29.3.07

Uni Eropa dan Model Integrasi Kawasan

Tanggal 27 Maret 2007 merupakan hari yang istimewa bagi warga Uni Eropa (UE) karena menandai terbentuknya Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) pada 50 tahun yang lalu, dimana pada saat itu enam negara yaitu Belanda, Belgia, Jerman, Italia, Perancis dan Luxemburg, sepakat untuk menandatangani Traktat Roma. Seiring berjalannya waktu, proses perluasan keanggotaan UE terus berlangsung dan pada akhirnya menjadikan keanggotaan organisasi tersebut menjadi 27 negara pada saat ini.

Terlepas dari berbagai kritik terhadap permasalahan internal yang dihadapi seperti tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak terlalu tinggi, terjadinya peningkatan penduduk berusia lanjut dan imigran, atau penolakan konstitusi oleh masyarakat Perancis dan Belanda, UE terus memperlihatkan perkembangan dan pencapaian-pencapaian yang luar biasa dalam proses integrasi kawasan. UE telah berhasil mengintegrasikan negara-negara Eropa, yang tadinya berbeda ideologi, ekonomi dan politik, ke dalam suatu blok.

Membayangkan UE dewasa ini dan membandingkannya dengan 50 tahun yang lalu, akan tampak sekali perbedaannya. Dari suatu kawasan, yang dulunya terpecah secara ideoligis politis dan ekonomis serta terpuruk akibat depresi dan Perang Dunia II, UE kemudian bangkit menjadi satu kawasan yang bebas dan kuat. Melalui pembentukan suatu sistem pemerintahan yang modern, UE membuktikan keberhasilannya untuk dapat memberikan kesejahteraan dan keamanan bagi masyarakatnya. Suatu pencapaian yang kemudian mendorong terciptanya suatu kekuatan politik yang sangat diperhitungkan dalam tata pergaulan internasional.

Keberhasilan tersebut, tentu saja menarik perhatian negara-negara lain di luar kawasan untuk mempelajari model integrasi yang diterapkan UE. Suatu hal yang tentu saja disambut baik oleh pihak UE. Bahkan sejak tahun 1990-an, UE telah memasukkan dalam kebijakan luar negerinya upaya-upaya mempromosikan gagasan integrasi dan kerjasama ke berbagai kawasan di seluruh dunia. UE menjadikan kegiatan promosi integrasi kawasan sebagai bagian dari soft diplomacy atau diplomasi publik. Dengan melakukan hal tersebut, UE dapat berperan dalam mengembangkan stabilitas kawasan dan pada saat bersamaan memelihara kredibilitasnya.

Beberapa hal yang kiranya dapat dijadikan model integrasi kawasan antara lain adalah pengikatan negara anggota dalam suatu perjanjian/traktat yang mengikat negara anggotanya, seperti Traktat Roma, Maastricht, Amsterdam dan Niece; pembentukan dan pelaksanaan secara efektif institusi-institusi yang memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan (Dewan UE) dan melaksanakannya (Komisi Eropa/KE), penetapan legislasi (Parlemen Eropa) ataupun lembaga peradilan (Pengadilan UE); dan pembentukan komunitas bersama Masyarakat Eropa.

Dalam konteks ASEAN, model integrasi UE sebenarnya secara perlahan sudah mulai diterapkan seperti tampak antara lain dari usulan pembentukan Piagam ASEAN sebagai suatu dokumen bersama yang dapat mengikat setiap negara anggotanya. Sebagai suatu organisasi kawasan yang akan genap berusia 40 tahun pada bulan Agustus mendatang, kebutuhan akan suatu perjanjian yang mengikat sangat diperlukan.

Terkait dengan usulan Piagam ASEAN, direncanakan pembentukan institusi yang akan berwenang menentukan kebijakan seperti High Council, yang kewenangannya mirip dengan Dewan UE. Selain itu direncakana penguatan peran dan kedudukan Sekretariat ASEAN, termasuk rencana pembentukan Perwakilan negara anggota ASEAN di Jakarta (dimana Sekretariat ASEAN berkedudukan) dan pembentukan Parlemen ASEAN. Jika hal ini berlangsung, ASEAN akan memiliki badan eksekutif seperti KE dan Perwakilan Tetap negara anggota UE yang disebut COREPER. Kemudian sama halnya dengan UE yang memiliki Parlemen Eropa, ASEAN juga akan memiliki Parlemen ASEAN.

