Secara resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Tetapi proklamasi kemerdekaan yang dibacakan di Jl. Pegangsaan Timur 56 tersebut tidak menjamin pengakuan dari pihak penjajah Belanda. Jadi kapankah sebenarnya Belanda mengakui kedaulatan RI secara formal ?
Membaca sejarah perjuangan dan upaya merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda terlihat bahwa perjuangan tidak hanya dilakukan di medan tempur tetapi juga dilakukan di meja-meja perundingan yang dilakukan para diplomat Indonesia.
Di medan pertempuran, setelah pernyataan proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Belanda yang membonceng tentara sekutu, justru mencoba mengambil alih kontrol kekuasaan di bekas jajahannya dengan mengirimkan lebih banyak pasukan untuk menyerang Indonesia. Untuk itu tercatat setidaknya terjadi dua kali agresi selama kurun waktu 1945-1949.
Tentu saja kekuatan pasukan penjajahan Belanda ini harus menghadapi perlawanan sengit dari tentara dan masyarakat Indonesia. Sementara itu, sejalan dengan perlawanan militer, secara bersamaan dilakukan pula serangkaian upaya diplomasi, dimana Indonesia membawa masalah invasi Belanda ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan mendorong Belanda untuk berunding.
Di PBB, dengan disponsori Uni Soviet, permasalahan yang dijaukan Indonesia dibicarakan di Dewan Keamanan PBB. Selanjutnya pada tangga 10 Februari 1946 berlangsunglah perundingan resmi pertama kalinya antara pejabat Indonesia dan perwakilan Belanda dengan pimpinan Sir Archibald Clark Kerr.
Perundingan selanjutnya dilakukan atas perantara Kantor Jasa Baik pimpinan Lord Killearn dari Inggris. Delegasi Indonesia dipimpin Sutan Sjahrir dengan anggota Mohammad Roem, Susanto Tirtoprodjo dan A.K Gani dan sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Prof. Ir. Schermeron dengan anggota Max Van Poll, F de Boer dan H.J Van Mook. Mereka bertemu di Linggajati, Jawa barat pada tanggal 11-13 November 1946.
Setelah melalui perundingan yang ketat, Indonesia dan Belanda akhrnya menyepakati hal-hal sebagai berikut:
1.Kedua belah pihak akan membangun negara federasi yang akan disebut sebagai Negara Bersatu Indonesia (United States of Indonesia).
2.Kedua belah terus bekerjasama dan membentuk serikat Indonesia-Belanda
3.Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan RI atas Jawa, Sumatra dan Madura.
Ketika Perjanjian Linggarjati ini akhirnya ditandatangan pada 25 maret 1947 oleh Perdana Menteri RI Sutan Syahrir dan Gubernur Jenderal Van H.J Mook, secara hukum dapat dinyatakan bahwa inilah pengakuran resmi pertama kali Pemerintah Belanda terhadap kedaulatan RI. Meskipun tentu saja isi perjanjian ini tidak memuaskan karena hanya memberikan pengakuan kedaualtanan kepada Jawa, Sumatera dan Madura.
Namun dari sisi positifnya, kita bisa menilia bahwa inilah keberhasilan diplomasi pertama Indonesia dalam memperjuangkanm kedaualatan RI di meja perundingan. Perjanjian ini dapat dikatakan titik awal dari hilangnya pijakan Pemerintah Belanda di Hindia Belanda. Dengan lepasnya Jawa, Sumatera dan Madura, masuknya wilayah-wilayah lain kedalam pangkuan Negara NKRI hanya lah tinggal menunggu waktu lewat perundingan-perundingan berikutnya. Merdeka !!!
Membaca sejarah perjuangan dan upaya merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda terlihat bahwa perjuangan tidak hanya dilakukan di medan tempur tetapi juga dilakukan di meja-meja perundingan yang dilakukan para diplomat Indonesia.
Di medan pertempuran, setelah pernyataan proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Belanda yang membonceng tentara sekutu, justru mencoba mengambil alih kontrol kekuasaan di bekas jajahannya dengan mengirimkan lebih banyak pasukan untuk menyerang Indonesia. Untuk itu tercatat setidaknya terjadi dua kali agresi selama kurun waktu 1945-1949.
Tentu saja kekuatan pasukan penjajahan Belanda ini harus menghadapi perlawanan sengit dari tentara dan masyarakat Indonesia. Sementara itu, sejalan dengan perlawanan militer, secara bersamaan dilakukan pula serangkaian upaya diplomasi, dimana Indonesia membawa masalah invasi Belanda ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan mendorong Belanda untuk berunding.
Di PBB, dengan disponsori Uni Soviet, permasalahan yang dijaukan Indonesia dibicarakan di Dewan Keamanan PBB. Selanjutnya pada tangga 10 Februari 1946 berlangsunglah perundingan resmi pertama kalinya antara pejabat Indonesia dan perwakilan Belanda dengan pimpinan Sir Archibald Clark Kerr.
Perundingan selanjutnya dilakukan atas perantara Kantor Jasa Baik pimpinan Lord Killearn dari Inggris. Delegasi Indonesia dipimpin Sutan Sjahrir dengan anggota Mohammad Roem, Susanto Tirtoprodjo dan A.K Gani dan sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Prof. Ir. Schermeron dengan anggota Max Van Poll, F de Boer dan H.J Van Mook. Mereka bertemu di Linggajati, Jawa barat pada tanggal 11-13 November 1946.
Setelah melalui perundingan yang ketat, Indonesia dan Belanda akhrnya menyepakati hal-hal sebagai berikut:
1.Kedua belah pihak akan membangun negara federasi yang akan disebut sebagai Negara Bersatu Indonesia (United States of Indonesia).
2.Kedua belah terus bekerjasama dan membentuk serikat Indonesia-Belanda
3.Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan RI atas Jawa, Sumatra dan Madura.
Ketika Perjanjian Linggarjati ini akhirnya ditandatangan pada 25 maret 1947 oleh Perdana Menteri RI Sutan Syahrir dan Gubernur Jenderal Van H.J Mook, secara hukum dapat dinyatakan bahwa inilah pengakuran resmi pertama kali Pemerintah Belanda terhadap kedaulatan RI. Meskipun tentu saja isi perjanjian ini tidak memuaskan karena hanya memberikan pengakuan kedaualtanan kepada Jawa, Sumatera dan Madura.
Namun dari sisi positifnya, kita bisa menilia bahwa inilah keberhasilan diplomasi pertama Indonesia dalam memperjuangkanm kedaualatan RI di meja perundingan. Perjanjian ini dapat dikatakan titik awal dari hilangnya pijakan Pemerintah Belanda di Hindia Belanda. Dengan lepasnya Jawa, Sumatera dan Madura, masuknya wilayah-wilayah lain kedalam pangkuan Negara NKRI hanya lah tinggal menunggu waktu lewat perundingan-perundingan berikutnya. Merdeka !!!
1 comment:
Klo begitu, artinya, dua agresi Belanda di Indonesia bisa dikatakan sebagai "perang haram"? Atau dalam bahasa hukumnya, kejahatan perang? Soalnya, itu dilakukan ketika Indonesia diakui kemerdekaannya oleh Belanda meski dengan lingkup terbatas....
Post a Comment