9.3.11

Mancing

Bicara mancing maka bayangan kebanyakan orang adalah melempar/meletakkan kail ke kolam air yang dalam dan luas atau laut yang diperkirakan banyak ikannya. Tapi bagi Bang Mamad, sebut saja begitu karena saya belum sempat menanyakan namanya, mancing bisa dilakukan di kali kecil dengan air berwarna hitam dan dangkal.

"Bang memangnya bisa dapat ikan?" Tanya saya ketika pagi ini menjumpai Bang Mamad sedang jongkok di belakang kali kecil perumahan Persada Kemala, Bekasi Barat. Tangannya sedang memegang pancingan dengan mata kail di atas permukaan kali yang hitam.

"Bisa pak, biasanya saya dapat ikan lele. Ikan tersebut tidak terlihat karena agak tersembunyi di antara lumpur dan sampah. Kita mesti sabar"

Wow, luar biasa. Melihat kalinya yang dangkal, kotor dan banyak sampah ternyata masih ada ikan yang bisa dikail. Hal ini seolah menegaskan bahwa rezeki memang bisa diapat selama mau berusaha.

Dari kejadian pagi ini, saya pun teringat sebuah foto pedagang ketoprak yang mangkal di tengah timbunan sampah di tempat pembuangan akhir sampah di Bantar Gebang. Jika melihat jualan si pedagang ketoprak kita pasti tidak menyangka akan ada pembeli yang menghampiri. Alasannya sederhana, ketoprak dijual di kawasan yang sangat kotor dan bau dengan lalat yang beterbangan kesana-kemari dan hinggap di gerobak dan makanan.

Tapi penjual ketoprak tersebut tetap tenang menanti datangnya pembeli. Benar saja, ketika matahari sudah tepat di ubun-ubun, para pemulung yang berada di sekitar lokasi meninggalkan keranjangnya dan menghampiri si pedagang ketoprak. Selain para pemulung, para supir truk pun tidak ketinggalan untuk membeli ketoprak. Tidak perlu waktu lama, dagangan pun habis.

Kejadian lain yang juga berhubungan adalah cerita dari Pak Ahmad Kurnia, pemimpin redaksi newsroom Kemenkominfo saat berjumpa kemarin siang. Menurut Pak Kurnia, saat dirinya berada di ruang tunggu bandara Juanda, Surabaya, ia bertemu dengan seorang pegawai bank Swiss yang berkantor pusat di Lugano, Swiss. Pegawai bank tersebut berada di Surabaya dalam rangka menemui sejumlah klien orang Indonesia yang ingin berinvestasi di bank tempat ia bekerja.

"Yang mengejutkan, ternyata para klien Indonesia tersebut menginvestasikan dana minimal US$ 1 juta di bank Swiss tersebut" ujar Pak Kurnia. "dan yang lebih mengejutkan ternyata jumlahnya bukan cuma 1-2 tapi cukup banyak dan tidak sedikit pula yang menginvestasikan lebih dari US$ 5 juta, itu berarti di tengah kondisi perekonomian saat ini, banyak orang Indonesia yang kaya-kaya dan lebih memilih menginvestasikan dananya di luar neger".

Moral dari cerita ini, jangan pandang remeh air yang hitam dan dangkal. Jangan remehkan pula tempat yang kotor dan bau. Atau jangan remehkan orang lain. Karena dari mereka mungkin rejeki kita berasal. Seperti kata Forest Gump "Life is like a box of chocolates. You never know what you're going to get".

http://arisheruutomo.com dan http://aseanblogger.com Sent from my BlackBerry® smartphone

No comments: