31.5.09

MU kalah karena PSSI

Menyimak pertandingan final Piala Champion 2009 antara Manchester United (MU) vs Barcelona, terlihat sekali bagaimana MU menjadi grogi setelah Samuel Eto'o membobol gawang Edwin Van der Saar di menit ke-10.
Ternyata bukan cuma tim kemarin sore saja yang kerap grogi dalam melakoni pertandingan puncak. Tim sekelas MU pun tidak luput dari perasaan grogi. Kebobolan dalam suatu serangan balik lewat kaki Eto’o jelas meruntuhkan mental anak-anak asuhan Alex Fergusson. Dominasi di menit-menit awal pun pupus seketika. Tidak ada lagi permainan apik seperti yang selama ini diperlihatkan, yang ada hanyalah kepanikan dan tidak terkoordinasinya permainan MU di lapangan.

Untung pelatih MU bukanlah pelatih yang gemar makan sate kambing atau mencari kambing hitam, ia tidak cepat-cepat menyalahkan orang luar (misalnya wasit atau rumput yang tidak rata), ia justru memuji keberhasilan Barcelona yang telah bermain dengan baik. Namun bagi penggemar MU, khususnya di Indonesia, rasanya tidak lengkap kalau tidak menganalisis dan mengomentari kekalahan MU. Dari pantauan terhadap diskusi dan analisis yang dilakukan para “pengamat” bola dan masyarakat awam pendukung MU, ternyata kekalahan MU terutama bukan disebabkan oleh faktor teknis seperti strategi atau penguasaan bola di lapangan, namun justru disebabkan oleh faktor non-teknis yaitu terkait rencana kunjungan MU ke Jakarta.

Sebagaimana diketahui, pada tanggal 20 Juli 2009 mendatang MU direncanakan akan berhadapan dengan PSSI di Gelora Bung Karno. Kalau jadi bertanding, maka ini akan menjadi pengalaman pertama MU bermain dengan kesebelasan nasional Indonesia. Meski cuma pertandingan tour, namun MU tetap melakukan persiapan serius dan tidak menganggap enteng kemampuan PSSI.

Bagaimana bisa MU menganggap remeh PSSI kalau para pemainnya saja memiliki pengalaman dan kemampuan bersepakbola yang melebih dari standar. Kalau pemain MU umumnya cuma memiliki skill dalam bermain sepakbola saja, maka pemain PSSI banyak yang memiliki skill tambahan seperti memukul wasit dan tawuran dengan sesama pemain. Selain itu, penontonnya pun banyak yang berpengalaman dalam kerusuhan terutama jika kesebelasan favoritnya kalah.

Jadi dengan pertimbangan di atas, mungkin MU terpecah perhatiannya dengan rencana kunjungannya ke Jakarta. Dan wajar kalau MU kemudian lebih mempersiapkan diri menghadapi PSSI. Jangan sampai nanti kalah dari PSSI hanya karena pemainnya dipukul dan wasit menghentikan pertandingan serta memberikan kemenangan kepada PSSI. Ya, MU tampaknya belajar dari Libya yang kalah saat bertanding dengan PSSI pada turnamen yang diselenggarakan di Jakarta beberapa waktu yang lalu (halah).

1 comment:

Investasi said...

MU apes bos