Tampaknya tidak ada kunjungan seorang menlu yang sedemikian menarik perhatian selain kunjungan Menlu AS Hillary Clinton. Bahkan jika dibandingkan dengan kunjungan mantan Menlu AS sebelumnya, Condoleezza Rice ke Jakarta Maret 2006, kunjungan Hillary masih jauh menyita perhatian. Besarnya perhatian terhadap kunjungan Hillary setidaknya tidak terlepas dari dua hal yaitu tujuan kunjungan itu sendiri dan personifikasi Hillary.
Dari tujuan kunjungan, kedatangan Menlu Hillary ke empat negara Asia yaitu Jepang, Indonesia, China dan Republik Korea, merupakan suatu terobosan. Biasanya seorang Menlu AS akan memulai program kerjanya dengan bertemu mitra terdekatnya di Eropa atau Timur Tengah. Setelah mengunjungi kedua kawasan tersebut, barulah mengunjungi kawasan lainnya. Dengan berkunjung ke Asia, Menlu Hillary ingin memperlihatkan kesungguhan pemerintah AS yang memandang penting Asia sebagai sebagai mitra strategis yang dapat diandalkan.
Dari sisi personifikasi, sosok Hillary dipandang sebagai wanita cerdas dan sukses dalam karir politik. Mantan pengacara handal ini adalah seorang senator yang terpilih dalam dua kali masa jabatan. Disamping itu, Hillary adalah salah satu kandidat Presiden AS dari partai demokrat, yang bersaing ketat dengan Barrack Obama hingga saat-saat akhir. Dengan modal seperti itu, Hillary dipandang cakap untuk menduduki jabatan menlu. Ia sangat diharapkan dapat memperbaiki citra AS di dunia internasional dan menterjemahkan kebijakan luar negeri AS yang bersahabat dengan mengedepankan smart power diplomatic.
Perpaduan tujuan kunjungan dan personifikasi Menlu Hillary menjadi sangat menarik karena memadukan tiga hal sekaligus yaitu diplomasi simbolik, diplomasi non-simbolik (operasional) dan pada saat bersamaan melakukan aktivitas diplomasi publik.
Diplomasi simbolik biasanya dikaitkan dengan kegiatan yang memperlihatkan adanya kemampuan untuk berbuat baik yang didasarkan ada kecocokan satu sama lain. Bentuk diplomasi simbolik ini biasanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan saling mendukung atau tercapainya suatu kesepakatan. Di Jepang, diplomasi simbolik tampak dari ditandanganinya perjanjian antara Pemerintah AS-Jepang untuk merelokasi 8.000 marinir AS dari Okinawa ke Guam pada tahun 2014. Sedangkan di Jakarta, diplomasi simbolik ini terlihat dari pernyataan Menlu Hillary yang menginginkan perlunya meningkatkan kerjasama bilateral AS-Indonesia secara lebih komprehensif. Selain itu disepakati pula sejumlah kerjasama di bidang pangan, pendidikan serta teknologi dan ilmu pengetahuan.
Dalam konteks kerjasama AS-ASEAN, Menlu Hillary juga menyatakan keinginan AS untuk segera meratifikasi perjanjian tidak saling serang atau Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama ASEAN (Treaty of Amity and Cooperation/TAC). Sesuatu yang pernah diabaikan pada masa pemerintahan Presiden George Bush.
Kegiatan kedua yang dilakukan Menlu Hillary adalah melakukan Diplomasi non-simbolik (operasional). Kegiatan diplomasi ini atau bisa juga disebut dengan diplomasi substantif adalah kegiatan yang dikaitkan dengan pencapaian sejumlah tujuan. Kegiatan dalam diplomasi simbolik akan berjalan ditempat jika tidak segera ditindaklanjuti dengan langkah-langkah lanjutan untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, kesepakatan kerjasama di bidang pangan, pendidikan serta teknologi dan ilmu pengetahuan tidak akan mencapai sasarannya jika instansi-instansi teknis yang memiliki kewenangan dibidangnya tidak segera bergerak untuk menindaklanjutinya. Instansi teknis diharapkan segera mengajukan sejumlah rencana kegiatan konkrit disertai kerangka acuannya. Adapun keinginan AS untuk ikut meratifikasi TAC tidak akan berlanjut jika negara-negara ASEAN dan AS sendiri tidak segera memulai pembahasan substansi dan persiapan prosedural yang memungkinkan AS segera meratifikasi TAC.
