Geli juga membaca perbedaan antara seorang pimpinan dan staf di salah satu blog. Berikut saya kutipkan beberapa kata-kata tersebut:
Bila boss tetap pada pendapatnya, itu berarti beliau konsisten.
Bila staf tetap pada pendapatnya, itu berarti dia keras kepala !
Bila boss berubah-ubah pendapat, itu berarti beliau flexible.
Bila staf berubah-ubah pendapat, itu berarti dia plin-plan !
Bila boss bekerja lambat, itu berarti beliau teliti.
Bila staf bekerja lambat itu berarti dia tidak 'perform' !
Bila boss bekerja cepat, itu berarti beliau 'smart'.
Bila staf bekerja cepat, itu berarti dia terburu-buru!
Bila boss lambat memutuskan, itu berarti beliau hati-hati
Bila staf lambat memutuskan, itu berarti dia ”telmi”
Bila boss mengambil keputusan cepat, itu berarti beliau berani mengambil keputusan
Bila staf mengambil keputusan cepat, itu berarti dia gegabah
Barisan kata-kata kreatif diatas memperlihatkan perbedaan yang jelas antara seorang pimpinan dengan staf. Pimpinan selalu benar (The King Can Do No Wrong), sementara staf meski benar tapi selalu bisa disalahkan.
Selain kata-kata seperti di atas, ada lagi dua aturan “baku” mengenai kebenaran seorang pimpinan yang sering kita dengar yaitu pertama, boss tidak pernah salah. Kedua, kalau boss berbuat salah lihat aturan pertama. Lha kalau aturannya seperti itu, lalu kapan seorang pimpinan salah atau keliru? Yach kalau sang pemimpin tersebut sudah tidak lagi jadi pimpinan atau ada pimpinan lain yang tingkatan strukturalnya lebih tinggi atau kalau sang pemimpin tersebut sudah pensiun, jawab rekan saya dengan entengnya.
Bila boss tetap pada pendapatnya, itu berarti beliau konsisten.
Bila staf tetap pada pendapatnya, itu berarti dia keras kepala !
Bila boss berubah-ubah pendapat, itu berarti beliau flexible.
Bila staf berubah-ubah pendapat, itu berarti dia plin-plan !
Bila boss bekerja lambat, itu berarti beliau teliti.
Bila staf bekerja lambat itu berarti dia tidak 'perform' !
Bila boss bekerja cepat, itu berarti beliau 'smart'.
Bila staf bekerja cepat, itu berarti dia terburu-buru!
Bila boss lambat memutuskan, itu berarti beliau hati-hati
Bila staf lambat memutuskan, itu berarti dia ”telmi”
Bila boss mengambil keputusan cepat, itu berarti beliau berani mengambil keputusan
Bila staf mengambil keputusan cepat, itu berarti dia gegabah
Barisan kata-kata kreatif diatas memperlihatkan perbedaan yang jelas antara seorang pimpinan dengan staf. Pimpinan selalu benar (The King Can Do No Wrong), sementara staf meski benar tapi selalu bisa disalahkan.
Selain kata-kata seperti di atas, ada lagi dua aturan “baku” mengenai kebenaran seorang pimpinan yang sering kita dengar yaitu pertama, boss tidak pernah salah. Kedua, kalau boss berbuat salah lihat aturan pertama. Lha kalau aturannya seperti itu, lalu kapan seorang pimpinan salah atau keliru? Yach kalau sang pemimpin tersebut sudah tidak lagi jadi pimpinan atau ada pimpinan lain yang tingkatan strukturalnya lebih tinggi atau kalau sang pemimpin tersebut sudah pensiun, jawab rekan saya dengan entengnya.
Benar juga sih jawaban rekan saya tersebut. Biasanya kalau menghadapi pimpinan yang lebih tinggi, boss kita akan bersikap sama seperti seorang staf. Atau ketika saat pensiun, seseorang mantan pemimpin kadangkala langsung loyo karena tidak lagi memiliki kekuasaan (post power syndrome). Biasanya pula langsung diikuti perubahan sikap dari yang tadinya galak atau pura-pura galak menjadi ramah dan manis terhadap mantan stafnya.
Lalu di era kehidupan demokratis dan keterbukaan dewasa ini, ada gak sih pemimpin yang bisa menerima perbedaan pendapat dan tidak selalu menganggap dirinya benar?. Kalau dilakukan survey, pastinya banyak juga pemimpin yang selalu bisa menerima perbedaan pendapat dan tentu saja tidak selalu menganggap dirinya benar. Hanya saja pemimpin semacam itu kalah menonjol dibanding pemimpin yang diungkapkan dalam kata-kata tersebut di atas. Sehingga tidak mengherankan pula muncul istilah MBA (Management By Angry). Istilah MBA ini mengemuka karena ada unsur marah dan umumnya selalu memandang perbedaan pendapat sebagai perbedaan persepsi (yang untuk itu perlu dilakukan penyamaan persepsi).
Sebetulnya banyak sekali perbedaan-perbedaan antara boss dan staf, namun saya hanya ingin mengutipkan satu lagi yang terkait dengan penulisan ini yaitu :
Bila boss membuat tulisan seperti ini, berarti beliau humoris
Bila staf membuat tulisan seperti ini, berarti dia: .... mengajak sang boss untuk menjadi humoris (hehehehe pede aja lagi).
Akhir kata (weleh ... kayak pidato saja), tanpa bermaksud menggurui, semoga kutipan-kutipan seperti tersebut di atas bisa menjadi bahan refleksi bersama.
Bila staf membuat tulisan seperti ini, berarti dia: .... mengajak sang boss untuk menjadi humoris (hehehehe pede aja lagi).
Akhir kata (weleh ... kayak pidato saja), tanpa bermaksud menggurui, semoga kutipan-kutipan seperti tersebut di atas bisa menjadi bahan refleksi bersama.
No comments:
Post a Comment