Tulisan ini merupakan sequel dari tulisan sebelumnya tentang tujuh keajaiban dunia wisata. Merujuk voting tujuh keajaiban dunia yang diselenggarakan oleh new7wonders foundation, suatu yayasan yang berkedudukan di Swiss dan dipimpin oleh Bernard Weber seorang pengelana dunia yang juga berasal dari Swiss, ternyata banyak pertanyaan mengenai keterlibatan UNESCO. Padahal kegiatan voting yang dilakukan tidak memiliki keterkaitan dengan program kerja UNESCO. Bahwa dalam voting ini melibatkan mantan Dirjen UNESCO sebagai ketua dewan juri, bukan berarti voting ini merupakan gawean UNESCO. Karena bukan proyek UNESCO atau badan internasional lainnya yang memiliki kredibilitas dalam menilai benda-benda bersejarah dunia, makanya saya sengaja menambahkan kata “wisata” pada judul tulisan terdahulu, sehingga menjadi “tujuh keajaiban dunia wisata” . Artinya apapun hasil akhir dari voting ini maka pemenangnya tidak lebih dari suatu tempat wisata favorit pilihan para pelancong dunia. Tidak ada kaitannya dengan peninggalan nilai-nilai sejarah masa lalu.
Saya justru melihat bahwa salah satu faktor utama dalam menentukan tempat wisata favorit adalah kenyamanan: kenyamanan mengunjungi tempat wisata, kenyamanan mengunjungi obyek-obyek wisata yang berdekatan, kenyamanan berbelanja, kenyamanan menggunakan transportasi, kenyamanan tempat tinggal (hotel), dan sebagainya. Dengan faktor-faktor seperti ini saja, maaf kalau saya harus berkata bahwa Borobudur kalah bersaing dengan tempat-tempat wisata lain, contohnya dengan menara Petronas. Meski termasuk gedung baru, dari segi arsitektural gedung tersebut harus diakui memiliki disain yang unik. Dari segi kenyamanan, Menara Petronas merupakan tempat yang nyaman untuk berbelanja, transportasi ke gedung tersebut juga mudah. Dari Kuala Lumpur dimana gedung tersebut berdiri, para wisatawan bisa melanjutkan pelancongan ke tempat wisata lain seperti Langkawi, menonton balap mobil di Sepang atau ke Genting Island untuk berjudi.
Saya justru melihat bahwa salah satu faktor utama dalam menentukan tempat wisata favorit adalah kenyamanan: kenyamanan mengunjungi tempat wisata, kenyamanan mengunjungi obyek-obyek wisata yang berdekatan, kenyamanan berbelanja, kenyamanan menggunakan transportasi, kenyamanan tempat tinggal (hotel), dan sebagainya. Dengan faktor-faktor seperti ini saja, maaf kalau saya harus berkata bahwa Borobudur kalah bersaing dengan tempat-tempat wisata lain, contohnya dengan menara Petronas. Meski termasuk gedung baru, dari segi arsitektural gedung tersebut harus diakui memiliki disain yang unik. Dari segi kenyamanan, Menara Petronas merupakan tempat yang nyaman untuk berbelanja, transportasi ke gedung tersebut juga mudah. Dari Kuala Lumpur dimana gedung tersebut berdiri, para wisatawan bisa melanjutkan pelancongan ke tempat wisata lain seperti Langkawi, menonton balap mobil di Sepang atau ke Genting Island untuk berjudi.
Bagaimana dengan Borbudur? Kesan saya ketika berkunjung kesana, faktor kenyamanan sangat kurang. Tengok saja, ketika akan memasuki halaman candi, kita sudah dicegat para pedagang kerajinan yang menawarkan barangnya, begitu pula saat turun dari candi. Belum lagi rute perjalanan menuju tempat parkir kendaraan yang diputar sedemikian rupa agar melewati kios-kios tempat penjualan cindera mata. Kesannya pengunjung dipaksa untuk membeli cindera mata. Selanjutnya dari Borobudur, tempat wisata yang terdekat tentu saja Yogyakarta dengan peninggalan kraton-kratonnya dan Candi Prambanan. Di kedua tempat tersebut, faktor kenyamanan juga sama saja dengan di Borobudur. Pilihan lain tentu saja terbang ke Bali sebagai the last resort.