Beberapa kalangan menyebutkan bahwa diplomasi substantif memiliki peran penting dalam mengembangkan hubungan antar negara, khususnya saat implementasi kesepakatan ternyata hanya terdapat diatas kertas. Saking pentingnya diplomasi substantif sehingga banyak yang menyarankan agar pelaksanaan hubungan kerjasama dapat dilakukan tanpa harus menunggu adanya kesepakatan antar pemerintah. Polanya adalah para pemangku kepentingan mengerjakan dan mengimplementasikan suatu kegiatan secara konkrit dan ketika kerjasama telah berlangsung, barulah disusul dengan pembuatan suatu kesepakatan antar pemerintah.
Kegiatan ketiga yang dilakukan dalam kunjungannya adalah melaksanakan kegiatan diplomasi publik. Sebagai top diplomat di Kemlu AS, setiap upaya yang dilakukan Menlu Hillary tentunya tidak dapat dilepaskan dari kegiatan diplomasi publik yaitu suatu kegiatan yang ditujukan untuk memberikan pemahaman terhadap berbagai prinsip dan kebijakan luar negeri Pemerintah AS serta membantu memperbaiki dan meningkatkan citra AS yang sempat tercoreng pada masa Presiden george Bush.
Dalam konteks ini, tidaklah mengherankan jika ketika berkunjung, selain melakukan diplomasi formal dengan pejabat tinggi pemerintah, juga dilakukan kegiatan penyebarluasan informasi yang melibatkan peran serta masyarakat di negara yang dikunjungi. Di Jepang, Menlu Hillary mengadakan pertemuan dengan para pemuda di Universitas Tokyo dan membicarakan berbagai isu mulai dari perubahan iklim, kemiskinan global hingga baseball.
Di Indonesia, kita mengetahui bahwa Menlu Hillary juga mengadakan pertemuan dengan berbagai tokoh di Gedung Arsip, mengunjungi proyek MCK plus-plus di Petojo Utara, berfoto bersama dengan murid-murid SD 01 Menteng dan bahkan tampil di acara musik Dahsyat di RCTI. Semua langkah diplomasi publik ini merupakan langkah pilihan yang cerdas. Selain dapat diliput secara luas dan ditonton banyak orang, Menlu Hillary juga dapat memperlihatkan sisi-sisi humanisnya, tidak saja sebagai wanita yang cerdas dan tangguh tetapi juga menyukai musik dan olah raga. Tidak mengherankan jika selama kunjungannya, Menlu Hillary menjadi begitu populer, bak selebritis yang selalu disorot media massa.
Ibarat kebijakan three in one di jalur Sudirman-Thamrin, maka diplomasi yang dilakukan Menlu Hillary pun adalah diplomasi three in one. Jika kebijakan lalu lintas di Sudirman-Thamrin dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan dan memaksimalkan jumlah penumpang di setiap kendaaan yang melintasi jalur tersebut, maka diplomasi three in one Menlu Hillary dimaksudkan untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus antara lain memulihkan citra AS di dunia internasional, menjaga kepentingan AS dengan merangkul mitra strategisnya di Asia dan memelihara keseimbangan arsitektur regional.
Ketika akhirnya Menlu Hillary mengakhiri kunjungannya, maka sesungguhnya upaya untuk memelihara dan meningkatkan hubungan dan kerjasama bilateral maupun regional baru saja dimulai. Diplomat dan semua pemangku kepentingan di kedua negara atau kawasan dituntut untuk segera menindaklanjuti berbagai hasil pembicaraan dan kesepakatan yang telah dicapai berdasarkan kerangka acuan yang telah disepakati.
