28.1.11

Mengunjungi Crop Circle di Sleman, Yogyakarta

Hingga hampir sepekan sejak ditemukan pertama kali pada Minggu, 23 Januari 2011, crop circle yang terletak di desa Jogotirto, Kecamatan Brebah, Sleman, Yogyakarta, terus menarik perhatian banyak orang untuk melihatnya secara langsung. Banyak warga Yogyakarta dan sekitarnya, termasuk yang dari luar kota, datang berduyun-duyun melihat batang-batang padi yang rebah dan membentuk lingkaran teratur tersebut. Bahkan media cetak dan elektronik pun setiap hari memberitakan fenomena yang baru pertama kalinya terjadi di Indonesia.

Seperti kata peribahasa “pucuk dicinta ulam pun tiba”, keinginan saya untuk mengunjungi lokasi crop circle di desa Jogotirto terwujud ketika pada minggu ini saya berkesempatan menghadiri suatu kegiatan di Yogyakarta. Usai menghadiri kegiatan dan menyelesaikan segala urusan terkait di kota gudeg, didampingi Mas Purwanto pengemudi kendaraan yang disewa kantor dan seorang rekan kerja, kami pun segera meluncur menuju desa Jogotirto.

Langit terang dan udara agak sedikit terik ketika kami tiba di desa Jogotirto. Terlihat sekelompok warga desa yang mengenakan tanda “Panitia” berdiri di ujung jalan menuju lokasi crop circle. Mereka bertindak sebagai pemungut tanda masuk/parkir bagi setiap warga yang datang menggunakan kendaraan bermotor. Setiap kendaraan roda empat dikenakan ongkos masuk/parkir sebesar Rp. 5.000,-, sedangkan kendaraan roda dua dikenakan tarif Rp. 2.000,-.

Mobil-mobil diparkir di sepanjang jalan desa menuju lokasi, sementara kendaraan roda dua diparkir di samping bekas sebuah gedung dan rumah seorang penduduk, sekitar 100-an meter dari lokasi.

“Hari ini pengunjung yang mengendarai mobil sepertinya agak berkurang mas, dua hari lalu ketika saya kesini, mobil yang diparkir bahkan meluber hingga keluar batas jalan ini” ujar mas Purwanto ketika melihat jejeran mobil yang sedang di parkir di sepanjang jalan. “ “Saya mesti berjalan cukup jauh untuk sampai ke lokasi” imbuh Mas Purwanto. Apa yang dikatakan mas Purwantoi tidaklah keliru karena pengunjung terlihat tidak lagi terlalu padat seperti yang saya saksikan di televise beberapa hari sebelumnya.

Setelah kendaraan di parkir, kami pun segera berjalan menuju lokasi. Di kiri kanan jalan terlihat banyak warga masyarakat yang memanfaatkan keramaian dengan menjajakan beragam macam dagangan, mulai dari makanan dan minuman ringan hingga foto-foto crop circle yang dijual dengan berbagai ukuran. Selain itu ada pula 1-2 warga yang berinisiatif menyewakan tangga kepada pengunjung yang ingin melihat crop circle dari ketinggian.

Sesampainya di lokasi, terlihat sudah banyak warga masyarakat yang berdiri dipinggir jalan sedang melihat dan mengabadikan hamparan padi menghijau yang beberapa bagiannya rebah teratur dan membentuk pola-pola simetris. Sementara itu sebagian warga lainnya melihat crop circle dari sebuah bukit tidak jauh dari lokasi.

Berbeda dengan jalan desa yang diaspal, jalan di sisi lokasi dan menuju bukit merupakan jalan tanah, becek dan licin seusai hujan turun. Meski sudah diperingati dan diberi tanda larangan, banyak warga masyarakat yang nekad naik ke puncak bukit. Dengan kondisi ini tidak mengherankan jika ada pengunjung yang terjatuh dan bahkan meninggal dunia ketika berusaha menaiki bukit.

Terlepas dari siapa pembuat crop circle, saya perhatikan keberadaannya ternyata memberi berkah bagi warga masyarakat desa Jogotirto dan sekitarnya. Sebagai gambaran, dari tiket masuk/parkir saja warga desa Jogotirto bisa memperoleh masukan yang cukup besar. Dari penuturan seorang warga yang menjadi panitia, selama hampir sepekan ini setidaknya ada sekitar 300-an kendaraan roda empat per harinya, sedangkan untuk kendaraan roda dua jumlahnya jauh lebih banyak lagi yaitu sekiatr dua ribuan.Jika dipukul rata ada 300 mobil/hari dan 2000 motor/hari, maka jumlah pemasukan per hari dari parkir kendaraan adalah sekitar 5,5 juta rupiah per hari. Artinya dalam seminggu ini terdapat pemasukan sekitar 40-an juta bagi “Panitia”.

Sementara para pedagang dadakan juga bisa meraup rejeki yang lumayan. Seorang warga yang menjual foto crop circle misalnya, dalam sehari ia bisa menjual paling kurang 100 lembar foto dalam berbagai ukuran. Ada dua ukuran foto yang dijualnya yaitu ukuran 5R dan postcard. Untuk 5R dijual Rp 20 ribu per lembar dan ukuran postcard Rp. 5.000,-/lembar.

Sedangkan warga lain yang menyewakan tangga juga tidak kalah sumringah (gembira). Dari tangga yang disenderkan ke pohon dan disewakan Rp. 2000,- sekali naik, setidaknya ia bisa mendapatkan 400 ribu rupiah per hari. Jumlah yang sangat besar dari suatu kegiatan yang tidak membutuhkan keahlian apapun.

Dengan jumlah pendapatan yang cukup besar tersebut, tidak heran jika banyak warga masyarakat desa Jogotirto yang mensyukuri keberadaan crop circle di desanya dan berterima kasih kepada para pembuat crop circle. Meski ketika ditanya banyak yang percaya bahwa crop circle terbut buatan alien atau UFO, tetapi sesungguhnya mereka tidak terlalu peduli tentang siapa pembuat crop circle yang sebenarnya. Yang penting kehadiran crop circle telah membawa berkah dan rejeki tersendiri bagi mereka. Untuk itu tidak sedikit warga yang berharap crop circle yang ada tersebut tidak cepat rusak sehingga masih bisa dinikmati lebih lama lagi.


4 comments:

Fajar said...

wah..akhirnya bisa kesampaian juga..ya..mas....malah saya yang dekat belum nonton....

Aris Heru Utomo said...

@Fajar, iya nich mas akhirnya sampai juga. Ayo buruan nonton entar keburuan habis ... :)

auliarizda said...

wah mas, itu keuntungannya masuk nggak ya ke petani yang lahannya rusak gara-gara diratakan pembuat crop circle? --"

kantor said...

ternyata itu buatan manusia yah