Pernah nonton Accidental Heroes yang dibintangi Dustin Hoffman dan Andy Garcia? Film jadul buatan tahun 1992 ini bercerita tentang 2 orang kriminal kelas teri yang berubah menjadi pahlawan setelah menolong penumpang sebuah pesawat terbang yang terperosok saat melakukan pendaratan darurat. Salah seorang penumpang yang berhasil diselamatkan adalah reporter TV yang kemudian menyebarkaluaskan berita ini, termasuk tindakan penyelamatan yang dilakukan Berni Laffante (diperankan Dustin Hoffman). O ya, saat kejadian, karena gelap sang reporter tidak mengenali sosok Berni yang buru-buru meninggalkan pesawat setelah regu penyelamat tiba di lokasi kecelakaan. Berni sendiri buru-buru meninggalkan pesawat karena takut tindakannya mencuri dan mengambil barang penumpang diketahui orang lain.
Sang reporter kemudian berupaya menemukan sosok Berni untuk mengucapkan terima kasih dan memberikan sejumlah uang sebagai bentuk penghargaan. Bak dongeng Cinderella, pencarian dilakukan dengan bermodalkan sebelah sepatu Berni yang tanpa sengaja tertinggal di lokasi kejadian. Cerita akan berakhir disini kalau saja Berni menyimpan sepatu yang sebelahnya dan mengakui bahwa dialah yang menolong para penumpang. Sayang Berni membuang sebelah sepatu tersebut, yang kemudian dipungut rekannya sendiri sesama kriminal kelas teri John Bubber (dimainkan Andy Garcia). Berbekal sebelah sepatu dan cerita penyelamatan yang didengarnya sendiri dari Berni, John kemudian mengaku sebagai pahlawan yang menyelamatkan penumpang. Celakanya, pada saat yang bersamaan, Berni justru baru ditangkap polisi karena kedapatan mencuri.
Akhirnya dengan bantuan media massa, John dipandang sebagai sosok pahlawan yang tanpa pamrih melakukan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Ketika Berni akhirnya keluar dari penjara dan mengaku bahwa dialah yang sebenarnya menolong para penumpang pesawat, tentu saja banyak orang yang tidak mempercayainya. Apalagi Berni dikenal sebagai seorang kriminal dan baru saja keluar dari penjara.
Tapi seperti umumnya film Hollywood yang selalu happy ending, John akhirnya mengakui bahwa sebenarnya bukan dia yang menolong penumpang, melainkan Berni. Sementara Berni juga mengakui bahwa niat awalnya masuk ke dalam pesawat bukanlah untuk membantu para penumpang menyelamatkan diri, melainkan untuk mencuri barang yang ada di pesawat. Itulah sebabnya ia segera berlari meninggalkan pesawat begitu petugas penyelamat datang. Jadi ia menghilang bukan karena tidak ingin dikenal.
Lagi-lagi dengan bantuan media massa, pengakuan Berni dan John ini kemudian dikemas menjadi cerita baru. Pengakuan tulus yang dilakukan secara terbuka oleh keduanya dipandang sebagai suatu kejujuran dan keberanian yang luar biasa dan tidak kalah heroiknya dengan aksi kepahlawanan lainnya. Suatu sikap yang tampaknya tidak lagi banyak dimiliki masyarakat perkotaan.
Lalu apa inti dari dongengan mengenai film buatan tahun 1992 ini? Sederhana saja, ternyata sosok kepahlawanan bisa muncul dari suatu kejadian biasa saja dan dari kejadian sehari-hari yang berlangsung di sekitar kita. Untuk menjadi pahlawan tidak perlu mengangkat senjata dan pergi ke medan tempur. Pahlawan juga bisa diciptakan, oleh media. Media memiliki peran besar dalam membentuk pencitraan sosok kepahlawanan seseorang. Secara satir film ini ingin memperlihatkan bahwa masyarakat bisa saja tertipu dengan pencitraan yang dibuat media mengenai sosok pahlawan. Bahwa seorang pahlawan adalah sosok yang sempurna, padahal pahlawan juga manusia biasa.
