6.6.08

Soekarno: Head to a Nation

Judul pada postingan ini diambil dari salah satu judul artikel majalah Newsweek terbitan 15 Februari 1965. Dalam majalah yang menampilkan foto Sukarno alias Bung Karno dalam pakaian kebesarannya, lengkap dengan peci, bintang dan tanda jasa, digambarkan mengenai Bung Karno sebagai seorang tokoh yang memiliki personalitas sangat kompleks. Dengan keflamboyanan dan kharismanya, Bung Karno memimpin Indonesia sebagai salah satu negara yang disegani pada saat itu, tidak saja di kawasan Asia Tenggara, namun juga dunia.

Bagaimana itu bisa terjadi?

Newsweek menyebutkan bahwa pada saat itu, ditengah kekhawatiran Barat terhadap pengaruh Komunis di Asia Tenggara, Pemerintah RI mengumumkan bahwa pada akhir tahun 1965 Indonesia akan memiliki bom atom sendiri. Jika ini terjadi, suatu saat Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan nuklir dunia. Dalam pandangan Barat, hal ini tentu saja mengkhawatirkan karena Indonesia juga akan menjadi negara yang dapat mengancam stabilitas dan perdamaian di Asia Tenggara, disamping Komunisme Cina sendiri.

Bagi saya, kondisi tersebut memperlihatkan bahwa Bung Karno sebagai pemimpin negara dan bangsa berpenduduk 100 juta orang (kelima terbesar di dunia) dan sumber daya alam yang berlimpah, menyadari potensi dirinya dan karenanya mempergunakan potensi tersebut untuk menjalankan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dengan tegas dan penuh percaya diri.

Terlepas bahwa Sukarno kemudian terguling pasca G30S/PKI, apa yang dilakukan Bung Karno tersebut sesungguhnya merupakan bagian dari impiannya untuk mewujudkan NKRI yang utuh dari Sabang sampai Merauke. Keberhasilannya mengembalikan Irian Jaya ke pangkuan NKRI, merupakan wujud dari keberhasilannya mendayung diantara dua karang.

Bung Karno yang dilahirkan 6 Juni 1901, mungkin akan merasa sangat bersedih melihat kondisi negara dan bangsa Indonesia saat ini. NKRI terus dicoba digoyang, tidak saja oleh kekuatan eksternal tetapi juga internal. Secara eksternal, memang tidak ada lagi invasi ataupun pendudukan militer asing seperti jaman kolonial, namun serbuan kekuatan dan pengaruh ekonomi telah menjadikan Indonesia seperti negerin tanpa daya.

Sementara secara internal, kentalnya semangat kedaerahan pasca penerapan otonomi daerah menjadikan upaya bersama mempertahankan NKRI menjadi bersifat parsial. Belum lagi semangat yang (katanya) berdasarkan agama, kelompok ataupun golongan, yang justru menimbulkan benturan-benturan yang merugikan kepentingan bersama. Celakanya, hal-hal seperti ini ternyata cenderung terlambat penanganannya.

Bung Karno sendiri memang bukan seorang tokoh yang sempurna. Pada masa ia memerintah, demonstrasi untuk meminta pemerintah menghentikan kenaikan harga pun kerap terjadi dan inflasi membumbung tinggi. Sikapnya pun terkadang menyulitkan bagi hubungan antar negara, termasuk keflamboyanannya terhadap wanita yang terkadang menyulitkan dalam pengaturan protokoler. Namun ketegasannya dan kemampuannya meyakinkan banyak orang (termasuk rakyatnya) dapat dijadikan contoh bagi mereka yang berkeinginan menjadi pemimpin bangsa (harapan ini juga berlaku bagi putri Bung Karno yang masih nekad berkeinginan kembali menjadi Presiden RI).

Selamat ulang tahun kelahiran Bung Karno ke-107. Terima kasih atas jasamu memimpin negeri ini menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Beristirahatlah dengan damai, lupakan A Year of Living Dangerously, doa kami menyertaimu. Doakan pula agar kami semua bisa meneladani hal-hal baik yang telah dilakukan Bung Karno, terutama dalam melaksanakan sila-sila Pancasila yang sudah mulai banyak dilupakan oleh masyarakat Indonesia.

10 comments:

Anonymous said...

kok nggak ada pabrik pencetak Soekarno lagi yo?

Anonymous said...

tokoh yang sangat saya kagumi, terimakasih postingannya

Anonymous said...

Surgo nunut neroko katut Bung Karno
he he

Anonymous said...

Kalo anaknya gimana?

Anonymous said...

@bdoro seten: iya, pabrik lebih senang mencetak tukang2, more profitable
@Hadi: tks kembali mas
@Iman: tapi bukan berarti bersama kita bisa kan ?
@Slamet: kayaknya jauh panggang dari api deh

Anonymous said...

mungkin kalo masih hidup, bung karno sedih melihat keadaan bangsa kita yg sekarang.
apalagi melihat tingkah polah putrinya :)

Anonymous said...

Keberanian Soekarno sebagai pemimpin memang patut dikagumi. keberanian itulah yang membuat dia populer. Mungkin perlu waktu panjang untuk mencetak seorang Soekarno lagi.

Anonymous said...

Menyadari potensi diri..Ini yang mungkin patut di contoh dari pemimpin basar kita bung Karno...
Tidak tergantung pada orang/bangsa lain...Misalnya Perekonomian negeri ini... Negara kita kaya, tambang ada dimana2 termasuk disini, tp kenyataanya yg menguasai adalah bangsa lain...Seorang teman yg pernah tugas di New Zealand, berkata, heran ya mengapa indo bisa miskin padahal nanam apa aja, dan kapan aja bisa tumbuh!!, sementara di n zealand, kehidupan orang bisa lbh makmur padahal disana giliran musim dingin gak ada yg bisa dilakuin kecuali mengurung diri dalam rumah, tanaman pada musnah krna ketutup salju....
Walaupun demikian harus tetap optimis, percaya akan potansi yg dimiliki bangsa ini sehingga suatu saat kita akan menjadi tuan di negara kita sendiri... Meningkatkan SDM kita sehingga dapat mengolah sendiri tambang2, lahan yang ada, dan segala harta terpendam di bumi indo...

Anonymous said...

kharismanya memang hebat..bertahan sampai sekarang..
salam kenal mas, nice blog you have here..
saya link ke blog saya ya...

r. arisusanto said...

kalau sekarang orang sibuk menjadi seperti bung karno...
mencontoh apa yang sifat positif dari beliau, dan coba-coba perbaiki sifat yang jelek...

padahal beliau memulainya dari mempelajari potensi diri, potensi negeri kemudian mengolahnya menjadikan suatu sumber daya...