Hendak Melihat-lihat Keramaian Yang Ada
Saya Panggilkan Becak, Kereta Tak Berkuda
Becak, Becak, Coba Bawa Saya
Saya Duduk Sendiri Dengan Mengangkat Kaki
Melihat Dengan Aksi, Kekanan Dan Kekiri
Lihat Becakku Lari, Bagai Tak Kan Berhenti
Becak, Becak, Jalan Hati-hati
Masih ingat lirik lagu di atas? Ya benar, itu merupakan lirik lagu Becak yang dulu sering dinyanyikan pada program acara anak-anak di TVRI, yang antara lain diasuh oleh Ibu Kasur. Saya tidak ingat siapa pengarang lagu tersebut, namun yang jelas lagu tersebut mengingatkan saya akan masa kecil dulu.
Meski bukan untuk tamasya seperti pada lirik lagu tersebut, becak merupakan kendaraan yang cukup akrab bagi saya. Saya sering menumpang kendaraan roda tiga ini saat berangkat/pulang sekolah atau saat menemani ibu ke pasar. Bahkan setelah dewasa, berkeluarga dan tinggal dipinggiran kota Jakarta, saya masih sering naik becak untuk menuju ke suatu tempat yang tidak terlalu jauh. Kebetulan didaerah tempat saya tinggal, becak belum dilarang seperti di Jakarta. Tapi meskipun belum dilarang, becak secara alami juga mulai tergusur, kalah bersaing dengan angkot dan ojeg motor.
Kenangan terhadap alat transportasi beroda tiga ini muncul ketika saya berkunjung ke ke Waterloo, kota kecil dekat Brussel. Di kota yang jaraknya ribuan kilo meter dari tempat asal becak yang umumnya di Indonesia dan negara Asia lainnya, terdapat sebuah becak di pasar barang bekas dan antik. Tentu saja bukan untuk menunggu penumpang tapi untuk dijual. Menurut penjualnya, becak tersebut dibeli dari seseorang yang pernah berkunjung ke Indonesia. Mungkin dulunya becak tersebut dipergunakan sebagai pajangan, biasanya di restoran yang menjual masakan Indonesia. Saya sendiri tidak sempat bertanya kenapa becak tersebut kemudian dijual, apa karena restorannya bangkrut atau karena ada penyesuaian ruangan.
Terlepas dari nasib becak di Waterloo tersebut, saya kemudian jadi berpikiran seandainya saja angkutan becak dihidupkan kembali di Jakarta, mungkin akan mengasyikan. Tentu saja bukan untuk alat transportasi seperti fungsi utamanya dulu, tapi lebih sebagai alat transportasi wisata. Sebagai alat transportasi wisata, becak bisa dioperasikan di kawasan yang memiliki kenangan historis terhadap becak, misalnya kawasan kota tua Jakarta. Penetapan becak sebagai alat angkut transportasi bisa dilakukan sejalan dengan pembenahan kawasan kota tua secara keseluruhan dan tentunya juga diikuti dengan pembatasan penggunaan kendaraan lain di sekitarnya.
Ide penerapan becak sebagai alat angkut wisata sebenarnya kurang lebih sama dengan penerapan delman sebagai angkutan transportasi wisata pada berbagai kota di Eropa. Di Eropa sudah lazim ditemui delman berlalu lalang di kawasan objek wisata, mengangkut para wisatawan mengunjungi berbagai objek wisata di sekitar kawasan tersebut. Dengan menaiki delman, wisatawan seolah diajak berwisata ke masa lalu sekaligus menyaksikan keindahan gedung-gedung dan berbagai objek wisata yang masih berdiri kokoh di masa kini.
Dengan konsep yang hampir serupa, becak bisa diterapkan dibeberapa bagian kawasan kota tua untuk mengantar wisatawan mengunjungi berbagai museum, gedung-gedung kuno dan objek wisata di kawasan tersebut. Kalau ini bisa diterapkan secara maksimal, kawasan kota tua bukan saja akan semakin menarik sebagai objek wisata, juga akan menjadi kawasan yang bebas polusi. Para wisatawan akan lebih nyaman berjalan dibawah pepohonan yang rindang tanpa harus menghisap asap knalpot yang berlebihan. Tapi kira-kira kapan ya hal tersebut bisa terwujud?
2 comments:
wah iya sama rumahnya...bener jg tuh hrsnya becak dijadikan salah satu tarikan obyek pariwisata. Kaya disini becak dihias cantik2 buat para turis, mangkalnya jg di kota2 yg berbau sejarah (gak bau bangkai lho ya..) salam kenal..
hmmm...asik2 nih cerita perjalanannya. bisa dibawa pulang buat cerita negeri... :d apa seh? hehehe...
thanks dah berkunjung ke blogku :)
Post a Comment