taman.
Sementara itu, trotoar yang mengelilingi taman dan alun-alun kota sebagian mengalami kerusakan dan sebagian lainnya ditempati pedagang kaki lima. Kondisi ini tentu saja tidak memungkinkan bagi warga berjalan nyaman di sepanjang trotoar karena memang tidak ada tanaman pelindung yang bisa meneduhi pejalan kaki. Jadi memang amat disayangkan, jika taman yang semestinya bisa dimanfaatkan bagi kepentingan warga, setidaknya untuk berolahraga di pagi hari tidak termanfaatkan secara maksimal. Kalau untuk berolahraga bersama saja tidak nyaman, bagaimana bisa untuk sekedar duduk-duduk, berbincang santai , membaca dan mendapatkan ide-ide kreatif.
Bicara tentang ruang publik untuk menumbuhkan budaya kreatif, penataan taman tentu saja bukan satu-satunya cara. Namun pembenahan taman sebagai ruang publik yang dapat dimanfaatkan warganya bisa dikedepankan oleh Pemerintah Kota Bekasi. Jika ini dilaksanakan dengan baik, maka Bekasi bukan hanya bisa meraih Piala Adipura di tahun 2010 tetapi juga membudayakan warga untuk kreatif dan aktif mendorong proses pembangunan dan hidup bersih di lingkungannya. Untuk itu pula Pemerintah Kota kira dapat mendorong berbagai proses kreatif dan program yang diajukan oleh berbagai komunitas masyarakat di Bekasi seperti Komunitas Blogger Bekasi, Tangan Di Atas, Bike 2 Work, Forum Masyarakat Bekasi, masyarakat Penggemar Kuliner, Gerakan Masyarakat Peduli Adipura, Pengamen dan Anak Jalanan dan lain-lain.
Khusus Komunitas Blogger Bekasi sejauh ini para blogger telah turut serta mendukung program Pemerintah kota Bekasi seperti sosialisasi gerakan penghijauan dan lingkungan ke masyarakat di Bekasi melalui penyebarluasan opini dan informasi di internet serta aksi nyata di lapangan. Kalau saja pemahaman masyarakat semakin tinggi dan diikuti upaya penataan taman yang bisa menyentuh kebutuhan masyarakat Bekasi, penataan bukan hanya di taman kota alun-alun tetapi di seluruh taman yang ada di Bekasi termasuk di perumahan-perumahan, dapat dibayangkan bagaimana tumbuh dan besarnya kecintaan dan gairah masyarakat untuk ikut serta memajukan Bekasi. Pada gilirannya tentu saja Bekasi akan semakin maju. Semoga.
No comments:
Post a Comment