Meski lahir dan dibesarkan di Jakarta, namun saya masih kecil ketika Ali Sadikin atau Bang Ali menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Karenanya tidak banyak yang saya ketahui mengenai sepak terjang beliau saat itu. Barulah setelah agak besar saya sedikit mengenal beliau dari berbagai bacaan, setidaknya tahu bahwa Bang Ali merupakan seorang tokoh visioner yang mengembangkan Kota Jakarta.
Dari sekian banyak proyek pembangunan yang dilaksanakannya, yang paling berkesan bagi saya adalah proyek perbaikan kampung yang disebut dengan proyek Mohammad Husni Thamrin (MHT). Melalui proyek MHT kawasan perkampungan yang tadinya becek dan kumuh diperbaiki dan dilengkapi dengan jalan dan gang beraspal serta aliran listrik. Hasilnya, sebagian besar kampung di Jakarta menjadi tertata dalam blok-blok yang berhubungan satu sama lain. Jakarta pun kemudian berkembang dari sebuah kampung besar menjadi Kota Metroplitan.
Tanggal 20 Mei 2008, tepat ketika Indonesia memperingati 100 Kebangkitan Nasional secara meriah, Bang Ali berpulang menghadap Sang Khalik. Tokoh yang oleh Presiden Soekarno disebut sebagai "keras kepala" ini pergi dengan meninggalkan sejumlah besar monumen pembangunan yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat, seperti tempat kesenian Taman Ismail Marzuki, kebun binatang Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol ataupun gedung Gelanggang Remaja.
Selamat jalan Bang Ali, selamat beristirahat dengan tenang. Semoga disana Bang Ali tidak perlu lagi repot-repot mencari dana legal untuk membangun Jakarta dengan mengijinkan perjudian. Bang Ali juga tidak perlu menandatangani Petisi 50 jilid 2 bersama antara lain dengan Ibu SK Trimurti, yang pada hari yang sama juga menghadap Allah SWT. Semoga juga para pemimpin negeri ini belajar dari keteladanan Bang Ali dan mendorong Pemerintah untuk lebih bersungguh-sungguh memikirkan kepentingan masyarakat yang jauh lebih luas dibandingkan kepentingan kelompok atau perusahaan.
Kembali akan kenangan kepada Bang Ali, seorang rekan semasa SD dan SMA mengirim email sebagai berikut: "Ru, masih inget nggak waktu Bang Ali menyalami sambil mengusap kepala teman-teman pramuka di Pasar Seni Ancol, pada acara perpisahan sebelum beliau melepas jabatan gubernur DKI Jakarta. Di spanduk besar -- kalau tidak salah ingat -- tertulis: "Selamat Jalan Bang Ali - kami akan meneruskan perjuanganmu". Kami itu termasuk kita ngga ya?"
Menyambut pertanyaan rekan saya tersebut, mungkin pertanyaan itu pas untuk kita semua. Ditengah keprihatinan tentang kualitas pemimpin di Indonesia, sosok dan figur Bang Ali, yang tegas dan visioner, seolah menjadi suatu kerinduan tersendiri dan sangat diharapkan kehadiraannya.
Jujur saja, saya sendiri tidak berani mengklaim dapat meneruskan perjuangan yang telah dirintis Bang Ali. Dari segi kapasitas saja jauh berbeda, Bang Ali sudah Mayor Jenderal ketika berusia 37 tahun (bener 37 tahun bukan 47 apalagi 57 tahun), sementara saya masih seorang kuli. Tapi hal itu tentu saja bukan lantas dijadikan sebagai suatu excuse, setidaknya saya berupaya untuk dapat berbuat baik di profesi saya saat ini sebagai sekrup kecil dalam hiruk pikuk pergaulan global. Dengan terminologi perjuangan seperti yang terakhir itu, saya bisa sedikit lega menjawabnya. Bukan begitu?
Foto diambil dari Kompas.
1 comment:
Umur 48 tahun kopral juga belum bung he...he....
Memimpin kota besar seperti Jakarta ini kalau gak keras kepala ya dipenceti orang sampai mblenyek, dan gak akan jalan program2-nya.
Kalau saja Pak Sutiyoso gak keras kepala, itu bis Trans-Jakarta juga bakal terkena aborsi... aroengbinang
Post a Comment