Dengan satu faktor seperti tersebut di atas saja, Borobudur jelas sudah keok duluan. Sehingga tidak mengherankan jika para wisatawan atau calon-calon wisatawan yang memberikan suaranya melalui internet dan telepon lebih memilih tempat-tempat wisata lain yang jauh lebih nyaman dan lebih dikenal. Ya lebih dikenal karena adanya promosi besar-besaran dan terpadu dari pengelola wisata. Malaysia misalnya, negeri jiran ini sudah sejak satu dekade terakhir mempromosikan habis-habisan potensi wisata yang dimilikinya. Simak saja iklan di CNN yang muncul hampir setiap jam dan mengklaim sebagai “Malaysia Truly Asia”.
Merasa tidak cukup dengan beriklan di CNN, pemerintah Malaysia juga menggaet klub sepakbola Inggris Manchester United (MU) agar memasang iklan “Visit Malaysia” di stadion Old Traford. Hasilnya bisa kita lihat, setiap kali MU bertanding di Old Traford, banner “Visit Malaysia” selalu muncul beberapa kali. Dengan muncul beberapa kali saja, jutaan penggemar MU di seluruh dunia akan melihat iklan tersebut. Padahal dalam satu minggu MU bisa saja bertanding lebih dari satu kali di kandang. Suatu langkah cerdik untuk mengenalkan dunia wisata Malaysia di dunia internasional.
Langkah cerdik juga dilakukan pemerintah Kamboja. Menyadari bahwa negaranya masih tertinggal dibanding negara-negara di Asia Tenggara lainnya dan akan mengalami kesulitan biaya jika harus melakukan promosi besar-besaran seperti Malaysia, pemerintah Kamboja mengijinkan pembuatan film Tomb Raider (dibintangi Angelina Jolie sebagai Lara Croft) mempergunakan Angkor Wat sebagai bagian dari cerita film. Hasilnya Angkor Wat menjadi lebih terkenal dari sebelumnya.
Langkah-langkah strategis dan taktis yang dilakukan Malaysia, dan langkah taktis Kamboja, tidak diikuti oleh Indonesia. Sejak terpuruk karena krisis ekonomi dan kemudian diikuti serangkaian aksi kekerasan di Indonesia, seperti peledakan bom di kedutaan Australia dan Bali, image Indonesia di dunia masih belum sepenuhnya pulih. Dari berbagai travel warning yang dikeluarkan berbagai negara di dunia seperti AS, Australia dan beberapa negara Eropa, tampak bahwa Indonesia ternyata masih dianggap sebagai daerah rawan yang tidak layak dikunjungi wisatawan.
Ironisnya hal tersebut hanya ditanggapi biasa-biasa saja. Promosi pemulihan citra dilaksanakan secara terbatas. Masing-masing instansi pemerintah yang memiliki anggaran untuk promosi memilih untuk melaksanakan kegiatan sendiri-sendiri. Salah satu akibatnya adalah information kit untuk kegiatan promosi pun menjadi sangat terbatas. Sebagai contoh sederhana, kalau kita mendatangani departemen pariwisata untuk memperoleh brosur obyek-obyek wisata beberapa daerah di Indonesia, jangan terlalu berharap untuk mendapat brosur atau katalog yang memadai. Bukan saja informasinya sangat minim, bahkan cetakannya pun terkesan seadanya. Belum lagi bahasa yang dipergunakan hanya bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Jarang sekali terdapat brosur atau katalog yang berbahasa lain seperti Spanyol, Perancis, Belanda atau Arab misalnya.