Masih dengan semangat mencitrakan sosok pahlawan, CNN mencoba menampilkan pahlawan-pahlawan kontemporer, yang berjuang tidak lagi dengan memanggul dan menembakkan senjata, melainkan mereka-mereka yang bergiat untuk memajukan masyarakat, melindungi hak-hak anak, memperjuangkan keadilan, anak-anak muda yang dipandang melakuka kegiatan luar biasa, dan tindakan-tindakan lain yang memberikan inspirasi dan membangkitan keberanian.
Kemudian, disadari atau tidak, Panitia Hadiah Nobel yang tersohor juga menetapkan kepahlawanan tersendiri berdasarkan kategorisasi, misalnya perdamaian, kedokteran, fisik, sastra dan sebagainya. Khusus penetapan pahlawan (baca pemenang hadiah nobel) perdamaian, Panitia Nobel juga mulai menyesuaikan kriterianya lebih ke akar permasalahan (hulu). Mereka yang dianggap layak sebagai pahlawan baru adalah mereka yang konsisten mengatasi akar masalah perdamaian yaitu kemiskinan. Sehingga tidak mengherankan jika M. Yunus dinyatakan sebagai pahlawan perdamaian 2006 serta Al Gore dan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai pahlawan perdamaian 2007.
Tidak ada yang salah dengan kategorisasi-kategorisasi seperti tersebut di atas. Hanya saja jangan sampai kita terjebak dengan sosok-sosok pahlawan yang dimunculkan media massa atau organisasi internasional. Karena sebenarnya dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak pahlawan-pahlawan yang tidak terliput media massa dan seringkali juga luput dari perhatian kita semua. Ingat saja himne guru “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” yang mepersonifikasikan kepahlawanan guru yang terabaikan.
Satu hal yang pasti, setiap orang adalah pahlawan, setidaknya untuk dirinya sendiri ataupun keluarga. Tidak mudah memang menjadi pahlawan, tampaknya lebih mudah menjadi pahlawan kesiangan yaitu orang-orang yang ketika masa sulit sembunyi dan susah dicari (kalau jaman sekarang handphonenya susah dihubungi dan nomornya berganti-ganti setiap saat), dan baru tampil ketika masa sulit teratasi dan mengaku-ngaku bahwa kesuksesan yang diraih berkat usahanya.
Harapan saya, semoga anda dan saya, tidak termasuk dalam kategori pahlawan kesiangan. Selamat Hari Pahlawan 10 November 2007. Pekik merdeka 3X … pekik, pekik, pekik !!!
Sang reporter kemudian berupaya menemukan sosok Berni untuk mengucapkan terima kasih dan memberikan sejumlah uang sebagai bentuk penghargaan. Bak dongeng Cinderella, pencarian dilakukan dengan bermodalkan sebelah sepatu Berni yang tanpa sengaja tertinggal di lokasi kejadian. Cerita akan berakhir disini kalau saja Berni menyimpan sepatu yang sebelahnya dan mengakui bahwa dialah yang menolong para penumpang. Sayang Berni membuang sebelah sepatu tersebut, yang kemudian dipungut rekannya sendiri sesama kriminal kelas teri John Bubber (dimainkan Andy Garcia). Berbekal sebelah sepatu dan cerita penyelamatan yang didengarnya sendiri dari Berni, John kemudian mengaku sebagai pahlawan yang menyelamatkan penumpang. Celakanya, pada saat yang bersamaan, Berni justru baru ditangkap polisi karena kedapatan mencuri.
Akhirnya dengan bantuan media massa, John dipandang sebagai sosok pahlawan yang tanpa pamrih melakukan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Ketika Berni akhirnya keluar dari penjara dan mengaku bahwa dialah yang sebenarnya menolong para penumpang pesawat, tentu saja banyak orang yang tidak mempercayainya. Apalagi Berni dikenal sebagai seorang kriminal dan baru saja keluar dari penjara.
Tapi seperti umumnya film Hollywood yang selalu happy ending, John akhirnya mengakui bahwa sebenarnya bukan dia yang menolong penumpang, melainkan Berni. Sementara Berni juga mengakui bahwa niat awalnya masuk ke dalam pesawat bukanlah untuk membantu para penumpang menyelamatkan diri, melainkan untuk mencuri barang yang ada di pesawat. Itulah sebabnya ia segera berlari meninggalkan pesawat begitu petugas penyelamat datang. Jadi ia menghilang bukan karena tidak ingin dikenal.