Model integrasi berikutnya yang saat ini tengah diterapkan ASEAN adalah pembentukan Masyarakat ASEAN yang meliputi Masyarakat Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN. Meski proses pembentukan Masyarakat ASEAN baru dimulai dan ditargetkan pencapaiannya pada tahun 2015, namun prosesnya memperlihatkan bahwa langkah yang ditempuh sejalan dengan apa yang pernah dilakukan UE terlebih dahulu yaitu antara lain melalui pembentukan kawasan perdagangan bebas (UE dengan pasar tunggalnya) dan keamanan politik dan keamanan kawasan.

Jika dengan model integrasi di atas, UE berhasil mencapainya dalam kurun waktu 50 tahun, maka negara-negara anggota ASEAN kiranya perlu bekerja sangat keras jika ingin memperoleh pencapaian yang sama dengan UE. Kalau dalam peringatan 50 tahun UE, masyarakat negara anggota UE merayakannya dengan meriah karena merasakan manfaat integrasi bagi masyarakat keseluruhan, bukan hanya bagi para elit politik semata, dapatkahkah masyakarat negara anggota ASEAN di Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Laos, Lamboja dan Myanmar merasakan dan melakukan hal yang sama di tahun 2017 mendatang?

6 comments:

Anonymous said...

smoga saja asean bisa bermanfaat bagi smuanya, satu hal yg harus dibuktikan dari itikad para tetangga untuk tidak sekadar mengeruk untuk keuntungan diri smata. salam.

Aris Heru Utomo said...

Benar sekali mas Aroengbinang, komitmen dan itikad baik seluruh negara ASEAN memang sangat diperlukan dalam upaya mewujudkan integrasi kawasan. Tanpa komitmen dan itikad yang kuat utk maju bersama, akan banyak free rider di ASEAN. Ujung2nya kita sendiri yg akan dirugikan (dan menimbulkan pertanyaan lanjutan: kenapa kita bisa/sering dgn mudah dirugikan oleh negara2 tetangga?). Salam

Vera said...

Rasanya terlalu berlebihan bila keinginan ASEAN mengikuti jejak Uni Eropa, karena tidak semua negara ASEAN mempunyai kekuatan politik ekonomi seperti Singapore dan Malaysia. Kenapa tidak dicoba melalui ke-2 negara saja dulu..

Aris Heru Utomo said...

Rasanya tidak berlebihan jika negara2 ASEAN berkeinginan utk melakukan integrasi kawasan seperti yg dilakukan UE. Cuma memang dg pendekatan yg berbeda. Bahwa kini ASEAN sepertinya meniru langkah UE dlm proses integrasi, sebetulnya hal ini tidak terlepas dari keberhasilan ASEAN dalam memelihara stabilitas politik dan keamanan dlm beberapa dasawarsa ini.
Kenapa tidak dicoba dgn Singapura dan Malaysia dulu, krn mereka kuat secara ekonomi politik? ehm secara ekonomi kedua negara tsb memang kuat, tetapi secara politik rasanya tidak tepat. Dan sejarah justru membuktikan bahwa Singapura yg dulu justru memisahkan diri dari Malaysia. Tanpa peran serta negara2 di kawasan Asia Tenggara lainnya, rasanya proses integrasi kawasan akan sulit.

Anonymous said...

Ide bagus, cuma mesti menunggu kekuatan ekonomi negara-negara ASEAN medekati rata2/standar tertentu. Yang terjadi saat ini kan, Singapore yang 10x lebih kaya dari Indonesia, menjadi tidak seimbang dan dapat menimbulkan konflik.

Anonymous said...

Singapore, Malaysia secara ekonomis memang jauh lebih berkembang dari pada negara-negara ASEAN lainnya, katakanlah Indonesia. Namun ketimpangan ekonomi ini bukan hambatan bagi ASEAN untuk mengembangkan dan meningkatkan kerja sama Regional sehingga suatu saat mencapai level Integrasi regional spt Uni Eropa.Semua itu melalui proses yg panjang dan butuh waktu lama. Mengenai ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi antar negara anggota, hal ini juga terdapat di dalam UE, dimana negara-2 Eropa Barat pada umumnya lebih maju drpd negara-2 Eropa Timur. Akan tetapi mereka telah memenuhi syarat keanggotaan UE (ekonomi dan politik)yg tertera dalam Kopenhagen kriteria. Benar, Etikad dan komitmen dari Anggota ASEAN untuk mewujudkan stabilitas kawasan itu modal utamanya. Optimis lah...Salam