30.6.08

Internet

Kalau saja tidak ada internet, dipastikan tidak akan dikenal yang namanya blog dan blogger. Berkat kreatifitas, inovasi dan persaingan yang terus menerus, internet berkembang seperti sekarang ini. Hal ini tentu saja mendorong para petinggi negeri yang menangani komunikasi dan informasi dari berbagai negara untuk rajin kopdaran, memperbincangkan perkembangan internet dan kepentingan terkait. Salah satunya adalah OECD Ministerial Meeting on the Future of Internet Economy, di Seoul tanggal 17-18 Juni 2008.
Pertemuan di Seoul ini merupakan kopdaran pertama para menteri OECD yang dselenggarakan di Asia. Pemilihan Seoul sebagai tempat pertemuan, tentu saja bukan tanpa alasan. Korsel dipilih karena merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat aksesibilitas internet tertinggi di dunia.

Dalam kumpul-kumpul selama 2 hari tersebut, hadir para menteri komunikasi dan informasi (menkominfo) dari negara OECD dan Komisioner Masyarakat Informasi dan Media Uni Eropa. Hadir pula sejumlah menkominfo negara non-OECD, yang datang sebagai undangan, termasuk Menkominfo Mohammad Nuh. Mereka secara intensif mendiskusikan ekonomi internet di masa depan, termasuk pemanfaatan internet bagi human development.

Ketika para Menkominfo OECD berkumpul pertama kalinya di Ottawa tahun 1998, topik utama masih berkisar pada upaya pengembangan e-commerce. Namun sejalan dengan cepatnya perkembangan teknologi informasi, internet juga mempengaruhi perkembangan di sektor lainnya seperti pendidikan, kesehatan, termasuk tata kelola pemerintahan yang baik. Ujung-ujungnya adalah pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan.

Kata kunci dari perkembangan yang sedemikian cepat tersebut adalah kreatifitas, inovasi dan daya saing. Para peserta pertemuan memiliki pandangan yang sama bahwa di era global dewasa ini, hanya yang kreatif dan inovatiflah yang dapat bersaing dan mampu menciptakan dan memelihara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Tidak ada yang menyangkal kalau internetlah yang ternyata memainkan peran penting dalam menyebarluaskan informasi dan pengetahuan yang mendorong kreatifitas, inovasi dan kemampuan daya saing.

Korsel telah membuktikannya. Berkat kreatifitas, inovasi dan tentu saja kegigihannya, negeri ginseng ini menjelma menjadi salah satu negara yang diperhitungkan secara ekonomi. Selain itu, berbagai produk yang dihasilkan negeri ini juga telah mampu bersaing di pasar internasional.

Orang boleh saja mengatakan bahwa sebenarnya kemajuan yang dicapai Korsel tidak terlepas dari kegiatan tiru-meniru yang dilakukannya, seperti yang dilakukannya untuk produk otomotif dan elektronik. Pandangan tersebut tidak keliru, pada awal kebangkitan industri otomotif dan elektronika Korsel, hampir semua kendaraan dan perangkat elektroniknya merupakan copy paste produk sejenis di Jepang dan negara lain.

Namun yang menarik adalah apa yang dilakukannya ternyata tidak berhenti pada sekedar upaya copy paste. Korsel juga serius menyiapkan SDMnya dan tentu saja sarana dan lingkungan kondusif yang mendorong munculnya kreatifitas dan inovasi serta tentu saja daya saing. Untuk yang terakhir ini, persaingan telah dimulai bahkan sejak pendidikan dasar. Ketika di bangku pendidikan SLTA, para siswa berlomba untuk dapat diterima di perguruan tinggi terbaik. Tujuannya jelas, dengan belajar di perguruan tinggi yang baik, mereka akan dapat memperoleh pengetahuan lebih, dan tentu saja tujuan akhirnya adalah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dan gaji yang baik.

Upaya menyiapkan dan memelihara SDM dilakukan pula dengan membuat sistim dan lingkungan yang kondusif bagi dunia penelitian. Para pengusahanya pun didorong pemerintah untuk mengalokasikan 30% dana kegiatannya untuk penelitian. Mengenai hal ini saya teringat pengalaman diajak berkunjung ke pabrik Samsung dan Hyundai di luar kota Seoul beberapa tahun berselang. Di kedua pabrik ini terdapat taman yang sangat luas yang disebut Science and Technology Park, suatu kompleks bangunan yang sangat luas dan memang diperuntukkan untuk melakukan kegiatan penelitian. Di tempat ini para peneliti berkumpul mengembangkan produk-produk baru. Para peneliti tersebut dapat dengan melakukan kegiatannya karena ternyata juga ditunjang dengan sistem numerasi yang baik.

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut Menkominfo Mohammad Nuh yang hadir dalam pertemuan di Seoul, Indonesia saat ini masih dihadapkan pada tantangan untuk mendekatkan kesenjangan digitasl yang disebabkan keterbatasan infrastruktur. Aksesibilitas ke internet masih rendah. Dari segi persentase, penetrasi jumlah telepon tetap telah mencapai 10% dan untuk telepon bergerak mencapai 40%. Sementara pengguna internet sendiri sudah berkisar 12% . Namun 70% pengguna internet tersebut masih terkonsentrasi di beberapa kota besar. Karenanya menjadi tugas depkominfo untuk dapat meningkatkan akses informasi lebih besar lagi di masa mendatang.

Saya mendukung upaya mengurangi kesenjangan digital dengan meningkatkan infrastruktur. Untuk membangun infraktur dengan cepat, Pemerintah tentu saja tidak dapat bekerja sendiri namun memerlukan dukungan eksternal. Dalam kaitan ini proyek kemitraan pemerintah, yang berupaya menggandeng investor telekomunikasi asing, menjadi sah-sah saja. Hanya saja perlu pengawasan dari semua pihak agar jangan sampai investor mendapat keuntungan financial besar, namun penguasaan teknologi dan pengembangan SDM jalan di tempat.

2 comments:

Kang Boim said...

hi....blog hopping here from indonesia...you have nice blog.. :D :D

Anonymous said...

populasi pengguna internet semakin meningkat pada masa kini...