Dari tujuan kunjungan, kedatangan Menlu Hillary ke empat negara Asia yaitu Jepang, Indonesia, China dan Republik Korea, merupakan suatu terobosan. Biasanya seorang Menlu AS akan memulai program kerjanya dengan bertemu mitra terdekatnya di Eropa atau Timur Tengah. Setelah mengunjungi kedua kawasan tersebut, barulah mengunjungi kawasan lainnya. Dengan berkunjung ke Asia, Menlu Hillary ingin memperlihatkan kesungguhan pemerintah AS yang memandang penting Asia sebagai sebagai mitra strategis yang dapat diandalkan.
Dari sisi personifikasi, sosok Hillary dipandang sebagai wanita cerdas dan sukses dalam karir politik. Mantan pengacara handal ini adalah seorang senator yang terpilih dalam dua kali masa jabatan. Disamping itu, Hillary adalah salah satu kandidat Presiden AS dari partai demokrat, yang bersaing ketat dengan Barrack Obama hingga saat-saat akhir. Dengan modal seperti itu, Hillary dipandang cakap untuk menduduki jabatan menlu. Ia sangat diharapkan dapat memperbaiki citra AS di dunia internasional dan menterjemahkan kebijakan luar negeri AS yang bersahabat dengan mengedepankan smart power diplomatic.
Perpaduan tujuan kunjungan dan personifikasi Menlu Hillary menjadi sangat menarik karena memadukan tiga hal sekaligus yaitu diplomasi simbolik, diplomasi non-simbolik (operasional) dan pada saat bersamaan melakukan aktivitas diplomasi publik.
Diplomasi simbolik biasanya dikaitkan dengan kegiatan yang memperlihatkan adanya kemampuan untuk berbuat baik yang didasarkan ada kecocokan satu sama lain. Bentuk diplomasi simbolik ini biasanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan saling mendukung atau tercapainya suatu kesepakatan. Di Jepang, diplomasi simbolik tampak dari ditandanganinya perjanjian antara Pemerintah AS-Jepang untuk merelokasi 8.000 marinir AS dari Okinawa ke Guam pada tahun 2014. Sedangkan di Jakarta, diplomasi simbolik ini terlihat dari pernyataan Menlu Hillary yang menginginkan perlunya meningkatkan kerjasama bilateral AS-Indonesia secara lebih komprehensif. Selain itu disepakati pula sejumlah kerjasama di bidang pangan, pendidikan serta teknologi dan ilmu pengetahuan.
Dalam konteks kerjasama AS-ASEAN, Menlu Hillary juga menyatakan keinginan AS untuk segera meratifikasi perjanjian tidak saling serang atau Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama ASEAN (Treaty of Amity and Cooperation/TAC). Sesuatu yang pernah diabaikan pada masa pemerintahan Presiden George Bush.
Kegiatan kedua yang dilakukan Menlu Hillary adalah melakukan Diplomasi non-simbolik (operasional). Kegiatan diplomasi ini atau bisa juga disebut dengan diplomasi substantif adalah kegiatan yang dikaitkan dengan pencapaian sejumlah tujuan. Kegiatan dalam diplomasi simbolik akan berjalan ditempat jika tidak segera ditindaklanjuti dengan langkah-langkah lanjutan untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, kesepakatan kerjasama di bidang pangan, pendidikan serta teknologi dan ilmu pengetahuan tidak akan mencapai sasarannya jika instansi-instansi teknis yang memiliki kewenangan dibidangnya tidak segera bergerak untuk menindaklanjutinya. Instansi teknis diharapkan segera mengajukan sejumlah rencana kegiatan konkrit disertai kerangka acuannya. Adapun keinginan AS untuk ikut meratifikasi TAC tidak akan berlanjut jika negara-negara ASEAN dan AS sendiri tidak segera memulai pembahasan substansi dan persiapan prosedural yang memungkinkan AS segera meratifikasi TAC.
Beberapa kalangan menyebutkan bahwa diplomasi substantif memiliki peran penting dalam mengembangkan hubungan antar negara, khususnya saat implementasi kesepakatan ternyata hanya terdapat diatas kertas. Saking pentingnya diplomasi substantif sehingga banyak yang menyarankan agar pelaksanaan hubungan kerjasama dapat dilakukan tanpa harus menunggu adanya kesepakatan antar pemerintah. Polanya adalah para pemangku kepentingan mengerjakan dan mengimplementasikan suatu kegiatan secara konkrit dan ketika kerjasama telah berlangsung, barulah disusul dengan pembuatan suatu kesepakatan antar pemerintah.