Dengan hanya melakukan kegiatan bussiness as usual seperti tersebut diatas, bagaimana mungkin keajaiban dunia wisata Indonesia bisa muncul ke permukaan? Suatu pertanyaan yang kiranya tidak bisa dijawab biasa-biasa saja oleh Pak Menteri dan pihak-pihak terkait, tapi harus ditindaklanjuti dengan kegiatan business unsual dan mengerahkan energy plus. Pengalaman negara-negara lain bisa dijadikan perbandingan, namun tentu saja jangan sering-sering mengadakan studi banding. Nanti enggak kerja-kerja, studiiiii terus sampai tua.
7 comments:
O00h gituh. Kemarin kurang cermat bacanya, keburu gondok sih. Kirain menetapkan seven wonders of the world, terus petronas bisa ngalahin borobudur. Kalau ada embel2 wisata, saya juga setuju bahwa mengunjungi menara petronas lebih menghibur dan lebih nyaman.
Bulan juli marin, dalam perjalanan dari jakarta ke kediri, sempat lewat magelang karena mampir ke rumah temen. Habis gitu melanjutkan perjalanan ke arah yogya trus mau mampir ke borobudur. Eh temen saya bilang,, males ah,, disitu ntar kita baru masuk aja udah dikerubutin ratusan anak2, pedaganag asongan dan pengemis. Kalau kita ladeni mereka, kita kuwalahan, kalau gak diladeni, bisa2 mobil ktia jadi sasaran.
Akhirnya kami hanya lewat depannya aja dan gak jadi masuk ke lokasi. Nah,, padahal saya orang indonesia,,, belum pernah ke borobudur. Gara2 ketidak-nyamanan seperti itu aja aku bisa mengurungkan niat. Apalagi orang asing? pasti lebih suntuk dan merasa terganggu lagi.
Menteri pariwisata itu tiap hari kerjaanya kira2 ngapain ya? Lha, kita yagn bukan menteri aja punya kepedulian yagn segini gede dan pasti di otak kita masing2 punya angan2 dan program gimana supaya dunia wisata kita bisa terkenal dan bersaing dengan negara2 lain. Loh, masa menterinya lebih bego dari kita sih?
Udah mentalitas kebanyakan pejabat ktia itu mentalitas maling,,, ditambah krisis dan kemiskinan yang gak kunjung ada titik terang. jadi tambah ruwet. Tapi krisis dan keadaan kita sekrang kan sebenarnya gak bisa dijadikan alasan menteri pariwisata untuk tidak berbuat apa-apa. Justru keadaan kaya gini ini, pariwisata harus semakin digembar-gemborkan. Tentu saja pelayaan dan kenyamanan bagi pengunjung juga harus ditingkatkan.
Kalau gak kuat bikin iklan kaya malaysia, ya gimana kek. Masa menteri gak bsia mikir sih? kalau ktia nyari foto2 tentang indonesia di internet,, susahnya bukan main. kalaupun ada kecil2, situs milik pemda yang keliatannya gak diurusi dengan serius gitu. kalau ketemu gambar yang bagus dan gede gitu biasanya di weblog milik orang asing yagn pernah berkunjung ke indo.
Terus, KBRI-KBRI itu,, apa kerjanya emang ngabisin duit negara aja ya? hehehe,,, Lha wong digaji segitu gede, kerjaanya cuma ngumpul2, jalan2, makan2. GEdung KBRI di setiap negara kan pasti mewah2, staffnya buanyaakk,, itu pada ngapain sih kerjanya?
Oh ya,, kawan yang di brussel namanya, mbak Dewi setiawati. Dan mbak dewi kasih tau kok pemilik resto garuda emang bukan orang indonesia.
Salam kenal mas Aris,,,
Saya tahun 1999 pernah ke borobudur, dan tahun itu saja sudah banyak pengamen, asongan, anak jalanan. Dan saya tidak tahu sekarang apakah masih ada (lebih parah) atau sudah hilang.
Bukannya saya tidak menghargai orang lain, saya sangat menghargai. Akan tetapi mbok ya o...jangan di tempat2 wisata seperti itu. Memang tempat wisata yang bagus adalah kenyamanan. Tetapi seperti saat ini, jumlah kemiskinan yang terus merangkat naik, di mana bisa kita temukan tempat wisata (yang untuk rakyat) yang bebas dari itu semua.
