8.7.10

Tanpa Angela, Jerman Tidak Lagi Sexy

Beberapa jam sebelum pertandingan babak Semi Final Piala Dunia 2010 antara Spanyol dan Jerman dimulai, rekan saya Junanto Herdiawan yang sedang bertugas di Tokyo menyatakan bahwa kemungkinan kesebelasan Spanyol akan mengalah karena atas jasa Jerman, Spanyol bisa terbantu dalam mengatasi krisis ekonomi. Kemungkinan pemerintah Jerman akan mendesak pemerintah Spanyol untuk mengalah.

Tentu saja apa yang disampaikan rekan saya tersebut hanya gurauan, karena berdasarkan ketentuan FIFA, tidak mungkin bagi pihak pemerintah di suatu negara untuk campur tangan dalam urusan organisasi sepak bola di negaranya. Sebagai contoh adalah kasus PSSI. Meski selalu gagal berprestasi, pihak Pemerintah RI tidak dapat menggusur Ketua Umum PSSI Nurdin Halid dari kursinya. Bahkan sejumlah rekomendasi yang dilakukan lewat suatu Kongres Nasional Sepakbola cuma dipandang angin lalu. Hanya prosedur dan ketentuan yang berlaku di organisasi sepakbola Indonesia itu lah yang bisa memutuskan penggantian pengurus.

Kekhawatiran bahwa Spanyol akan mengalah akhirnya memang tidak terbukti. Lewat tandukan Carles Puyol pada menit 73, Spanyol unggul 1-0 dan bertahan hingga wasit meniupkan pluit akhir. Spanyol sukses menggagalkan keinginan Jerman ke final. Sementara bagi Tim Jerman, kekalahan ini tentu saja mengecewakan para pendukungnya, salah satunya adalah Kanselir Jerman Angel Merkel.

Sebagai Kepala Pemerintahan di Jerman, Angela Merkel memang selalu memperlihatkan dukungan terbuka bagi tim negerinya. Misalnya saja dalam pertandingan Piala Dunia 2006 di Jerman dan Piala Eropa 2008 di Wina, Angela Merkel menyempatkan hadir dalam setiap pertandingan yang dimainkan Jerman. Tidak hanya hadir tetapi juga bersikap ekspresif, misalnya berteriak dan mengepalkan tangannya, ketika tim Jerman berhasil membuat gol. Ketika sedang menghadiri KTT G-20 di Kanada pun, Angela Merkel menyempatkan diri untuk menonton siaran langsung pertandingan Jerman melawan Inggris, bahkan ia nonton bareng dengan PM Inggris David Cameroon.

Di Afrika Selatan, dukungan Angela Merkel kembali diperlihatkan ketika Jerman berhadapan dengan Argentina di babak Perempat Final. Angela Merkel hadir langsung di stadion. Beberapa kali ia memperlihatkan ekspresinya secara bebas ketika tim Jerman hampir menyarangkan gol dan bahkan langsung berteriak gembira serta mengepalkan tangan ketika pemain Jerman berhasil membobol gawang Argentina. Angela Merkel tidak berupaya untuk jaim dan tidak peduli bahwa disampingnya duduk Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma dan Presiden FIFA Sepp Blaiter.

Kehadiran dan perhatian Angela Merkel dalam pertandingan yang tengah dimainkan tim Jerman sepertinya memberikan dampak psikologis yang luar biasa. Anggota tim Jerman tampaknya merasakan adanya pemain ke-12 di antara pemain-pemain yang tengah berlaga di lapangan hijau. Tim Jerman menjadi gagah dan pada saat bersamaan menjadi sexy.

Tim Jerman terlihat gagah karena mampu menghadapi serangan-serangan lawan dan produktif mencetak gol (13 gol dalam 4 kali pertandingan atau rata 3,25 gol per pertandingan). Tidak berlebihan jika jerman mendapat julukan Tim Panser. Pada saat bersamaan tim Jerman bisa juga disebut sexy (dalam kamus Bahasa Indonesia, sexy diartikan sebagai “merangsang”) karena permainan yang disajikan Tim Jerman memang mampu merangsang perhatian penonton untuk tetap menyimak jalannya pertandingan

Entah karena ketidakhadiran Angela Merkel saat Jerman berhadapan dengan Spanyol, maka meriam Tim Panser kesulitan menembus pertahanan tim matador. Dari data statistik, Jerman hanya melakukan serangan 7 kali, dibanding Spanyol yang menyerang sebanyak 13 kali. Sementara untuk penguasaan bola pun lebih banyak dikuasai Spanyol sebanyak 51%.

Kegagahan tim Jerman yang banyak digandrungi para pendukung wanitanya tidak terlihat. Begitu pun keseksian tim Jerman, yang membuat banyak para pria terpincut juga tidak tampak. Malam itu tidak ada tim Jerman yang gagah ataupun seksi, yang ada adalah wajah-wajah tegang para pemain yang mirip serdadu sedang perang. Permainannya pun terkesan monoton tanpa kreatifitas dan tentu saja mandul. Yang lebih menyedihkan adalah para pemain Jerman akhirnya juga ikutan bermain jorok dengan beberapa kali melakukan aksi diving. Malam itu justru Spanyol yang terlihat gagah dan sexy dengan pola permainan pendek dan umpan-umpan yang akurat perpaduan gaya Eropa dan Latin.

Ditumbangkan Spanyol, tim Panser memang layak pulang kampung dengan meninggalkan sejuta kesedihan di dada para pendukungnya, termasuk Kanselir Angela Merkel. Ternyata tanpa kehadiran Angela Merkel, Jerman bukan lagi tim yang gagah dan sexy yang mampu membekap lawan-lawanya dengan jumlah gol yang banyak. Tim Panser seperti sekumpulan serdadu berwajah tegang karena terbebani kewajiban untuk menang.

Namun demikian Jerman bisa tetap berbangga karena bisa melaju sampai babak 4 besar, sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh tim-tim unggulan lainnya seperti Itali, Brasil dan Argentina. Dan jika dibandingkan Indonesia, tim Jerman pasti sangat-sangat beruntun. Bagi tim sepakbola Indonesia, pencapaian ke putaran final Piala Dunia merupakan impian yang sulit diwujudkan, mungkin mesti nunggu lebaran kuda seperti kata Presiden SBY. Saat ini yang bisa dilakukan (pengurus) tim Indonesia cuma berjalan-jalan ke Afrika Selatan dengan menghabiskan anggaran PSSI sebesar Rp. 7,6 miliar. Suatu perjalanan yang memperihatinkan karena dilakukan ditengah keluhan kesulitan mencari anggaran untuk membayar pelatih, serta ditengah keprihatinan akan upaya PSSI meminta bantuan uang rakyat dari anggaran pemerintah sebesar Rp 30 miliar.

2 comments:

Yudi Darmawan said...

sayang, Jerman-ku tak maju ke final,
nice info,

salam..

Tengku Khairil Ahsyar said...

Berkunjung ketempat sahabat, semoga sukses selalu…