Kegiatan ketiga yang dilakukan dalam kunjungannya adalah melaksanakan kegiatan diplomasi publik. Sebagai top diplomat di Kemlu AS, setiap upaya yang dilakukan Menlu Hillary tentunya tidak dapat dilepaskan dari kegiatan diplomasi publik yaitu suatu kegiatan yang ditujukan untuk memberikan pemahaman terhadap berbagai prinsip dan kebijakan luar negeri Pemerintah AS serta membantu memperbaiki dan meningkatkan citra AS yang sempat tercoreng pada masa Presiden george Bush.
Dalam konteks ini, tidaklah mengherankan jika ketika berkunjung, selain melakukan diplomasi formal dengan pejabat tinggi pemerintah, juga dilakukan kegiatan penyebarluasan informasi yang melibatkan peran serta masyarakat di negara yang dikunjungi. Di Jepang, Menlu Hillary mengadakan pertemuan dengan para pemuda di Universitas Tokyo dan membicarakan berbagai isu mulai dari perubahan iklim, kemiskinan global hingga baseball.
Di Indonesia, kita mengetahui bahwa Menlu Hillary juga mengadakan pertemuan dengan berbagai tokoh di Gedung Arsip, mengunjungi proyek MCK plus-plus di Petojo Utara, berfoto bersama dengan murid-murid SD 01 Menteng dan bahkan tampil di acara musik Dahsyat di RCTI. Semua langkah diplomasi publik ini merupakan langkah pilihan yang cerdas. Selain dapat diliput secara luas dan ditonton banyak orang, Menlu Hillary juga dapat memperlihatkan sisi-sisi humanisnya, tidak saja sebagai wanita yang cerdas dan tangguh tetapi juga menyukai musik dan olah raga. Tidak mengherankan jika selama kunjungannya, Menlu Hillary menjadi begitu populer, bak selebritis yang selalu disorot media massa.
Ibarat kebijakan three in one di jalur Sudirman-Thamrin, maka diplomasi yang dilakukan Menlu Hillary pun adalah diplomasi three in one. Jika kebijakan lalu lintas di Sudirman-Thamrin dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan dan memaksimalkan jumlah penumpang di setiap kendaaan yang melintasi jalur tersebut, maka diplomasi three in one Menlu Hillary dimaksudkan untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus antara lain memulihkan citra AS di dunia internasional, menjaga kepentingan AS dengan merangkul mitra strategisnya di Asia dan memelihara keseimbangan arsitektur regional.
Ketika akhirnya Menlu Hillary mengakhiri kunjungannya, maka sesungguhnya upaya untuk memelihara dan meningkatkan hubungan dan kerjasama bilateral maupun regional baru saja dimulai. Diplomat dan semua pemangku kepentingan di kedua negara atau kawasan dituntut untuk segera menindaklanjuti berbagai hasil pembicaraan dan kesepakatan yang telah dicapai berdasarkan kerangka acuan yang telah disepakati.
3 comments:
Ulasan yang mendalam, mas aris. Tp kok saya belum bisa menangkap isi diplomasi non-simbolik mbak hillary di Indonesia ya...
Salam dari si Goblog
4xPR3 & 1xPR4 Blog Blog for link Exchnage With Your Blog.. Please Click here for more detail http://link.thelad.co.cc/
Barangkali di belakang kepala setiap orang tentang HC adalah bukan hanya HC sebagai seorang menlu, namun lebih dari itu adalah HC sebagai istri mantan presiden dan kandidat presiden yang meski gagal namun bobotnya masih tetap tinggi.
Selain itu juga nuansa pesan pribadi yang ingin disampaikan oleh bos-nya, yang memiliki kaitan sejarah dengan Indonesia, sepertinya juga menambah bobot kunjungannya.
Post a Comment