Setahu saya di jakarta, TMII, Ancol, Ragunan, semuanya tidak bebas dari orang-2 itu.
Sebenarnya saya sangat prihatin dengan ini semua, tetapi bagaimana ya cara menghapuskan mereka dari tempat2 wisata....
Yang ditulis mas Aris adalah kenyataan yang mesti kita terima. Pemerintah kita melakukan segalanya seperempat seperempat kalau tidak mau dibilang setengah setengah. Wakil rakyat cuman sibuk ngurusin PP no 37/2006 Tentang Tunjangan Anggota Dewan. Hehe
Pada suatu kasus, November lalu saya bertemu kolega dari Polandia menemani survey teknis. Pada saat melihat lihat berbagai photo tentang Bali, dia meminta jika seandainya dia bisa mendapatkan kopi beberapa photo untuk sarana promosi di negaranya ( demi travel yang dia kelola tentunya ) terkait dengan recovery Bali akibat bom. Dia berjanji semua hak cipta masih menjadi hak kami dan akan ditampilkan, ketika kami menyanggupi ( demi kepentingan kami juga khan, Bali dipromosi-kan ), dia sangat senang. Pada saat itu dia berkeluh kesah, bahwa pada saat di forum ITB di Berlin, dia sempat menyampaikan keinginan yang sama kepada salah satu pejabat penting pariwisata Indonesia atau Bali tentang keinginannya untuk bisa mendapat beberapa photo tentang Bali dan Indonesia untuk sarana promosi pariwisata, dalam konteks recovery Bali sesudah bom. Pada saat itu si pejabat itu mengatakan tidak punya photo-photo yang dimaksud, namun bisa memberikan beberapa rekanannya yang bisa memberikan photo-photo yang dimaksud dengan harga spesial** (**ngerti yang saya maksud khan ?). Semuanya duit.
SETUJU BANGET TUCH,sebenarnya kebudayan indonesia lebih bagus dan gag kalah keren dari negara lain di karenakan kurang biaya karena klo di bagi pun uangnya buat sendiri gag jelas kemana perginya udah gitu kurang dukungan dari masyarakat tentang betapa pentingnya industri pariwisata untuk indonesia,karena dengan pariwisata dunia akan mengenali indonesia dengan keindahan,kebudayaan,keragama,keramahan bukan dengan keganasan yang ada selama ini.petronas memang tempat fave saya,mungkin karena saya tinggal di kl.Biasanya klo pagi2 saya akan jogging di taman klcc atau naik ke jembatan atau klo siang pergi ke mallnya naik subway dari pasar seni atau central market cuma beberapa menit aja setelah itu saya akan pergi ke area bukit bintang dengan jalan kaki itu pun cuma beberapa menit aja,memang jika di bandingakan borubudur dengan twin towers jauh abizz maksudnya dari segi kenyamanan saya selalu suka berlama-lama di twin towers bukan karena ada aircondnya tapi karena suasana di sana jauh lebih baik jika di bandingkan dengan negara kita.Bukan hanya itu tata kota kl lebih baik dari tata kota di indonesia,selain itu sistem transportasi pendukung yang ada di kl,keamanan juga di kira sebagai faktor pendukung lainnya kepada suksesnya pariwisata malaysia.Baru-baru ini saya melihat iklan untuk mempromosikan visit indonesia tapi hanya beberapa kali saja dalam 1 hari.
Klo menurut saya wisata kan dilirik dan di datangi oleh wisatawan luar mauupun dalam negeri bila keamanan tempat wisata tersebut terjamin.
Kenali dan Kunjungi Objek Wisata di Pandeglang
Makasih banyak informasi wisatanya. Ikut kampanye mari Kenali dan Kunjungi Objek Wisata di Pandeglang ya :)
harus turut bahu membahu dalam meningkatkan dan mendukung keindahan alam kita, tanpa kerja sama kita, maka keindahan indonesia akan terus terpendamm :)
Post a Comment