Lagi-lagi dengan bantuan media massa, pengakuan Berni dan John ini kemudian dikemas menjadi cerita baru. Pengakuan tulus yang dilakukan secara terbuka oleh keduanya dipandang sebagai suatu kejujuran dan keberanian yang luar biasa dan tidak kalah heroiknya dengan aksi kepahlawanan lainnya. Suatu sikap yang tampaknya tidak lagi banyak dimiliki masyarakat perkotaan.
Lalu apa inti dari dongengan mengenai film buatan tahun 1992 ini? Sederhana saja, ternyata sosok kepahlawanan bisa muncul dari suatu kejadian biasa saja dan dari kejadian sehari-hari yang berlangsung di sekitar kita. Untuk menjadi pahlawan tidak perlu mengangkat senjata dan pergi ke medan tempur. Pahlawan juga bisa diciptakan, oleh media. Media memiliki peran besar dalam membentuk pencitraan sosok kepahlawanan seseorang. Secara satir film ini ingin memperlihatkan bahwa masyarakat bisa saja tertipu dengan pencitraan yang dibuat media mengenai sosok pahlawan. Bahwa seorang pahlawan adalah sosok yang sempurna, padahal pahlawan juga manusia biasa.
Masih dengan semangat mencitrakan sosok pahlawan, CNN mencoba menampilkan pahlawan-pahlawan kontemporer, yang berjuang tidak lagi dengan memanggul dan menembakkan senjata, melainkan mereka-mereka yang bergiat untuk memajukan masyarakat, melindungi hak-hak anak, memperjuangkan keadilan, anak-anak muda yang dipandang melakuka kegiatan luar biasa, dan tindakan-tindakan lain yang memberikan inspirasi dan membangkitan keberanian.
Kemudian, disadari atau tidak, Panitia Hadiah Nobel yang tersohor juga menetapkan kepahlawanan tersendiri berdasarkan kategorisasi, misalnya perdamaian, kedokteran, fisik, sastra dan sebagainya. Khusus penetapan pahlawan (baca pemenang hadiah nobel) perdamaian, Panitia Nobel juga mulai menyesuaikan kriterianya lebih ke akar permasalahan (hulu). Mereka yang dianggap layak sebagai pahlawan baru adalah mereka yang konsisten mengatasi akar masalah perdamaian yaitu kemiskinan. Sehingga tidak mengherankan jika M. Yunus dinyatakan sebagai pahlawan perdamaian 2006 serta Al Gore dan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai pahlawan perdamaian 2007.
Tidak ada yang salah dengan kategorisasi-kategorisasi seperti tersebut di atas. Hanya saja jangan sampai kita terjebak dengan sosok-sosok pahlawan yang dimunculkan media massa atau organisasi internasional. Karena sebenarnya dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak pahlawan-pahlawan yang tidak terliput media massa dan seringkali juga luput dari perhatian kita semua. Ingat saja himne guru “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” yang mepersonifikasikan kepahlawanan guru yang terabaikan.
Satu hal yang pasti, setiap orang adalah pahlawan, setidaknya untuk dirinya sendiri ataupun keluarga. Tidak mudah memang menjadi pahlawan, tampaknya lebih mudah menjadi pahlawan kesiangan yaitu orang-orang yang ketika masa sulit sembunyi dan susah dicari (kalau jaman sekarang handphonenya susah dihubungi dan nomornya berganti-ganti setiap saat), dan baru tampil ketika masa sulit teratasi dan mengaku-ngaku bahwa kesuksesan yang diraih berkat usahanya.
Harapan saya, semoga anda dan saya, tidak termasuk dalam kategori pahlawan kesiangan. Selamat Hari Pahlawan 10 November 2007. Pekik merdeka 3X … pekik, pekik, pekik !!!
3 comments:
kalau di sana, banyak pahlawan nggak seperti di Indonesia ?
Btw.thats good movie,..saya ingat tuh
Isinya mirip dengan tulisan saya di www.penjelajahwaktu.blogspot.com.
Sepakat! Semua orang bisa jadi pahlawan. Tapi jangan karena mau dibilang pahlawan.
Thanks mas dokter udah mampir. mungkin ke depannya dlm memperingati hari pahlawan kita2 tidak terpaku pada upaya mengenang jasa2 pahlawan yg telah gugur, tetapi juga mengingatkan agar jangan banyak orang yg berupaya jadi pahlawan kesiangan :)
Post a Comment